"Kalo
kamu gak bersedia untuk cerita juga gak papa kok Gi, aku ngerti ,lupain apa
yang aku tanyain tadi, gak usah dipaksain, tadi cuma pertanyaan iseng aja, udah
lupain ehm ganti topik aja yaa."
"Karena aku sayang sama kamu Fi,".
Kalimat sederhana yang terdiri dari empat kata tetapi penuh dengan makna terlontar dari mulut Gigi, kalimat yang tidak aku duga keluar sebagai sebuah jawaban dari pertanyaanku.
"Setelah kamu pergi waktu itu, dari hari ke hari aku ngerasa ada sesuatu yang hilang, satu tempat dihatiku terasa kosong, Nanda yang statusnya sebagai pacarku waktu itu juga gak bisa ngisi kekosongan yang aku rasain. Awalnya aku cuma ngira ini hanya perasaan kehilangan dari seorang sahabat tapi semakin lama aku menyadari kalau perasaan ini bukan hanya sekedar tentang persahabatan. Rasa kehilangan ini bukan sekedar kehilangan biasa. Dan semakin lama aku sadar tempat itu ternyata punya kamu, kamu punya arti lebih besar daripada sekedar seorang sahabat buat aku," ucapnya panjang lebar.
Gigi menatap mataku.
"Mungkin kamu gak akan pernah bisa mengerti apa yang aku rasain Fi, karena aku sendiri juga tidak mengerti."
"Siapa bilang,, kamu harus tau Gi. Bukan hanya kamu yang ngerasain hal itu. Waktu itu aku dihadapkan dengan dua hal yang sangat sulit."
"Maksud kamu Fi,"
"Sini, duduk deket aku. Aku mau kamu juga tau bagaimana rasanya ingin mengalahkan keinginan diri sendiri."
Gigi datang mendekat padaku. Diletakkan kepalanya di bahu kiriku, lalu aku melingkarkan tanganku di pinggangnya. Begitu pula Gigi. Ini kali pertama aku membuka luka lama yang selalu aku pendam sendiri.
"Cepetan ceritanya,, "perintah Gigi.
"Iya-iya, waktu itu adalah waktu yang sangat sulit. Antara pikiran dan perasaan yang tidak menyatu. Kalau aku biarkan pasti aku jadi gila. Pikiranku bisa menerima kenyataan tapi di sisi lainnya hati ini berontak. Hatiku gak bisa jauh dari kamu. Tapi apa mau dikata karena aku laki-laki yang menang pasti lebih ke logika. Jadi ya harus dihadapi, meskipun hati ini sakit Gi."
"Kamu pernah kangen gak sama aku waktu itu,?? "
"Jangan ditanya. Hampir setiap detik Gi. Kamu tau gak, kalo udah di puncak kangen gitu rasanya aku pengen balik ke Jakarta nemuin kamu. Tapi aku redam perasaan itu. Kalo kamu gimana,??"
"Gak jauh beda sama kamu. Aku juga harus meredam perasaan karena waktu itu aku harus tetep konsen belajar."
"Hah, tapi aku seneng banget kita sekarang udah bisa kayak gini. Bisa sayang-sayangan."
"Aku juga. Karena sekarang penghuni tempat kosong dihatiku sudah kembali, sekarang orang itu sedang menatap mataku, dan meluk aku." tambahnya lagi sembari tersenyum.
"Ckckck,,"
"Lho, kenapa, kok gitu, malah geleng-geleng kepala,?? "
"Kalo dipikir-pikir. Kamu sadis juga ya, kamu putusin Nanda gitu aja,??"
"Ya gak lah, setelah aku sadar bahwa aku udah gak ada rasa sama Nanda, kami bicara berdua baik-baik, meyakinkan tidak ada yang tersakiti dengan keputusan ini dan Nanda menerima kenyataan dengan lapang dada, buktinya aku masih berhubungan baik dengannya sampai sekarang,"
"hehehe Iya-iya, kamu memang cewek paling keren sejagat raya, udah cantik, pinter, baik lagi, aku beruntung punya kamu, Nagita Ahmad,"
"Ihh, enak aja ganti nama orang sesuka sendiri."
"Jadi gak mau pake nama itu, emang mau namanya siapa kalau bukan namaku,?? "
"Siapa ya, agak lebih keren dari nama kamu mungkin yaa,"
"Oo gitu, ya udah aku pulang aja," ancam ku, seraya
mengambil ancang-ancang untuk berdiri.
"Yah, kok pulang. Becanda. Iya aku mau,"ucap Gigi
"Nah gitu dong, jangan sok jual mahal."
"Biarin,, wek."
"Tapi ada syaratnya,?? "
"Syarat?? Apa yang jadi syaratnya tuan putri kesayanganku, hem,??"
"Ehm aku mau tapi setelah kamu mengucap ijab qobul sah didepan penghulu, didepan keluarga, sanggup gak,??"
"Hehehe,,"
"Malah senyum-senyum, kamu gantian jawab dong Fi."
"Sayangku, cintaku, belahan jiwaku. Semua sudah ada jalannya, semua juga sudah ada waktunya,jadi sambil nunggu waktu itu tiba terus berdoa saja semoga kamu dan aku adalah jodoh yang diridhoi olehNya, biar kita selalu bersama selamanya nanti. Satu lagi kita harus tetap menjaga perasaan satu sama lain,"ucapku
"Iya Fi, yang penting kita selalu beri yang terbaik dari diri kita, sisanya biar Yang Maha Cinta menentukan, semoga kamulah yang jadi takdirku."
"Amin,,,,"
"Tapi ngomong-ngomong ada yang punya janji nih kayaknya," ucapku menggoda Gigi, dia tampak bingung matanya berputar keatas, jari telunjuknya menempel di bibir. Seperti itulah polah tingkah Gigi kalau berusaha mengingat sesuatu, begitu lama dia mengingatnya.
"Maksud kamu, aku yang punya janji,,apa ya aku beneran lupa Fi,"
"Hadeh, coba deh kamu inget-inget dulu,"
"Kan dari tadi aku udah nyoba buat inget, tapi beneran gak inget Fi. Maaf ya, kalo gak kasih bocoran dikit deh biar cepet inget nya."
"Bocorannya, ehm, kalimat terakhir yang kamu ucapin sebelum aku cium kening kamu kemaren," ucapku
Aku terus menggoda Gigi dengan gerakan-gerakan alisku yang naik turun. Dengan kalimat bocoran yang aku berikan pasti dia langsung ingat akan janjinya padaku.
"Ooo yang itu,," ucapnya tersenyum malu-malu
"Udah inget kan,?? "
Tanpa menunggu ijin dari Gigi, kuraih tubuhnya agar lebih mendekat padaku, kuarahkan pandanganku tepat ke bibirnya yang lembut. Gigi mengerti isyarat dariku. Ku pegang dagunya lalu kukecup bibirnya perlahan, sempat terlintas di kepala bagaimana kalau ada orang lain disitu tapi ya sudahlah kepalang tanggung, ku lanjutkan saja kegiatanku yang satu ini. Di tengah suasana mesra diantara aku dan Gigi, aku menjauhkan wajahku darinya. Gigi tampak terkejut kenapa aku tiba-tiba menjauh.
"Kenapa Fi,,"
Aku hanya menjawab pertanyaannya dengan senyuman, kuambil nafas sejenak lalu langsung saja kucium bibirnya tanpa henti. Kenapa aku menjauh karena aku ingin mempermainkan perasaan Gigi, dan berhasil. Lalu kami berdua pun larut didalamnya. Kami sudah sangat tidak terkendali lagi, tapi aku harus mengontrol diriku, aku tak ingin berbuat lebih jauh lagi, aku tidak ingin melakukan hal yang belum pantas untuk dilakukan. Aku sangat mencintai wanitaku ini, aku akan menghargainya dengan tidak melakukan hal-hal yang dapat membuatnya sedih. Aku pun berhenti dan melepaskan bibirku.
"Terimakasih sayang,"ucapku sambil membersihkan sisa lipstik yang mengotori wajahnya karena ulah ku.
"Sama-sama,". Kami pun berpelukan mesra.
Sehari penuh ku habiskan waktu untuk menemani Gigi, hanya ini yang bisa aku berikan sebelum aku kembali ke Puncak. Tak lupa aku juga sudah berpamitan padanya untuk pergi ke luar kota lagi untuk urusan pekerjaan tentunya dan dia sangat mengerti, sedikit merasa bersalah karena berbohong padanya. Tapi aku berjanji pada diriku sendiri kalau sudah saatnya nanti aku akan memberi tahu semuanya ke Mama, Nanas dan Gigi tentang apa sebenarnya pekerjaanku. Dan semoga mereka menerima penjelasan dariku.
"Dah sayang, aku pulang yaa, eh sini deh bentar, aku mau ambil gambar kita berdua, kan kita belum punya Gi. Lumayan buat nakutin tikus di kost hehehe, "ucapku,
"Ya Tuhan jahat banget sih kamu,"
"Becanda,, pasti aku pajang di kost, kamu nanti bisa pasang di kamar kamu, ya kan,?? "
"Oo iya ya, yuk, habis itu kamu kirim ke aku ya."
"Sip,,". Kuambil beberapa foto kami dari mulai foto mesra sampai foto yang lucu.
"Ehm kapan kamu kesini lagi Fi,?? "
"Secepatnya sayang,, Aku pulang dulu ya, jangan kangen terus biar aku kerjanya tenang, gak kepikiran."
"Ihh, dasar GR,, ya udah hati-hati jangan ngebut, inget pesenku tadi."
"Iya-iya,, "
Motorku keluar dari pekarangan rumah Gigi dan melaju kembali ke Puncak untuk melanjutkan kewajiban.
Di tengah jalan ponselku berbunyi,,
"Halo Om,, iya saya perjalanan ke Puncak,, okey saya langsung kesana,"
Apa yang terjadi di Puncak, kenapa nada bicara Om John terdengar sangat emosional, apa yang dilakukan oleh Ijal dan timnya, apa lagi yang direncanakan olehnya. Aku harus terus waspada terhadap Ijal dan teman-temannya, mereka itu jahat tujuan mereka hanya satu ingin merasa paling hebat daripada orang lain. Membuatku kepikiran terus sepanjang perjalanan kembali ke Puncak. Semoga saja aku dihindarkan dari hal-hal yang tidak menyenangkan.
"Karena aku sayang sama kamu Fi,".
Kalimat sederhana yang terdiri dari empat kata tetapi penuh dengan makna terlontar dari mulut Gigi, kalimat yang tidak aku duga keluar sebagai sebuah jawaban dari pertanyaanku.
"Setelah kamu pergi waktu itu, dari hari ke hari aku ngerasa ada sesuatu yang hilang, satu tempat dihatiku terasa kosong, Nanda yang statusnya sebagai pacarku waktu itu juga gak bisa ngisi kekosongan yang aku rasain. Awalnya aku cuma ngira ini hanya perasaan kehilangan dari seorang sahabat tapi semakin lama aku menyadari kalau perasaan ini bukan hanya sekedar tentang persahabatan. Rasa kehilangan ini bukan sekedar kehilangan biasa. Dan semakin lama aku sadar tempat itu ternyata punya kamu, kamu punya arti lebih besar daripada sekedar seorang sahabat buat aku," ucapnya panjang lebar.
Gigi menatap mataku.
"Mungkin kamu gak akan pernah bisa mengerti apa yang aku rasain Fi, karena aku sendiri juga tidak mengerti."
"Siapa bilang,, kamu harus tau Gi. Bukan hanya kamu yang ngerasain hal itu. Waktu itu aku dihadapkan dengan dua hal yang sangat sulit."
"Maksud kamu Fi,"
"Sini, duduk deket aku. Aku mau kamu juga tau bagaimana rasanya ingin mengalahkan keinginan diri sendiri."
Gigi datang mendekat padaku. Diletakkan kepalanya di bahu kiriku, lalu aku melingkarkan tanganku di pinggangnya. Begitu pula Gigi. Ini kali pertama aku membuka luka lama yang selalu aku pendam sendiri.
"Cepetan ceritanya,, "perintah Gigi.
"Iya-iya, waktu itu adalah waktu yang sangat sulit. Antara pikiran dan perasaan yang tidak menyatu. Kalau aku biarkan pasti aku jadi gila. Pikiranku bisa menerima kenyataan tapi di sisi lainnya hati ini berontak. Hatiku gak bisa jauh dari kamu. Tapi apa mau dikata karena aku laki-laki yang menang pasti lebih ke logika. Jadi ya harus dihadapi, meskipun hati ini sakit Gi."
"Kamu pernah kangen gak sama aku waktu itu,?? "
"Jangan ditanya. Hampir setiap detik Gi. Kamu tau gak, kalo udah di puncak kangen gitu rasanya aku pengen balik ke Jakarta nemuin kamu. Tapi aku redam perasaan itu. Kalo kamu gimana,??"
"Gak jauh beda sama kamu. Aku juga harus meredam perasaan karena waktu itu aku harus tetep konsen belajar."
"Hah, tapi aku seneng banget kita sekarang udah bisa kayak gini. Bisa sayang-sayangan."
"Aku juga. Karena sekarang penghuni tempat kosong dihatiku sudah kembali, sekarang orang itu sedang menatap mataku, dan meluk aku." tambahnya lagi sembari tersenyum.
"Ckckck,,"
"Lho, kenapa, kok gitu, malah geleng-geleng kepala,?? "
"Kalo dipikir-pikir. Kamu sadis juga ya, kamu putusin Nanda gitu aja,??"
"Ya gak lah, setelah aku sadar bahwa aku udah gak ada rasa sama Nanda, kami bicara berdua baik-baik, meyakinkan tidak ada yang tersakiti dengan keputusan ini dan Nanda menerima kenyataan dengan lapang dada, buktinya aku masih berhubungan baik dengannya sampai sekarang,"
"hehehe Iya-iya, kamu memang cewek paling keren sejagat raya, udah cantik, pinter, baik lagi, aku beruntung punya kamu, Nagita Ahmad,"
"Ihh, enak aja ganti nama orang sesuka sendiri."
"Jadi gak mau pake nama itu, emang mau namanya siapa kalau bukan namaku,?? "
"Siapa ya, agak lebih keren dari nama kamu mungkin yaa,"
"Oo gitu, ya udah aku pulang aja," ancam ku, seraya
mengambil ancang-ancang untuk berdiri.
"Yah, kok pulang. Becanda. Iya aku mau,"ucap Gigi
"Nah gitu dong, jangan sok jual mahal."
"Biarin,, wek."
"Tapi ada syaratnya,?? "
"Syarat?? Apa yang jadi syaratnya tuan putri kesayanganku, hem,??"
"Ehm aku mau tapi setelah kamu mengucap ijab qobul sah didepan penghulu, didepan keluarga, sanggup gak,??"
"Hehehe,,"
"Malah senyum-senyum, kamu gantian jawab dong Fi."
"Sayangku, cintaku, belahan jiwaku. Semua sudah ada jalannya, semua juga sudah ada waktunya,jadi sambil nunggu waktu itu tiba terus berdoa saja semoga kamu dan aku adalah jodoh yang diridhoi olehNya, biar kita selalu bersama selamanya nanti. Satu lagi kita harus tetap menjaga perasaan satu sama lain,"ucapku
"Iya Fi, yang penting kita selalu beri yang terbaik dari diri kita, sisanya biar Yang Maha Cinta menentukan, semoga kamulah yang jadi takdirku."
"Amin,,,,"
"Tapi ngomong-ngomong ada yang punya janji nih kayaknya," ucapku menggoda Gigi, dia tampak bingung matanya berputar keatas, jari telunjuknya menempel di bibir. Seperti itulah polah tingkah Gigi kalau berusaha mengingat sesuatu, begitu lama dia mengingatnya.
"Maksud kamu, aku yang punya janji,,apa ya aku beneran lupa Fi,"
"Hadeh, coba deh kamu inget-inget dulu,"
"Kan dari tadi aku udah nyoba buat inget, tapi beneran gak inget Fi. Maaf ya, kalo gak kasih bocoran dikit deh biar cepet inget nya."
"Bocorannya, ehm, kalimat terakhir yang kamu ucapin sebelum aku cium kening kamu kemaren," ucapku
Aku terus menggoda Gigi dengan gerakan-gerakan alisku yang naik turun. Dengan kalimat bocoran yang aku berikan pasti dia langsung ingat akan janjinya padaku.
"Ooo yang itu,," ucapnya tersenyum malu-malu
"Udah inget kan,?? "
Tanpa menunggu ijin dari Gigi, kuraih tubuhnya agar lebih mendekat padaku, kuarahkan pandanganku tepat ke bibirnya yang lembut. Gigi mengerti isyarat dariku. Ku pegang dagunya lalu kukecup bibirnya perlahan, sempat terlintas di kepala bagaimana kalau ada orang lain disitu tapi ya sudahlah kepalang tanggung, ku lanjutkan saja kegiatanku yang satu ini. Di tengah suasana mesra diantara aku dan Gigi, aku menjauhkan wajahku darinya. Gigi tampak terkejut kenapa aku tiba-tiba menjauh.
"Kenapa Fi,,"
Aku hanya menjawab pertanyaannya dengan senyuman, kuambil nafas sejenak lalu langsung saja kucium bibirnya tanpa henti. Kenapa aku menjauh karena aku ingin mempermainkan perasaan Gigi, dan berhasil. Lalu kami berdua pun larut didalamnya. Kami sudah sangat tidak terkendali lagi, tapi aku harus mengontrol diriku, aku tak ingin berbuat lebih jauh lagi, aku tidak ingin melakukan hal yang belum pantas untuk dilakukan. Aku sangat mencintai wanitaku ini, aku akan menghargainya dengan tidak melakukan hal-hal yang dapat membuatnya sedih. Aku pun berhenti dan melepaskan bibirku.
"Terimakasih sayang,"ucapku sambil membersihkan sisa lipstik yang mengotori wajahnya karena ulah ku.
"Sama-sama,". Kami pun berpelukan mesra.
Sehari penuh ku habiskan waktu untuk menemani Gigi, hanya ini yang bisa aku berikan sebelum aku kembali ke Puncak. Tak lupa aku juga sudah berpamitan padanya untuk pergi ke luar kota lagi untuk urusan pekerjaan tentunya dan dia sangat mengerti, sedikit merasa bersalah karena berbohong padanya. Tapi aku berjanji pada diriku sendiri kalau sudah saatnya nanti aku akan memberi tahu semuanya ke Mama, Nanas dan Gigi tentang apa sebenarnya pekerjaanku. Dan semoga mereka menerima penjelasan dariku.
"Dah sayang, aku pulang yaa, eh sini deh bentar, aku mau ambil gambar kita berdua, kan kita belum punya Gi. Lumayan buat nakutin tikus di kost hehehe, "ucapku,
"Ya Tuhan jahat banget sih kamu,"
"Becanda,, pasti aku pajang di kost, kamu nanti bisa pasang di kamar kamu, ya kan,?? "
"Oo iya ya, yuk, habis itu kamu kirim ke aku ya."
"Sip,,". Kuambil beberapa foto kami dari mulai foto mesra sampai foto yang lucu.
"Ehm kapan kamu kesini lagi Fi,?? "
"Secepatnya sayang,, Aku pulang dulu ya, jangan kangen terus biar aku kerjanya tenang, gak kepikiran."
"Ihh, dasar GR,, ya udah hati-hati jangan ngebut, inget pesenku tadi."
"Iya-iya,, "
Motorku keluar dari pekarangan rumah Gigi dan melaju kembali ke Puncak untuk melanjutkan kewajiban.
Di tengah jalan ponselku berbunyi,,
"Halo Om,, iya saya perjalanan ke Puncak,, okey saya langsung kesana,"
Apa yang terjadi di Puncak, kenapa nada bicara Om John terdengar sangat emosional, apa yang dilakukan oleh Ijal dan timnya, apa lagi yang direncanakan olehnya. Aku harus terus waspada terhadap Ijal dan teman-temannya, mereka itu jahat tujuan mereka hanya satu ingin merasa paling hebat daripada orang lain. Membuatku kepikiran terus sepanjang perjalanan kembali ke Puncak. Semoga saja aku dihindarkan dari hal-hal yang tidak menyenangkan.
Sesampainya
di villa,
"Heii bro kenapa pada disini? Om John mana??" tanyaku pada teman-teman satu timku yang berkerumun di halaman villa, wajah penuh kekhawatiran tersirat jelas kulihat. Salah satu dari temanku menunjuk ke dalam villa, kemudian aku mendekat ke satu pintu yang samar-samar terdengar suara seperti orang bertengkar didalamnya.
"Don, loe gak bisa buat peraturan sesuka hati tanpa pikirin akibatnya ke anak didik kita, loe bener-bener gak waras, apa sebenarnya maksud loe buat peraturan ini, hah,?? teriak Om John.
"Weits, take it easy, Johnson Saputra. Ini yang disebut balap liar sesungguhnya. Ini mainan lelaki sejati kau pasti lebih mengerti tentang ini, kau kan sudah jauh lebih berpengalaman daripada saya, apa kau takut hah, apa anak didikmu itu tak punya nyali,"??. Gelak tawa riuh terdengar dari seisi ruangan, ku buka sedikit pintunya. Kuintip siapa saja yang ada disana. Selain Om John dan Pak Donny disebelah kanan ada Ijal yang duduk santai sambil meminum sesuatu digelasnya.
"Karena gue sangat berpengalaman di bidang ini, makanya gue harus beri peringatan ke loe, ini semua bukan sekedar tentang kalah menang, takut atau berani, ini nyawa orang taruhannya,, asal loe tau itu,,"ucap Om John
"Saya terima apapun tantangannya," ucapku lantang. Suaraku mengagetkan semua yang ada di dalam ruangan. Aku terobos pintu dan masuk ke dalam, mencampuri pembicaraan mereka. Bukan untuk sok jagoan tapi aku harus ikut dalam debat ini, meyakinkan bahwa tidak ada ketakutan di diriku, walaupun aku tahu bahwa Om John pasti juga memiliki alasan tersendiri kenapa seemosi itu. Om John, Pak Donny dan Ijal beranjak dari tempat duduk masing-masing.
"Dan saya bukan pengecut yang tidak punya nyali, seperti yang anda kira,"tambahku.
"Raffi, kamu diam saja, kamu tidak tahu apa-apa. Biar Om saja yang mengurus masalah ini, silahkan kamu tinggalkan ruangan ini,"ujar Om John.
"Heii bro kenapa pada disini? Om John mana??" tanyaku pada teman-teman satu timku yang berkerumun di halaman villa, wajah penuh kekhawatiran tersirat jelas kulihat. Salah satu dari temanku menunjuk ke dalam villa, kemudian aku mendekat ke satu pintu yang samar-samar terdengar suara seperti orang bertengkar didalamnya.
"Don, loe gak bisa buat peraturan sesuka hati tanpa pikirin akibatnya ke anak didik kita, loe bener-bener gak waras, apa sebenarnya maksud loe buat peraturan ini, hah,?? teriak Om John.
"Weits, take it easy, Johnson Saputra. Ini yang disebut balap liar sesungguhnya. Ini mainan lelaki sejati kau pasti lebih mengerti tentang ini, kau kan sudah jauh lebih berpengalaman daripada saya, apa kau takut hah, apa anak didikmu itu tak punya nyali,"??. Gelak tawa riuh terdengar dari seisi ruangan, ku buka sedikit pintunya. Kuintip siapa saja yang ada disana. Selain Om John dan Pak Donny disebelah kanan ada Ijal yang duduk santai sambil meminum sesuatu digelasnya.
"Karena gue sangat berpengalaman di bidang ini, makanya gue harus beri peringatan ke loe, ini semua bukan sekedar tentang kalah menang, takut atau berani, ini nyawa orang taruhannya,, asal loe tau itu,,"ucap Om John
"Saya terima apapun tantangannya," ucapku lantang. Suaraku mengagetkan semua yang ada di dalam ruangan. Aku terobos pintu dan masuk ke dalam, mencampuri pembicaraan mereka. Bukan untuk sok jagoan tapi aku harus ikut dalam debat ini, meyakinkan bahwa tidak ada ketakutan di diriku, walaupun aku tahu bahwa Om John pasti juga memiliki alasan tersendiri kenapa seemosi itu. Om John, Pak Donny dan Ijal beranjak dari tempat duduk masing-masing.
"Dan saya bukan pengecut yang tidak punya nyali, seperti yang anda kira,"tambahku.
"Raffi, kamu diam saja, kamu tidak tahu apa-apa. Biar Om saja yang mengurus masalah ini, silahkan kamu tinggalkan ruangan ini,"ujar Om John.
"Tidak, biar saya
disini saja, saya juga berhak tahu apa yang terjadi Om,"
Plok, plok, plok
Pak Donny memberi tepukan tangan entah apa maksudnya.
Plok, plok, plok
Pak Donny memberi tepukan tangan entah apa maksudnya.
"Kau dengar sendiri
apa yang diucapkan oleh anak didikmu kan Johnson, apa yang harus diperdebatkan
lagi, lebih baik kalian mempersiapkan diri, silahkan keluar dari ruangan ini,
masih ingatkan pintunya dimana, sampai jumpa nanti dan satu lagi semoga sukses.
"ucap Pak Donny.
Om John dan aku lalu melangkah pergi, kembali terdengar suara tertawa berasal dari dalam ruangan yang menyiratkan sebuah kepuasan. Ku lirik wajah Om John, terpampang ekspresi sangat garang yang pertama kali aku lihat selama aku mengenalnya.
"Race berikutnya adalah kita akan balapan pukul 12 malam, di jalanan dekat danau, tanpa ada pencahayaan yang memadai. "ucapnya sambil terus berjalan.
"Om,," panggilku
"Saya pasti bisa, kita harus bisa Om,"
Om John sama sekali tidak merespon kata-kataku, sampai di depan pintu Om John mengisyaratkan semua tim untuk balik ke villa untuk beristirahat. Temanku bertanya apa yang terjadi tadi, dan aku hanya mengangkat bahuku, pura-pura tidak mengetahui yang sebenarnya sedang terjadi.
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
3 jam sebelum race dimulai,,
Tok,, Tok
"Om, Raffi boleh masuk,??"
"Oo, kamu Fi, masuk aja,"
"Om, lagi gak sibuk kan, ada hal penting yang ingin saya bicarakan sama Om,"
"Gak, Om cuma mempelajari rute race kamu nanti, hal penting apa Fi,??jawabnya sambil terus menatap kertas didepannya.
"Ehm,, begini Om. Saya ingin balapan nanti jadi balapan terakhir saya Om," ucapku. Om John berhenti menatap kertas itu dan beralih memandangku dengan sorot mata tajam. Aku jadi sedikit takut untuk melanjutkan kata-kataku.
"Teruskan,,, ".
Hanya kata itu yang keluar dari mulut beliau. Om John beranjak duduk di sebelahku sekarang, membuka telinganya lebar-lebar, dan memusatkan perhatiannya penuh hanya padaku.
"Ehm seperti yang Om ketahui, keluarga saya tidak ada satupun yang tahu tentang pekerjaan saya ini, sudah terlalu lama saya menyembunyikan ini dari Mama dan adik saya. Dan sekarang saya memiliki satu wanita lagi di hidup saya, saya tidak mau membohonginya." jelasku.
"Kekasih maksudmu,??"
"Iya, Om. Saya sangat mencintainya karena itu saya tidak mau memulai hubungan dengan sebuah kebohongan,".
"Begitu rupanya, lalu kapan kamu akan bilang ke Om Tommy,?? "
"Secepatnya, tapi apa Om menyetujui permintaan saya tadi,"??
"Om tidak bisa memaksa orang untuk tetap tinggal sementara orang itu ingin pergi, kalau sudah jadi keputusan kamu, ya Om hanya bisa mengerti."
"Terimakasih Om,, apabila Om bersedia, ehm maukah Om menemani saya menyampaikan ini kepada Om Tommy,?? tanyaku lagi
"Pasti, tapi sebelum itu pertemukan Om dengan wanita yang kamu cintai itu, Om ingin tahu seperti apa wanita yang bisa membuatmu seperti ini."
"Baik Om, secepatnya Raffi bawa dia bertemu dengan Om, sekali lagi terimakasih Om untuk semuanya," ucapku lega.
"Iya,, istirahatlah sebentar sebelum race nanti malam, agar kau tak mengantuk dan tetap konsentrasi," pesan Om John.
"Baik Om, saya balik ke kamar dulu,permisi,"
Plong rasanya, keinginanku yang sudah lama aku pendam sudah berhasil aku sampaikan, dan ternyata semuanya baik-baik saja, Om John menerima kenyataan ini tidak seperti yang aku bayangkan bahwa beliau akan marah dan menolak permintaanku. Hanya senyuman yang terdapat di wajahku sekarang. Aku pun kembali ke kamar, saat masuk kamar, suara ponselku yang memang aku tinggal di kamar berdering terlihat nama Gigi yang memanggil.
"Halo sayangku,, kangen ya hehehe, halo Gi,, eh kamu kenapa kok nangis,"tanyaku cemas.
"Aku gak bisa tidur Fi,,"ucapnya sambil terisak
"Emang kenapa kok gak bisa tidur,??"
"Gak tau,"katanya lagi dengan suara tangisnya
Aku sangat mengerti apa arti dibalik kata-kata Gigi barusan, dia ingin diperhatikan, dia sedang membutuhkanku sekarang. Gigi sedang ingin dimanja kalau begini. Tapi berhubung kita berdua sedang dalam jarak yang jauh aku tidak bisa memeluknya secara langsung. Salah satu cara untuk membuatnya tenang adalah pelukanku.
"Gini deh Gi, kamu loudspeaker teleponnya aku mau ngelakuin sesuatu biar kamu bisa cepet bobo dan gak nangis lagi."
"Ngelakuin apa,??"
"Nanti juga kamu tau, cepetan lakuin,"
"Iya, ini udah aku loudspeaker,,"
Kuaktifkan music player milikku,lalu kupilih satu lagu yang akan ku nyanyikan sebagai lagu pengantar tidur untuk bidadariku. Semoga Gigi menyukainya.
~ Saat malam,hatimu mencari dalam lelahmu memikirkanku,
~Namun aku yang disini hanya terdiam dan membayangkan,
~Seandainya ku dapat menemanimu malam ini hilangkan sepi,
~ Seharusnya ku ada disisimu dan ku terjaga hingga kau terlelap mimpi,
~ Dan kuharap kan selalu ada warna indahmu tanpa hadirku,
~ Percayalah aku pun menunggu hingga nanti kan bertemu lagi,
[Seandainya-The Titans]
"Hiks,hiks,, "
"Kok malah tambah kenceng nangisnya, gak suka lagunya, ayo dong jangan cengeng ah nanti imut nya ilang loh,hehehe,"
"Lagunya bagus, makasih ya Fi,,"
"Kamu suka, udah gak sedih lagi kan jadinya,?? "
"Suka banget,, iya aku udah gak sedih lagi, cuma kamu yang bisa buat aku seneng, gak ada yang lain,masih seperti kita waktu sekolah dulu, tapi ada yang kurang, "
"Ehm, apalagi,,!??"
"Pengennya kamu disini, nyanyi langsung didepan aku, habis itu pelukin aku,,"
"Aku juga maunya gitu Gi, nanti ya setelah aku pulang ke Jakarta."
"Iya, terimakasih Fi,"
"Sama-sama, aku akan terus selalu berusaha jadi satu-satunya lelaki yang bisa bikin kamu senyum Gi, ya udah kamu bobo gih, ini kan udah malem,"
"Kamu juga harus istirahat jangan kerja terus,, aku bobo dulu ya," pamit Gigi
"Heii, Nagita Slavina,,"
"Iya,, kenapa,,"ucapnya terkejut
"I love you,,"
"hehe, I love you too Raffi Ahmad, i love you so much,"
"Good night, Gi mimpiin aku ya, bye"
"Pasti, good night too,bye"
Enggan rasanya menutup telepon dari Gigi, aku ingin terus menerus mendengar suaranya karena suaranya laksana candu, membuatku mabuk, mabuk cinta. Tersisa satu jam lagi sebelum race dimulai, aku tidak bisa tidur sebenarnya, aku lebih memilih melakukan pemanasan ringan kalau aku tidur pun bisa-bisa tidak jadi mengikuti race, karena aku susah dibangunkan.
Om John dan aku lalu melangkah pergi, kembali terdengar suara tertawa berasal dari dalam ruangan yang menyiratkan sebuah kepuasan. Ku lirik wajah Om John, terpampang ekspresi sangat garang yang pertama kali aku lihat selama aku mengenalnya.
"Race berikutnya adalah kita akan balapan pukul 12 malam, di jalanan dekat danau, tanpa ada pencahayaan yang memadai. "ucapnya sambil terus berjalan.
"Om,," panggilku
"Saya pasti bisa, kita harus bisa Om,"
Om John sama sekali tidak merespon kata-kataku, sampai di depan pintu Om John mengisyaratkan semua tim untuk balik ke villa untuk beristirahat. Temanku bertanya apa yang terjadi tadi, dan aku hanya mengangkat bahuku, pura-pura tidak mengetahui yang sebenarnya sedang terjadi.
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
3 jam sebelum race dimulai,,
Tok,, Tok
"Om, Raffi boleh masuk,??"
"Oo, kamu Fi, masuk aja,"
"Om, lagi gak sibuk kan, ada hal penting yang ingin saya bicarakan sama Om,"
"Gak, Om cuma mempelajari rute race kamu nanti, hal penting apa Fi,??jawabnya sambil terus menatap kertas didepannya.
"Ehm,, begini Om. Saya ingin balapan nanti jadi balapan terakhir saya Om," ucapku. Om John berhenti menatap kertas itu dan beralih memandangku dengan sorot mata tajam. Aku jadi sedikit takut untuk melanjutkan kata-kataku.
"Teruskan,,, ".
Hanya kata itu yang keluar dari mulut beliau. Om John beranjak duduk di sebelahku sekarang, membuka telinganya lebar-lebar, dan memusatkan perhatiannya penuh hanya padaku.
"Ehm seperti yang Om ketahui, keluarga saya tidak ada satupun yang tahu tentang pekerjaan saya ini, sudah terlalu lama saya menyembunyikan ini dari Mama dan adik saya. Dan sekarang saya memiliki satu wanita lagi di hidup saya, saya tidak mau membohonginya." jelasku.
"Kekasih maksudmu,??"
"Iya, Om. Saya sangat mencintainya karena itu saya tidak mau memulai hubungan dengan sebuah kebohongan,".
"Begitu rupanya, lalu kapan kamu akan bilang ke Om Tommy,?? "
"Secepatnya, tapi apa Om menyetujui permintaan saya tadi,"??
"Om tidak bisa memaksa orang untuk tetap tinggal sementara orang itu ingin pergi, kalau sudah jadi keputusan kamu, ya Om hanya bisa mengerti."
"Terimakasih Om,, apabila Om bersedia, ehm maukah Om menemani saya menyampaikan ini kepada Om Tommy,?? tanyaku lagi
"Pasti, tapi sebelum itu pertemukan Om dengan wanita yang kamu cintai itu, Om ingin tahu seperti apa wanita yang bisa membuatmu seperti ini."
"Baik Om, secepatnya Raffi bawa dia bertemu dengan Om, sekali lagi terimakasih Om untuk semuanya," ucapku lega.
"Iya,, istirahatlah sebentar sebelum race nanti malam, agar kau tak mengantuk dan tetap konsentrasi," pesan Om John.
"Baik Om, saya balik ke kamar dulu,permisi,"
Plong rasanya, keinginanku yang sudah lama aku pendam sudah berhasil aku sampaikan, dan ternyata semuanya baik-baik saja, Om John menerima kenyataan ini tidak seperti yang aku bayangkan bahwa beliau akan marah dan menolak permintaanku. Hanya senyuman yang terdapat di wajahku sekarang. Aku pun kembali ke kamar, saat masuk kamar, suara ponselku yang memang aku tinggal di kamar berdering terlihat nama Gigi yang memanggil.
"Halo sayangku,, kangen ya hehehe, halo Gi,, eh kamu kenapa kok nangis,"tanyaku cemas.
"Aku gak bisa tidur Fi,,"ucapnya sambil terisak
"Emang kenapa kok gak bisa tidur,??"
"Gak tau,"katanya lagi dengan suara tangisnya
Aku sangat mengerti apa arti dibalik kata-kata Gigi barusan, dia ingin diperhatikan, dia sedang membutuhkanku sekarang. Gigi sedang ingin dimanja kalau begini. Tapi berhubung kita berdua sedang dalam jarak yang jauh aku tidak bisa memeluknya secara langsung. Salah satu cara untuk membuatnya tenang adalah pelukanku.
"Gini deh Gi, kamu loudspeaker teleponnya aku mau ngelakuin sesuatu biar kamu bisa cepet bobo dan gak nangis lagi."
"Ngelakuin apa,??"
"Nanti juga kamu tau, cepetan lakuin,"
"Iya, ini udah aku loudspeaker,,"
Kuaktifkan music player milikku,lalu kupilih satu lagu yang akan ku nyanyikan sebagai lagu pengantar tidur untuk bidadariku. Semoga Gigi menyukainya.
~ Saat malam,hatimu mencari dalam lelahmu memikirkanku,
~Namun aku yang disini hanya terdiam dan membayangkan,
~Seandainya ku dapat menemanimu malam ini hilangkan sepi,
~ Seharusnya ku ada disisimu dan ku terjaga hingga kau terlelap mimpi,
~ Dan kuharap kan selalu ada warna indahmu tanpa hadirku,
~ Percayalah aku pun menunggu hingga nanti kan bertemu lagi,
[Seandainya-The Titans]
"Hiks,hiks,, "
"Kok malah tambah kenceng nangisnya, gak suka lagunya, ayo dong jangan cengeng ah nanti imut nya ilang loh,hehehe,"
"Lagunya bagus, makasih ya Fi,,"
"Kamu suka, udah gak sedih lagi kan jadinya,?? "
"Suka banget,, iya aku udah gak sedih lagi, cuma kamu yang bisa buat aku seneng, gak ada yang lain,masih seperti kita waktu sekolah dulu, tapi ada yang kurang, "
"Ehm, apalagi,,!??"
"Pengennya kamu disini, nyanyi langsung didepan aku, habis itu pelukin aku,,"
"Aku juga maunya gitu Gi, nanti ya setelah aku pulang ke Jakarta."
"Iya, terimakasih Fi,"
"Sama-sama, aku akan terus selalu berusaha jadi satu-satunya lelaki yang bisa bikin kamu senyum Gi, ya udah kamu bobo gih, ini kan udah malem,"
"Kamu juga harus istirahat jangan kerja terus,, aku bobo dulu ya," pamit Gigi
"Heii, Nagita Slavina,,"
"Iya,, kenapa,,"ucapnya terkejut
"I love you,,"
"hehe, I love you too Raffi Ahmad, i love you so much,"
"Good night, Gi mimpiin aku ya, bye"
"Pasti, good night too,bye"
Enggan rasanya menutup telepon dari Gigi, aku ingin terus menerus mendengar suaranya karena suaranya laksana candu, membuatku mabuk, mabuk cinta. Tersisa satu jam lagi sebelum race dimulai, aku tidak bisa tidur sebenarnya, aku lebih memilih melakukan pemanasan ringan kalau aku tidur pun bisa-bisa tidak jadi mengikuti race, karena aku susah dibangunkan.
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Terdiri
dari 5 tim, termasuk aku dan Ijal. Kami semua sudah bersiap di arena lintasan
yang ditentukan. Lintasan yang sangat mengerikan, gelap gulita, kita hanya
bermodal cahaya lampu motor masing-masing dan cahaya lampu milik warga yang
tidak seberapa terangnya. Kalau salah-salah bisa saja aku celaka nanti, untuk
itu aku hanya tinggal menghafal rute yang diberikan Om John padaku tadi.
Sebenarnya walaupun kita ada di sebuah balapan liar tapi tidak seperti ini juga
tingkat keliarannya. Mereka juga tidak mempertimbangkan suara deru motor yang
akan mengganggu kenyamanan tidur warga sekitar. Banyak hal yang tidak masuk
akal kali ini. Cahaya juga sangat penting untuk menjaga pengendara tetap di
jalurnya. Selain itu udara malam yang dingin dan kabut tebal sudah mulai
terasa, menyelimuti malam membuat semua badan menjadi kaku susah digerakkan.
Panitia sudah memanggil para rider agar bersiap-siap di garis start dengan
pengeras suara, kulihat Ijal tersenyum padaku seperti biasa sebuah senyuman
licik.
"Are you ready guys,???"
1,,2,,3,,go,,,,
Balapan dimulai, aku berada di posisi kedua dibelakang Ijal, terus terang aku merasa kesulitan untuk melihat kedepan, jarak pandangan mata sangat terbatas, kabut tebal membuat kacamataku menjadi sedikit mengembun. Pandangan menjadi kabur, lebih baik tidak terburu-buru asalkan finish dengan selamat. Menang atau kalah hasilnya nanti biarkan saja. Aku sudah tidak memperdulikannya lagi, aku hanya bisa berharap bertemu lagi dengan orang-orang yang aku sayangi dalam keadaan sehat tanpa kurang suatu apapun. Dan akhirnya sampai di putaran terakhir, masih di urutan posisi yang sama.
Tiba-tiba,,
Brukkk,, Ijal terjatuh karena terpeleset kerikil-kerikil kecil yang licin,,tampak kesakitan dia. Ku hentikan motorku dan menoleh ke arahnya, mencoba memastikan apakah dia butuh pertolongan atau tidak. Tapi sepertinya dia tidak apa-apa, dia masih bisa bangkit. Luka menganga ditangan kanan tak dihiraukan olehnya. Ijal sangat berambisi untuk menang, apa yang sebenarnya dia cari dari ini semua. Entahlah,lebih baik aku terus melaju berjuang agar sampai garis finish. Semakin cepat semakin baik. Aku tinggal beberapa meter lagi,garis finish sudah ada didepan mata dan yess aku berhasil mencapai garis finish di posisi pertama disusul Ijal di posisi kedua. Aku disambut gembira oleh Om John dan teman-teman timku.
"Wuhuuu, loe menang bro,, kita menang,, "
"Selamat Fi,, kamu luar biasa,,"
"Terimakasih, terimakasih,,"
Ucapan selamat terus datang dari teman-teman tim dan para rider lain, selain kebahagiaan atas kemenangan ini, aku lebih bahagia karena masih dalam keadaan sehat tidak ada luka atau lecet sedikitpun, walaupun rasa lelah dan sedikit kedinginan masih terasa di badan.
Di sela euforia kemenangan kami semua, tampak ada sekelompok orang yang mendekat ke arah kami, Pak Donny dan Ijal beserta tim rupanya. Om John berdiri paling depan berjaga-jaga kalau sesuatu akan terjadi, mungkin saja mereka tidak terima dengan kekalahannya. Memang tidak dapat dipungkiri dari ekspresi mereka yang begitu marah, mereka tidak terima dengan kenyataan yang terjadi.
"Ada yang bisa gue bantu,?? "ucap Om John
"Selamat John,, dan ini hadiahnya,"
"Terimakasih,"
Entah apa maksudnya kenapa penyerahan hadiah tidak dilakukan di podium seperti biasanya, padahal podium juga sudah disediakan.
"Sampai jumpa di race berikutnya,,".
Hanya itu yang terucap dari mereka, tanpa ada yang lain. Mereka lalu pergi.
"Ijal,,"panggil ku
"Tangan loe gak papa,??"
Ijal pun hanya diam dan berlalu,tidak menghargai perhatian orang lain. Rizal masih sama saja seperti dulu tidak pernah bisa menerima kekalahan, dia terlalu sibuk memikirkan bagaimana caranya untuk jadi yang paling hebat dalam hal apapun hingga tak memikirkan apa yang ada di sekitarnya.
"Are you ready guys,???"
1,,2,,3,,go,,,,
Balapan dimulai, aku berada di posisi kedua dibelakang Ijal, terus terang aku merasa kesulitan untuk melihat kedepan, jarak pandangan mata sangat terbatas, kabut tebal membuat kacamataku menjadi sedikit mengembun. Pandangan menjadi kabur, lebih baik tidak terburu-buru asalkan finish dengan selamat. Menang atau kalah hasilnya nanti biarkan saja. Aku sudah tidak memperdulikannya lagi, aku hanya bisa berharap bertemu lagi dengan orang-orang yang aku sayangi dalam keadaan sehat tanpa kurang suatu apapun. Dan akhirnya sampai di putaran terakhir, masih di urutan posisi yang sama.
Tiba-tiba,,
Brukkk,, Ijal terjatuh karena terpeleset kerikil-kerikil kecil yang licin,,tampak kesakitan dia. Ku hentikan motorku dan menoleh ke arahnya, mencoba memastikan apakah dia butuh pertolongan atau tidak. Tapi sepertinya dia tidak apa-apa, dia masih bisa bangkit. Luka menganga ditangan kanan tak dihiraukan olehnya. Ijal sangat berambisi untuk menang, apa yang sebenarnya dia cari dari ini semua. Entahlah,lebih baik aku terus melaju berjuang agar sampai garis finish. Semakin cepat semakin baik. Aku tinggal beberapa meter lagi,garis finish sudah ada didepan mata dan yess aku berhasil mencapai garis finish di posisi pertama disusul Ijal di posisi kedua. Aku disambut gembira oleh Om John dan teman-teman timku.
"Wuhuuu, loe menang bro,, kita menang,, "
"Selamat Fi,, kamu luar biasa,,"
"Terimakasih, terimakasih,,"
Ucapan selamat terus datang dari teman-teman tim dan para rider lain, selain kebahagiaan atas kemenangan ini, aku lebih bahagia karena masih dalam keadaan sehat tidak ada luka atau lecet sedikitpun, walaupun rasa lelah dan sedikit kedinginan masih terasa di badan.
Di sela euforia kemenangan kami semua, tampak ada sekelompok orang yang mendekat ke arah kami, Pak Donny dan Ijal beserta tim rupanya. Om John berdiri paling depan berjaga-jaga kalau sesuatu akan terjadi, mungkin saja mereka tidak terima dengan kekalahannya. Memang tidak dapat dipungkiri dari ekspresi mereka yang begitu marah, mereka tidak terima dengan kenyataan yang terjadi.
"Ada yang bisa gue bantu,?? "ucap Om John
"Selamat John,, dan ini hadiahnya,"
"Terimakasih,"
Entah apa maksudnya kenapa penyerahan hadiah tidak dilakukan di podium seperti biasanya, padahal podium juga sudah disediakan.
"Sampai jumpa di race berikutnya,,".
Hanya itu yang terucap dari mereka, tanpa ada yang lain. Mereka lalu pergi.
"Ijal,,"panggil ku
"Tangan loe gak papa,??"
Ijal pun hanya diam dan berlalu,tidak menghargai perhatian orang lain. Rizal masih sama saja seperti dulu tidak pernah bisa menerima kekalahan, dia terlalu sibuk memikirkan bagaimana caranya untuk jadi yang paling hebat dalam hal apapun hingga tak memikirkan apa yang ada di sekitarnya.
Bersambung,,,
0 Response to "Cerbung Raffi Nagita "Kembalilah Cinta" Part 18"
Post a Comment