
Cerbung
by : Rini Diah Mardiyati
Pagi
menjelang,
Kurasakan kesemutan di bagian kaki sampai ke bagian paha yang membuatku jadi terbangun dari tidur, sejenak terdiam mengucek mata dan mengumpulkan kesadaran. Setelah sadar dan saat aku ingin bangkit dari posisi tidurku, tanganku ini bergerak dan menyentuh tubuh seseorang. Dan rupanya ada seorang bidadari cantik yang sedang tertidur di pangkuanku saat ini. Aku baru ingat tentang kejadian kemarin malam, yang memang semalaman hujan turun tidak kunjung reda dan Gigi tetep kekeuh dengan keinginannya agar aku menginap saja di rumahnya. Mau bagaimana lagi, kalau aku tidak menurutinya pasti dia akan marah. Pasti dia akan mengomel tiada henti nantinya. Aku ingin bangun untuk merenggangkan otot sejenak tapi tidak mungkin aku menganggu tidurnya yang terlihat begitu sangat nyenyak, kulihat sekeliling mencoba mencari sesuatu lalu kudapati ada sebuah bantal berbentuk kepala salah satu tokoh disney, mickey mouse. Tepat berada di ujung tangan disebelah kananku. Dengan sedikit perjuangan akhirnya bisa kuraih bantal boneka itu secara perlahan-lahan untuk mengganjal kepala Gigi sebagai pengganti pangkuanku. Setelah semalam kami saling mengungkapkan perasaan masing-masing, mengetahui bahwa kami juga tidak bisa lagi kehilangan satu sama lain, tidak bisa kalau berada di tempat yang saling berjauhan, dan tidak bisa kalau tidak bertemu saling tatap muka.
Untuk kali pertama kami tertidur bersama biarpun hanya di sofa, posisiku yang duduk dan Gigi yang terbaring di pangkuanku membuatku begitu bahagia. Tidak ada hal lain yang akan kuminta selain kebahagiaan wanitaku ini. Selesai mensyukuri nikmat yang diberikan kemudian kutengok jam tangan di tanganku rupanya sudah saatnya aku untuk pergi, kubelai rambut Gigi kemudian aku melakukan kegiatan favoritku, menatap setiap lekuk wajahnya. Hanya sekedar untuk pengobat rindu jika nanti tak dapat berjumpa dengannya. Ku kecup keningnya tanda sayang, dan cintaku yang teramat besar padanya.
"Heii, belahan jiwa, kenapa kamu masih tidur sih, aku udah bangun nih, malahan aku udah siap-siap mau pergi lho ini, kamu gak cegah aku, hem,kan aku gak tega bangunin kamu jadi kamu bangun sendiri dong, sayang bangun dong," gumamku lirih sambil memainkan hidung Gigi.
Tapi usahaku tidak berhasil. Gigi tak bergeming sedikitpun, tidurnya sangat pulas rupanya. Tak ada tanda-tanda dia akan membuka matanya. Karena waktu tersisa sudah sangat mepet,sepertinya aku harus benar-benar pergi lalu aku meraih jaket kesayanganku dan pulang.
"Ya udah ya, sampai jumpa tuan putri yang cantik, aku pasti akan kembali lagi nanti, secepat kilat. Aku janji. Helm dari kamu nih bakal aku pake terus, i love you, "ucapku lembut karena takut dia terbangun.
"Sampai ketemu lagi sayang, muahh,"
Untuk pertama kalinya juga, di pagi ini aku berpamitan pada Gigi untuk pergi bekerja, berat rasa hati untuk pergi tapi aku tetap harus melakukannya. Ketika aku hendak turun ke bawah, aku bertemu dengan Bik Surti yang sedang membersihkan ruangan.
"Pagi bik, udah sibuk aja,"
"Ya kan emang ini sudah tugas saya Mas."
"Betul juga, semangat bik Surti,, hehehe. "
"Mas Raffi mau pulang, ini masih pagi banget lho,"
"Iya Bik,,"
"Non Gigi belum bangun ya Mas?? "
"Belum dia masih tidur dikamar, makanya saya mau pulang,takutnya ditahan lagi kayak semalam bik hehehe,"
"Kalau non Gigi tanya, saya jawab apa Mas,??"
"Nanti kalo Gigi bangun bilang aja saya gak bangunin dia karena takut ganggu tidurnya jadi gak bisa pamit secara langsung sama dia, gitu bik, paham kan, " tambahku
"Iya Mas, bibi ngerti,"
"Ya udah, saya pergi dulu bik,,"
"Mas Raffi gak sarapan dulu, biar saya siapkan sebentar,"
"Gak usah bik, buru-buru soalnya ada urusan pekerjaan, udah ditunggu juga sama orang."
"Oo begitu, ya sudah Mas Raffi hati-hati, "
"Pamit dulu bik, Assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam"
Aku keluar rumah dan bertemu dengan pak Bambang saat ingin mengambil motorku di garasi.
"Pagi pak,,"
"Eh,, Mas Raffi bikin kaget aja, mau pulang ya,??
"Iya pak,"
"Biar saya bantu mas ngeluarin motornya,"
"Terimakasih pak,"
"Nah, ini motornya mas,"
"Okey pak,, "
"Oh ya Mas, maaf ya buat yang kemarin, saya gak maksud ganggu,"
Untuk beberapa detik aku coba mengingat apa yang dimaksud pak Bambang tentang 'yang kemarin'. Lalu terlintas kejadian memalukan saat aku ingin mencium Gigi tapi kepergok oleh Pak Bambang. Aku jadi teringat kembali dan benar-benar merasa sungkan kepada pak Bambang
"Oo yang itu Pak,, ehm ya sudah lupain aja Pak, saya jadi malu kalo ingat itu,"
"Hehehe, saya juga pernah muda Mas Raffi, jadi saya kurang lebih mengertilah tentang itu,, "
"Iya pak, saya jalan dulu ya, tapi ingat jangan bilang siapa-siapa ya tentang itu Pak, itu rahasia kita saja ya hehehe."
"Siap Mas, silahkan,, hati-hati di jalan Mas Raffi,"
"Mari Pak,,"
Ku hidupkan mesin motorku lalu beranjak pergi ke basecamp menemui Om John. Sesampainya di basecamp, semua anggota tim tampak sudah siap untuk berangkat ke Puncak. Semua sibuk dengan urusan masing-masing, setelah selesai menyapa Om John beserta seluruh tim lalu aku melipir ke kamar mandi basecamp untuk bersih-bersih. 20 menit kemudian aku turun kembali ke bawah bergabung dengan semua teman-teman dan tim yang sudah siap untuk berangkat.
"Pagi bro, gimana udah siap semuanya,?? "
"Udah bro,menurut gue sih semua beres tapi gimana kalo loe coba dulu sebelum dibawa, takutnya kalo ada yang gak enak jadi biar cepet ditangani disini,"
"Boleh,boleh,, "
"Nih kuncinya bro,"
Kunaiki motor kesayangan sekaligus andalanku, menguji coba mesin dan onderdil yang baru karena memang ada yang diganti, beberapa putaran saja cukup menurutku, aku berikan dua jempol pertanda motor ini sudah nyaman digunakan.
"Semuanya oke bro,,"ucapku
"Syukurlah, tapi sepertinya ada yang baru nih,"
"Apaan,, oh helm ini,, iya baru dikasih kemaren keren gak,, keren kan,,"
"Keren kok, cocok buat loe bro, pasti dari cewek loe kan, hayo ngaku aja,"
"Ah mau tau aja loe bro, eh tuh Om John udah nyuruh ngumpul, yuk bro,,"
"Huuu, dasar, sukanya ngeles aja,,"
Tujuannya sih memang untuk berbohong agar temanku itu tidak bertanya lebih jauh lagi. Aku agak malu kalau sudah ditanya hal yang berurusan dengan persoalan asmara. Semua percakapan selesai karena dari kejauhan tangan Om John sudah memberi isyarat agar segera berangkat. Aku dan semua tim masuk mobil dan bersiap untuk menghadapi race. Di sepanjang jalan aku terus membawa helm yang diberikan Gigi dan membayangkan wajahnya yang cantik, kira-kira sudah bangun belum ya dia, memang dasar kebo. Tapi biarpun kebo, dia yang membuat hatiku bertekuk lutut. Aku mencintainya. Semua yang aku lakukan sekarang juga demi masa depan kami nanti. Dari Jakarta ke Puncak bisa ditempuh 1,5 jam atau bahkan sampai 3 jam tergantung keadaan jalanan macet atau tidak, tapi tak mengapa macet-macetan asalkan selamat sampai tujuan.
Kurasakan kesemutan di bagian kaki sampai ke bagian paha yang membuatku jadi terbangun dari tidur, sejenak terdiam mengucek mata dan mengumpulkan kesadaran. Setelah sadar dan saat aku ingin bangkit dari posisi tidurku, tanganku ini bergerak dan menyentuh tubuh seseorang. Dan rupanya ada seorang bidadari cantik yang sedang tertidur di pangkuanku saat ini. Aku baru ingat tentang kejadian kemarin malam, yang memang semalaman hujan turun tidak kunjung reda dan Gigi tetep kekeuh dengan keinginannya agar aku menginap saja di rumahnya. Mau bagaimana lagi, kalau aku tidak menurutinya pasti dia akan marah. Pasti dia akan mengomel tiada henti nantinya. Aku ingin bangun untuk merenggangkan otot sejenak tapi tidak mungkin aku menganggu tidurnya yang terlihat begitu sangat nyenyak, kulihat sekeliling mencoba mencari sesuatu lalu kudapati ada sebuah bantal berbentuk kepala salah satu tokoh disney, mickey mouse. Tepat berada di ujung tangan disebelah kananku. Dengan sedikit perjuangan akhirnya bisa kuraih bantal boneka itu secara perlahan-lahan untuk mengganjal kepala Gigi sebagai pengganti pangkuanku. Setelah semalam kami saling mengungkapkan perasaan masing-masing, mengetahui bahwa kami juga tidak bisa lagi kehilangan satu sama lain, tidak bisa kalau berada di tempat yang saling berjauhan, dan tidak bisa kalau tidak bertemu saling tatap muka.
Untuk kali pertama kami tertidur bersama biarpun hanya di sofa, posisiku yang duduk dan Gigi yang terbaring di pangkuanku membuatku begitu bahagia. Tidak ada hal lain yang akan kuminta selain kebahagiaan wanitaku ini. Selesai mensyukuri nikmat yang diberikan kemudian kutengok jam tangan di tanganku rupanya sudah saatnya aku untuk pergi, kubelai rambut Gigi kemudian aku melakukan kegiatan favoritku, menatap setiap lekuk wajahnya. Hanya sekedar untuk pengobat rindu jika nanti tak dapat berjumpa dengannya. Ku kecup keningnya tanda sayang, dan cintaku yang teramat besar padanya.
"Heii, belahan jiwa, kenapa kamu masih tidur sih, aku udah bangun nih, malahan aku udah siap-siap mau pergi lho ini, kamu gak cegah aku, hem,kan aku gak tega bangunin kamu jadi kamu bangun sendiri dong, sayang bangun dong," gumamku lirih sambil memainkan hidung Gigi.
Tapi usahaku tidak berhasil. Gigi tak bergeming sedikitpun, tidurnya sangat pulas rupanya. Tak ada tanda-tanda dia akan membuka matanya. Karena waktu tersisa sudah sangat mepet,sepertinya aku harus benar-benar pergi lalu aku meraih jaket kesayanganku dan pulang.
"Ya udah ya, sampai jumpa tuan putri yang cantik, aku pasti akan kembali lagi nanti, secepat kilat. Aku janji. Helm dari kamu nih bakal aku pake terus, i love you, "ucapku lembut karena takut dia terbangun.
"Sampai ketemu lagi sayang, muahh,"
Untuk pertama kalinya juga, di pagi ini aku berpamitan pada Gigi untuk pergi bekerja, berat rasa hati untuk pergi tapi aku tetap harus melakukannya. Ketika aku hendak turun ke bawah, aku bertemu dengan Bik Surti yang sedang membersihkan ruangan.
"Pagi bik, udah sibuk aja,"
"Ya kan emang ini sudah tugas saya Mas."
"Betul juga, semangat bik Surti,, hehehe. "
"Mas Raffi mau pulang, ini masih pagi banget lho,"
"Iya Bik,,"
"Non Gigi belum bangun ya Mas?? "
"Belum dia masih tidur dikamar, makanya saya mau pulang,takutnya ditahan lagi kayak semalam bik hehehe,"
"Kalau non Gigi tanya, saya jawab apa Mas,??"
"Nanti kalo Gigi bangun bilang aja saya gak bangunin dia karena takut ganggu tidurnya jadi gak bisa pamit secara langsung sama dia, gitu bik, paham kan, " tambahku
"Iya Mas, bibi ngerti,"
"Ya udah, saya pergi dulu bik,,"
"Mas Raffi gak sarapan dulu, biar saya siapkan sebentar,"
"Gak usah bik, buru-buru soalnya ada urusan pekerjaan, udah ditunggu juga sama orang."
"Oo begitu, ya sudah Mas Raffi hati-hati, "
"Pamit dulu bik, Assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam"
Aku keluar rumah dan bertemu dengan pak Bambang saat ingin mengambil motorku di garasi.
"Pagi pak,,"
"Eh,, Mas Raffi bikin kaget aja, mau pulang ya,??
"Iya pak,"
"Biar saya bantu mas ngeluarin motornya,"
"Terimakasih pak,"
"Nah, ini motornya mas,"
"Okey pak,, "
"Oh ya Mas, maaf ya buat yang kemarin, saya gak maksud ganggu,"
Untuk beberapa detik aku coba mengingat apa yang dimaksud pak Bambang tentang 'yang kemarin'. Lalu terlintas kejadian memalukan saat aku ingin mencium Gigi tapi kepergok oleh Pak Bambang. Aku jadi teringat kembali dan benar-benar merasa sungkan kepada pak Bambang
"Oo yang itu Pak,, ehm ya sudah lupain aja Pak, saya jadi malu kalo ingat itu,"
"Hehehe, saya juga pernah muda Mas Raffi, jadi saya kurang lebih mengertilah tentang itu,, "
"Iya pak, saya jalan dulu ya, tapi ingat jangan bilang siapa-siapa ya tentang itu Pak, itu rahasia kita saja ya hehehe."
"Siap Mas, silahkan,, hati-hati di jalan Mas Raffi,"
"Mari Pak,,"
Ku hidupkan mesin motorku lalu beranjak pergi ke basecamp menemui Om John. Sesampainya di basecamp, semua anggota tim tampak sudah siap untuk berangkat ke Puncak. Semua sibuk dengan urusan masing-masing, setelah selesai menyapa Om John beserta seluruh tim lalu aku melipir ke kamar mandi basecamp untuk bersih-bersih. 20 menit kemudian aku turun kembali ke bawah bergabung dengan semua teman-teman dan tim yang sudah siap untuk berangkat.
"Pagi bro, gimana udah siap semuanya,?? "
"Udah bro,menurut gue sih semua beres tapi gimana kalo loe coba dulu sebelum dibawa, takutnya kalo ada yang gak enak jadi biar cepet ditangani disini,"
"Boleh,boleh,, "
"Nih kuncinya bro,"
Kunaiki motor kesayangan sekaligus andalanku, menguji coba mesin dan onderdil yang baru karena memang ada yang diganti, beberapa putaran saja cukup menurutku, aku berikan dua jempol pertanda motor ini sudah nyaman digunakan.
"Semuanya oke bro,,"ucapku
"Syukurlah, tapi sepertinya ada yang baru nih,"
"Apaan,, oh helm ini,, iya baru dikasih kemaren keren gak,, keren kan,,"
"Keren kok, cocok buat loe bro, pasti dari cewek loe kan, hayo ngaku aja,"
"Ah mau tau aja loe bro, eh tuh Om John udah nyuruh ngumpul, yuk bro,,"
"Huuu, dasar, sukanya ngeles aja,,"
Tujuannya sih memang untuk berbohong agar temanku itu tidak bertanya lebih jauh lagi. Aku agak malu kalau sudah ditanya hal yang berurusan dengan persoalan asmara. Semua percakapan selesai karena dari kejauhan tangan Om John sudah memberi isyarat agar segera berangkat. Aku dan semua tim masuk mobil dan bersiap untuk menghadapi race. Di sepanjang jalan aku terus membawa helm yang diberikan Gigi dan membayangkan wajahnya yang cantik, kira-kira sudah bangun belum ya dia, memang dasar kebo. Tapi biarpun kebo, dia yang membuat hatiku bertekuk lutut. Aku mencintainya. Semua yang aku lakukan sekarang juga demi masa depan kami nanti. Dari Jakarta ke Puncak bisa ditempuh 1,5 jam atau bahkan sampai 3 jam tergantung keadaan jalanan macet atau tidak, tapi tak mengapa macet-macetan asalkan selamat sampai tujuan.
Di
Kamar Nagita,,
Hoahmmmm
"Raffi,," ucapku tersadar dan mencari keberadaannya, lalu melihat sekeliling ketika sudah sepenuhnya sadar dari tidurku. Aku bingung, Raffi dimana jangan bilang semalam hanya sebuah mimpi belaka, jangan bilang semua ini hanya sekedar bayangan dan jangan bilang kalau Raffi meninggalkan aku seperti waktu itu. Mataku berkaca-kaca menahan tangis. Aku berlari menuruni tangga.
"Raffi,,, Raffi,,, kamu dimana,??
"Ada apa Non pagi-pagi udah teriak-teriak,?? ucap bik Surti mengagetkanku
"Bik,, Raffi mana, Raffi dateng kan semalem, Raffi nginep disini kan semalem ??
Aku memberondong bik Surti dengan pertanyaan-pertanyaan tentang Raffi hanya untuk sekedar meyakinkan diriku sendiri bahwa kejadian semalam bukan hanya mimpi, bahwa semalam adalah kejadian nyata.
"Iya Non, kan kemaren mas Raffi tidur di sofa bareng Non diatas, gak dibolehin pulang sama Non karena hujan deres, masak Non lupa."
"Alhamdulillah,, "
"Memangnya, ada apa Non,??"
"Oh, gapapa bik,, "
Kuhela nafas, aku duduk di kursi sambil menarik nafas panjang. Aku lega. Syukurlah kejadian semalam memang benar terjadi adanya bahwa aku sudah resmi menjadi seseorang yang penting didalam hidup Raffi. Bukan hanya sekedar bunga tidurku. Memang semalam itu menjadi satu peristiwa penting di hidupku. Paling tidak Raffi sekarang telah menjadi milikku begitu pula sebaliknya. Aku sudah memiliki seseorang untuk berkasih sayang, untuk saling menguatkan bila sedang tertimpa masalah. Tapi kenapa sepagi ini dia sudah meninggalkanku tanpa berpamitan.
"Sekarang Raffi nya kemana bik,??"
"Tadi mas Raffi pesen ke saya, kalo Non tanya kenapa gak ngebangunin Non, karena Mas Raffi takut ganggu tidurnya Non, lagian tadi pagi Mas Raffi juga buru-buru katanya, sampai gak sempet buat sarapan."
"Oo, begitu. Makasih ya bik, saya mau mandi dulu kalo gitu, makasih buat penjelasannya bik Surti."
Kenapa aku bertanya pada bik Surti tentang kemana perginya Raffi bukankah memang semalam Raffi sudah berpamitan untuk pergi ke luar kota untuk beberapa hari, kenapa aku bisa lupa. Dasar pelupa. Aku juga terlalu kebo kalau sudah tidur susah dibangunkan. Sampai-sampai tidak tahu kalau Raffi sudah pergi. Sebaiknya ku hubungi saja dia nanti. Aku jadi senyum-senyum sendiri ketika mengingat apa yang diungkapkan Raffi padaku, ternyata dia mencintaiku, begitu pula aku yang juga sangat mencintainya. Entah kapan rasa ini ada, yang pasti aku juga menginginkan hal yang sama. Untuk selalu bersama Raffi, saling percaya, saling menghargai, saling menjaga, saling menyayangi dan saling mencintai sampai nanti. Tidak akan melakukan hal-hal yang bisa membuat kita berpisah lagi, Aku juga mencintainya. Itu yang aku yakini sekarang. Berharap kami memang ditakdirkan Tuhan untuk selalu bersama. Selamanya.
Hoahmmmm
"Raffi,," ucapku tersadar dan mencari keberadaannya, lalu melihat sekeliling ketika sudah sepenuhnya sadar dari tidurku. Aku bingung, Raffi dimana jangan bilang semalam hanya sebuah mimpi belaka, jangan bilang semua ini hanya sekedar bayangan dan jangan bilang kalau Raffi meninggalkan aku seperti waktu itu. Mataku berkaca-kaca menahan tangis. Aku berlari menuruni tangga.
"Raffi,,, Raffi,,, kamu dimana,??
"Ada apa Non pagi-pagi udah teriak-teriak,?? ucap bik Surti mengagetkanku
"Bik,, Raffi mana, Raffi dateng kan semalem, Raffi nginep disini kan semalem ??
Aku memberondong bik Surti dengan pertanyaan-pertanyaan tentang Raffi hanya untuk sekedar meyakinkan diriku sendiri bahwa kejadian semalam bukan hanya mimpi, bahwa semalam adalah kejadian nyata.
"Iya Non, kan kemaren mas Raffi tidur di sofa bareng Non diatas, gak dibolehin pulang sama Non karena hujan deres, masak Non lupa."
"Alhamdulillah,, "
"Memangnya, ada apa Non,??"
"Oh, gapapa bik,, "
Kuhela nafas, aku duduk di kursi sambil menarik nafas panjang. Aku lega. Syukurlah kejadian semalam memang benar terjadi adanya bahwa aku sudah resmi menjadi seseorang yang penting didalam hidup Raffi. Bukan hanya sekedar bunga tidurku. Memang semalam itu menjadi satu peristiwa penting di hidupku. Paling tidak Raffi sekarang telah menjadi milikku begitu pula sebaliknya. Aku sudah memiliki seseorang untuk berkasih sayang, untuk saling menguatkan bila sedang tertimpa masalah. Tapi kenapa sepagi ini dia sudah meninggalkanku tanpa berpamitan.
"Sekarang Raffi nya kemana bik,??"
"Tadi mas Raffi pesen ke saya, kalo Non tanya kenapa gak ngebangunin Non, karena Mas Raffi takut ganggu tidurnya Non, lagian tadi pagi Mas Raffi juga buru-buru katanya, sampai gak sempet buat sarapan."
"Oo, begitu. Makasih ya bik, saya mau mandi dulu kalo gitu, makasih buat penjelasannya bik Surti."
Kenapa aku bertanya pada bik Surti tentang kemana perginya Raffi bukankah memang semalam Raffi sudah berpamitan untuk pergi ke luar kota untuk beberapa hari, kenapa aku bisa lupa. Dasar pelupa. Aku juga terlalu kebo kalau sudah tidur susah dibangunkan. Sampai-sampai tidak tahu kalau Raffi sudah pergi. Sebaiknya ku hubungi saja dia nanti. Aku jadi senyum-senyum sendiri ketika mengingat apa yang diungkapkan Raffi padaku, ternyata dia mencintaiku, begitu pula aku yang juga sangat mencintainya. Entah kapan rasa ini ada, yang pasti aku juga menginginkan hal yang sama. Untuk selalu bersama Raffi, saling percaya, saling menghargai, saling menjaga, saling menyayangi dan saling mencintai sampai nanti. Tidak akan melakukan hal-hal yang bisa membuat kita berpisah lagi, Aku juga mencintainya. Itu yang aku yakini sekarang. Berharap kami memang ditakdirkan Tuhan untuk selalu bersama. Selamanya.
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Rombongan
mobil kami memasuki halaman sebuah villa di Puncak, villa berhalaman luas
dikelilingi dengan kebun teh di sekitarnya, udaranya sangat sejuk. Sangat
menyegarkan, membuatku merasa lebih fresh. Aku hirup udara yang segar ini
memenuhi seluruh paru-paru dengan oksigen yang masih bisa didapatkan dengan
cuma-cuma. Di sela-sela kesibukanku, terlihat dari balik kaca mobil kami adanya
sekelompok orang yang sudah menanti kedatangan kami di villa itu. Mobil pun
berhenti tepat di depan pintu. Saat turun dari mobil aku melihat ke semua orang
yang menyambut kedatangan kami. Dan diantara semua, aku mengenal salah satu dari
mereka. Ada Ijal di kerumunan itu. Semua anggota tim sudah turun dari mobil
lalu kami semua pun bersalaman dengan mereka sebagai tuan rumah untuk race kali
ini. Begitu juga aku.
"Hai Raffi Ahmad, long time no see, gimana kabar loe,??
"Baik, loe sendiri,??ucapku singkat.
"Seperti yang loe liat gue masih bisa nantang loe balapan kan, the one and only Rizal, hahahaha, gue pengen liat kemampuan loe sekarang, ada peningkatan ato gak dari sebelumnya, ato malah penurunan."ucapnya.
Masih dengan kesombongan yang ternyata tidak pernah hilang dari diri Ijal setelah beberapa tahun tidak bertemu, dia selalu merasa paling hebat diantara yang lain. Tatapan jahat juga masih melekat di wajahnya yang sekarang penuh dengan brewok tipis, sepertinya malah semakin kuat daripada sebelumnya membuat sedikit menakutkan untuk dilihat.
"Heii, Om,, bagaimana kabar Om ku yang satu ini,lama sekali kita tidak berjumpa setelah kejadian waktu itu, mari-mari Om saya perkenalkan dengan tim saya yang baru,"
Sebelum mengikuti ajakan Ijal, Om John melihat ke arahku. Mata beliau mengisyaratkan agar tetap selalu waspada apapun keadaannya, aku juga harus menjaga tim agar selalu bersama selama Om John tidak mendampingi kami. Lalu beliau berjalan mengikuti Ijal. Sambil menunggu tim-tim yang lain datang kami dipersilahkan untuk menikmati hidangan yang disediakan oleh panitia. Kami mengarah ke sebuah ruangan besar yang sudah disiapkan untuk tamu lengkap dengan hidangan dan meja kursinya. Malam pun tiba, semua tim sudah lengkap dan sekarang saatnya untuk berkumpul menghadiri acara pembukaan yang dibuka oleh seorang pria paruh baya, Donny Handoyo itu namanya.
Itupun baru aku ketahui, baru saja dibisikkan oleh Om John, jadi ini rupanya musuh bebuyutan dari Om Tommy.
"Selamat malam para jagoan, para pemacu adrenalin, selamat datang di race paling dinanti, dimana sebuah race yang didalamnya tidak ada peraturan sama sekali, hahahaha," ucapnya disambut dengan riuh teriakan dan tepuk tangan yang sebagian besar berasal dari anggota timnya sendiri.
Aku pun mendekati tempat duduk Om John.
"Om, apa maksudnya,"??
"Seperti yang pernah Om katakan Fi,,"ucap Om John.
"Apa ada yang merasa keberatan dengan apa yang saya ucapkan, hayo siapa diantara kalian semua, hahahaha, pasti semua sanggup kan, tapi perlu kalian semua tahu, kalopun ada tidak suka, tidak akan saya perdulikan, hahahaha,, lebih baik mundur saja dari pertandingan ini, hahahaha,,"ucap orang itu lagi.
"Ini yang Om takutkan Fi,"
"Memang apa yang membuat Om takut,?? "
"Kabar terbaru yang Om terima, bahwa mereka akan mengadakan balapan tanpa menutup jalan, jadi kamu dan semua para rider harus membalap di jalan raya. Selain bersaing dengan pembalap lain kamu juga harus memperhatikan pengendara lain di sekitarmu, jangan sampai ada kecelakaan. Itu bisa sangat merugikan buat orang lain."jelas Om John.
"Apaa??? Bukankah itu sangat berbahaya Om, mana mungkin kami bisa membalap di saat semua kendaraan tumpah di jalanan, sudah gila mereka, kita bisa mencelakakan pengendara lain Om,"ucapku cemas.
Aku tidak habis pikir bagaimana bisa mereka membuat semua ini. Tidakkah mereka memikirkan nasib orang lain.
"Kenapa Fi,, nyali mu menciut, hah, hahahah," ucap Ijal yang datang mendekati tempat dudukku. Aku tidak bisa menutupi kecemasan yang ada di pikiranku, tapi aku juga tidak mau Ijal mengetahuinya.
"Kenapa harus menciut. Namanya juga balap liar, semakin liar semakin seru, bukan begitu Rizal Anggara Putra."ucapku menantang, sedikit membuat ekspresi sombongnya berkurang.
"Sampai jumpa di lintasan balap, buat ini terlihat sangat seru, mari kita tunjukkan siapa yang paling hebat diantara kita,bersiap-siap lah, selamat malam, Rizal." Ku tinggalkan saja Rizal dan berjalan menuju ke kamar disusul Om John beserta yang lainnya.
"Hai Raffi Ahmad, long time no see, gimana kabar loe,??
"Baik, loe sendiri,??ucapku singkat.
"Seperti yang loe liat gue masih bisa nantang loe balapan kan, the one and only Rizal, hahahaha, gue pengen liat kemampuan loe sekarang, ada peningkatan ato gak dari sebelumnya, ato malah penurunan."ucapnya.
Masih dengan kesombongan yang ternyata tidak pernah hilang dari diri Ijal setelah beberapa tahun tidak bertemu, dia selalu merasa paling hebat diantara yang lain. Tatapan jahat juga masih melekat di wajahnya yang sekarang penuh dengan brewok tipis, sepertinya malah semakin kuat daripada sebelumnya membuat sedikit menakutkan untuk dilihat.
"Heii, Om,, bagaimana kabar Om ku yang satu ini,lama sekali kita tidak berjumpa setelah kejadian waktu itu, mari-mari Om saya perkenalkan dengan tim saya yang baru,"
Sebelum mengikuti ajakan Ijal, Om John melihat ke arahku. Mata beliau mengisyaratkan agar tetap selalu waspada apapun keadaannya, aku juga harus menjaga tim agar selalu bersama selama Om John tidak mendampingi kami. Lalu beliau berjalan mengikuti Ijal. Sambil menunggu tim-tim yang lain datang kami dipersilahkan untuk menikmati hidangan yang disediakan oleh panitia. Kami mengarah ke sebuah ruangan besar yang sudah disiapkan untuk tamu lengkap dengan hidangan dan meja kursinya. Malam pun tiba, semua tim sudah lengkap dan sekarang saatnya untuk berkumpul menghadiri acara pembukaan yang dibuka oleh seorang pria paruh baya, Donny Handoyo itu namanya.
Itupun baru aku ketahui, baru saja dibisikkan oleh Om John, jadi ini rupanya musuh bebuyutan dari Om Tommy.
"Selamat malam para jagoan, para pemacu adrenalin, selamat datang di race paling dinanti, dimana sebuah race yang didalamnya tidak ada peraturan sama sekali, hahahaha," ucapnya disambut dengan riuh teriakan dan tepuk tangan yang sebagian besar berasal dari anggota timnya sendiri.
Aku pun mendekati tempat duduk Om John.
"Om, apa maksudnya,"??
"Seperti yang pernah Om katakan Fi,,"ucap Om John.
"Apa ada yang merasa keberatan dengan apa yang saya ucapkan, hayo siapa diantara kalian semua, hahahaha, pasti semua sanggup kan, tapi perlu kalian semua tahu, kalopun ada tidak suka, tidak akan saya perdulikan, hahahaha,, lebih baik mundur saja dari pertandingan ini, hahahaha,,"ucap orang itu lagi.
"Ini yang Om takutkan Fi,"
"Memang apa yang membuat Om takut,?? "
"Kabar terbaru yang Om terima, bahwa mereka akan mengadakan balapan tanpa menutup jalan, jadi kamu dan semua para rider harus membalap di jalan raya. Selain bersaing dengan pembalap lain kamu juga harus memperhatikan pengendara lain di sekitarmu, jangan sampai ada kecelakaan. Itu bisa sangat merugikan buat orang lain."jelas Om John.
"Apaa??? Bukankah itu sangat berbahaya Om, mana mungkin kami bisa membalap di saat semua kendaraan tumpah di jalanan, sudah gila mereka, kita bisa mencelakakan pengendara lain Om,"ucapku cemas.
Aku tidak habis pikir bagaimana bisa mereka membuat semua ini. Tidakkah mereka memikirkan nasib orang lain.
"Kenapa Fi,, nyali mu menciut, hah, hahahah," ucap Ijal yang datang mendekati tempat dudukku. Aku tidak bisa menutupi kecemasan yang ada di pikiranku, tapi aku juga tidak mau Ijal mengetahuinya.
"Kenapa harus menciut. Namanya juga balap liar, semakin liar semakin seru, bukan begitu Rizal Anggara Putra."ucapku menantang, sedikit membuat ekspresi sombongnya berkurang.
"Sampai jumpa di lintasan balap, buat ini terlihat sangat seru, mari kita tunjukkan siapa yang paling hebat diantara kita,bersiap-siap lah, selamat malam, Rizal." Ku tinggalkan saja Rizal dan berjalan menuju ke kamar disusul Om John beserta yang lainnya.
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Tepat
pukul 10 pagi, race pun dimulai dengan cuaca yang mendung agak gerimis membuat
jalanan begitu licin. Semua pembalap tampak cemas begitu pula dengan timku
sendiri, Om John sangat sibuk mengecek kesana kemari apa yang sekiranya
kurang.
"Siap Fi,?? "
"Insyaallah Om,bismillah."
"Tetap tenang, Om tahu bagaimana kemampuanmu, tidak usah terlalu berambisi untuk menang, santai, yang penting kamu kembali dengan selamat di garis finish."
"Siap Om,,"
"Siap Fi,?? "
"Insyaallah Om,bismillah."
"Tetap tenang, Om tahu bagaimana kemampuanmu, tidak usah terlalu berambisi untuk menang, santai, yang penting kamu kembali dengan selamat di garis finish."
"Siap Om,,"
"Okey, Om tinggal dulu, "
Semua motor sudah siap di
lintasan dan bendera pun sudah dilambaikan, kupacu motor dengan hati-hati
ketika motorku mulai memasuki area jalan raya, banyak tikungan yang harus
dilalui. Jalan meliuk-liuk naik-turun sungguh menguras tenaga, ku akui ini race
paling liar. Yang jadi kendala adalah hari itu Puncak sangat ramai, lalu lalang
penuh dengan truk dan bis besar. Belum lagi para pengguna jalan lainnya. Aku
harus tetap fokus ke jalan, jangan sampai meleng, agar bisa sampai di garis
finish dengan selamat. Setelah puas memacu adrenalin sampailah aku di garis finish,
aku yang menjadi rider pertama tiba, disusul dengan Ijal dan yang lainnya.
Tidak banyak pembalap yang berhasil hanya tersisa sebagian saja. Kebanyakan
dari mereka berhenti di tengah race karena berbagai faktor.
"Raffi, kamu gak papa,??" tanya Om John yang mendatangi ku. Aku hanya mengacungkan jempol padanya karena aku begitu lelah. Race barusan terlalu menguras tenaga.
"Minum dulu Fi,, biar motormu dibawa tim kedalam."
"Terimakasih Om,,". Aku pun meneguk minuman keras diberikan oleh Om John.
"Selamat Fi, kamu hebat, Om gak menyangka kamu bisa padahal ini perdana buat kamu,"
"Sangat sulit sebenarnya Om, tapi yah saya bersyukur hasilnya memuaskan."
"Ayo, istirahat dulu,,"
"Baiklah Om,,"
Om John mengajakku ke tenda kami untuk melepaskan sedikit tekanan agar tidak terlalu stres. Di saat semua pembalap sedang beristirahat terdengar pengumuman bahwa semua pembalap beserta tim yang berhasil masuk finish untuk race pertama ini dihimbau untuk berkumpul untuk mendengarkan penjelasan untuk race berikutnya. Dan yang mengejutkan adalah race akan digelar dua hari lagi, aneh rasanya belum ada yang seperti ini sebelumnya. Di dalam hati aku mulai bertanya akan ada berapa race yang akan dilaksanakan. Semoga saja tim Ijal yang juga menjadi panitia tidak berbuat yang aneh-aneh lagi nanti. Kemudian setelah selesai kegiatan hari ini saatnya untuk benar-benar melepas lelah dalam arti sebenarnya. Kami semua memasuki villa dan langsung ke kamar untuk bersih-bersih kemudian beristirahat.
"Raffi, kamu gak papa,??" tanya Om John yang mendatangi ku. Aku hanya mengacungkan jempol padanya karena aku begitu lelah. Race barusan terlalu menguras tenaga.
"Minum dulu Fi,, biar motormu dibawa tim kedalam."
"Terimakasih Om,,". Aku pun meneguk minuman keras diberikan oleh Om John.
"Selamat Fi, kamu hebat, Om gak menyangka kamu bisa padahal ini perdana buat kamu,"
"Sangat sulit sebenarnya Om, tapi yah saya bersyukur hasilnya memuaskan."
"Ayo, istirahat dulu,,"
"Baiklah Om,,"
Om John mengajakku ke tenda kami untuk melepaskan sedikit tekanan agar tidak terlalu stres. Di saat semua pembalap sedang beristirahat terdengar pengumuman bahwa semua pembalap beserta tim yang berhasil masuk finish untuk race pertama ini dihimbau untuk berkumpul untuk mendengarkan penjelasan untuk race berikutnya. Dan yang mengejutkan adalah race akan digelar dua hari lagi, aneh rasanya belum ada yang seperti ini sebelumnya. Di dalam hati aku mulai bertanya akan ada berapa race yang akan dilaksanakan. Semoga saja tim Ijal yang juga menjadi panitia tidak berbuat yang aneh-aneh lagi nanti. Kemudian setelah selesai kegiatan hari ini saatnya untuk benar-benar melepas lelah dalam arti sebenarnya. Kami semua memasuki villa dan langsung ke kamar untuk bersih-bersih kemudian beristirahat.
Malam
harinya,,
Aku sudah berada di atas ranjangku, mengusir sejenak rasa lelah, tapi ada yang tidak bisa hilang dengan istirahatku malam ini, rinduku pada Gigi. Aku rindu padanya sedang apa dia sekarang. Aku ambil ponselku seperti biasa banyak panggilan dari nomor Gigi, dia juga merindukanku rupanya.
Tut, tut, tut
Tidak ada yang menjawab teleponku, ahh aku gagal mendengar suaranya, padahal aku rindu setengah mati padanya. Memang Gigi tidak pernah tidur larut malam, dia sangat memperhatikan jam tidurnya, tidak boleh kurang dari 8 jam kalau lebih boleh hehehe. Mungkin itulah yang membuatnya lebih cantik dari hari ke hari.
Tok Tok,, ada yang mengetuk pintu kamarku. Rupanya Om John yang mengunjungi kamarku malam ini.
"Belum tidur Fi,?? "
"Belum Om,, Om sendiri sudah malam begini tidak istirahat,??"
"Om tidak terbiasa dengan udara dingin Puncak begini, makanya Om cari temen buat ngobrol, mau kopi??"
"Tidak Om,, terimakasih, bagaimana penampilanku tadi Om,?? "
"Cukup baik untuk yang pertama kali balap di ruang terbuka, Om sangat terkejut dengan itu. Nanti biar kamu lihat reviewnya sendiri dari tim."
"Lalu menurut Om, kenapa race harus pakai acara ditunda seperti ini,?? "
"Om juga kurang paham tentang itu, Donny adalah orang yang sulit di tebak. Nanti Om akan cari tahu soal itu, yang penting kamu tetap konsentrasi dan jaga kesehatan biar tetap fit,.,"
"Om, saya punya permintaan... " Om John mengalihkan perhatian sepenuhnya padaku.
Aku sudah berada di atas ranjangku, mengusir sejenak rasa lelah, tapi ada yang tidak bisa hilang dengan istirahatku malam ini, rinduku pada Gigi. Aku rindu padanya sedang apa dia sekarang. Aku ambil ponselku seperti biasa banyak panggilan dari nomor Gigi, dia juga merindukanku rupanya.
Tut, tut, tut
Tidak ada yang menjawab teleponku, ahh aku gagal mendengar suaranya, padahal aku rindu setengah mati padanya. Memang Gigi tidak pernah tidur larut malam, dia sangat memperhatikan jam tidurnya, tidak boleh kurang dari 8 jam kalau lebih boleh hehehe. Mungkin itulah yang membuatnya lebih cantik dari hari ke hari.
Tok Tok,, ada yang mengetuk pintu kamarku. Rupanya Om John yang mengunjungi kamarku malam ini.
"Belum tidur Fi,?? "
"Belum Om,, Om sendiri sudah malam begini tidak istirahat,??"
"Om tidak terbiasa dengan udara dingin Puncak begini, makanya Om cari temen buat ngobrol, mau kopi??"
"Tidak Om,, terimakasih, bagaimana penampilanku tadi Om,?? "
"Cukup baik untuk yang pertama kali balap di ruang terbuka, Om sangat terkejut dengan itu. Nanti biar kamu lihat reviewnya sendiri dari tim."
"Lalu menurut Om, kenapa race harus pakai acara ditunda seperti ini,?? "
"Om juga kurang paham tentang itu, Donny adalah orang yang sulit di tebak. Nanti Om akan cari tahu soal itu, yang penting kamu tetap konsentrasi dan jaga kesehatan biar tetap fit,.,"
"Om, saya punya permintaan... " Om John mengalihkan perhatian sepenuhnya padaku.
Dengan
hati senang aku berganti pakaian, aku akan pulang ke Jakarta untuk bertemu Gigi,
membuat sedikit kejutan untuknya. Berhubung race akan diadakan kembali dua hari
mendatang aku meminta ijin pada Om John untuk pulang dengan alasan yang tidak
aku katakan. Ternyata Om John menyetujuinya segera saja aku berangkat walaupun
hari sudah larut malam, tak menyurutkan niatku untuk segera berjumpa dengan
bidadari ku. Aku berjalan menuju motor tidak lupa menggunakan helm hadiah dari
Gigi yang sekarang jadi salah satu barang yang harus wajib aku pakai membalap
semacam jimat aku menyebutnya. Menembus dinginnya udara malam Puncak, ku tambah
kecepatan tapi tidak lupa juga untuk selalu waspada keadaan jalanan.
Nagita, sayangku. Tunggu aku datang ya.
Nagita, sayangku. Tunggu aku datang ya.
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
"Selamat
pagi tuan putriku yang cantik, i love you. "
"Selamat pagi, i love you too,"
Gigi mengalungkan tangannya ke leherku,hampir memelukku malah, dia belum sadar. Mungkin dia mengira ini masih bagian dari bunga tidurnya. Kalau dia sudah sadar pasti dia akan marah-marah mengetahui aku masuk ke kamarnya tanpa ijin. Setengah jam lalu aku sudah sampai di rumah Gigi karena aku mampir dulu pulang ke kost untuk mandi dan membeli bunga untuknya. Dan untungnya sewaktu tiba di rumah Gigi, pak Bambang sedang mencuci mobil di depan jadi ada yang membukakan pintu gerbang kalau tidak pasti aku harus menunggu. Bisa-bisa terlambat membuat kejutan. Untuk melengkapi kejutan yang aku buat pagi ini, bersama bik Surti aku sibuk di dapur menyiapkan sarapan untuk Gigi beberapa helai roti dan segelas susu coklat.
"Mas Raffi romantis banget ya, kayak di sinetron-sinetron yang sering saya tonton di televisi, hehehe,"
"Masa sih bik, ah bisa aja, ini kan cuma sarapan lagian cuma tinggal ngolesin roti pakai selai, susunya juga tinggal tuang ke gelas,, beres deh,"
"Bukan makanannya Mas, tapi niatnya,,."
"Emang temen laki-laki Gigi yang dulu gak kayak saya gini,?? "
"Setau saya, baru dua temen laki-laki non Gigi yang maen kesini, mas Raffi, sama yang dulu itu siapa ya, ehm Na, Nan,, aduh, bibi lupa namanya."
"Nanda mungkin maksudnya bibi,,"
"Iya, itu namanya, Nanda. Mas Raffi juga kenal?? "
"Kami dulu itu satu sekolah makanya kenal bik,"
"Oo gitu ya mas,"
"Bik, ini udah siap kan, biar saya yang bawa keatas."
"Silahkan mas, bisa kan bawanya. "
"Bisa dong, eh iya terimakasih bik Surti udah bantuin saya bikin sarapan buat Gigi."
"Sama-sama Mas. "
Setelah selesai kubawa sarapan buatanku ke kamarnya dan inilah sekarang aku, sedang berada di pelukan Gigi yang masih tertidur.
"Ehm Gi,, bangun yuk udah pagi nih," ucapku membangunkannya karena posisi yang tidak nyaman membuat leherku terasa sedikit pegal. Tak lama Gigi mulai membuka matanya sedikit demi sedikit kesadarannya mulai terkumpul dan menatapku.
"Aaaaaaaaaaaaaa," teriak Gigi yang suaranya hampir tujuh oktaf mendapati aku tidur disampingnya sekarang.
"Raffi, kamu ngapain disini,"ucapnya sambil meraih selimut menutupi tubuhnya. Aku hanya tertawa melihat kelakuan wanita yang aku cintai ini. Gigi begitu panik saat melihatku ada disampingnya.
"Kenapa ketawa,?? "ucapnya kesal
"Hahahaha, hahahaha,"
"Eh, malah tambah kenceng, cepetan berhenti gak, apanya yang lucu coba,"ucapnya sambil terus memegang penutup tubuhnya.
"Gak usah ditutupin kali, orang tadi aku juga udah liat semuanya, udah telat salah sendiri tidurnya kebo banget sih kamu,"ucapku.
"AaaaaaAaaaaaaaaaa," teriak Gigi lagi lebih kencang daripada sebelumnya.
"Husss, sssttttt, jangan teriak, ini masih pagi Gi, aku tadi becanda sayang."
"Biarin aja, salah sendiri ngagetin aku,"
"Iya maaf, jangan teriak lagi yaa nanti aku dikira ngapa-ngapain kamu lagi,"
"Hayo ngaku tadi beneran liat semuanya ato gak ,"ucapnya penasaran.
"Beneran aku gak liat apa-apa Gi, ya paling cuma dikit, dikit banget,"goda ku.
"Tuh kan,"ucapnya sambil memukul bantal ke wajahku.
"Aww,, hehehe,, selamat pagi sayang, selamat pagi tuan putri, kamu gak kangen sama aku Gi,??.
Sontak pertanyaanku tadi membuat kekesalan di wajah Gigi langsung hilang berganti dengan ekspresi tersenyum malu-malu kemudian Gigi pun menganggukkan kepalanya.
"Kok cuma gitu responnya, dijawab dong Gi, aku kan pengen denger dari mulut kamu."
"Kangen banget," ucapnya seraya berlari memelukku erat, ku balas pelukan dengan tak kalah erat, aku angkat tubuhnya hingga kaki Gigi tak lagi menyentuh lantai.
"I love you Nagita Slavina,"
"I love you too Raffi Ahmad."
Kita pun berpelukan mesra melepas rindu di dada padahal baru berpisah dalam hitungan hari , yah namanya juga insan yang sedang dilanda badai asmara jadi ya beginilah. Tidak ingin berpisah terlalu lama. Maunya selalu berdekatan.
"Ehm, Raffi,, "
"Iya sayang, kenapa,??
"Boleh turunin aku gak, aku mulai sesak napas nih,"
"Oh iya maaf sayang, kebablasan jadinya hehehe,"
Tiba-tiba aku ingat tadi aku membawa bunga untuk Gigi.
"Sayang ini bunga khusus buat kamu,"
Kuberikan bunga mawar yang kubeli untuknya. Gigi mencium aroma bunga yang aku berikan tapi setelah itu ekspresi Gigi menjadi sedikit melamun. Apa dia tidak menyukai bunga yang aku berikan. Aduh bagaimana ini, kejutan pertamaku pagi ini akan gagal sepertinya.
"Bunga ini buat aku,??"
"Iiiya,, kenapa, kamu gak suka ya,"
"Bukan,bukan, gak kayak gitu Fi, terimakasih aku suka, bagus banget bunganya tapi rangkaian bunga kayak gini bikin aku inget sama bunga yang dikirim ke kamar hotel sewaktu di Bali,"
"Lhoh, emang bunga itu aku yang kirim buat kamu,aku minta pegawai hotel buat ngasih bunga ke kamar kamu, emang kamu kira itu bunga dari siapa,??"
"Nanda," ucapnya polos tanpa dosa.
Aku pun kesal dibuatnya bukan Gigi yang kaget akan kejutan yang aku buat malah sebaliknya aku yang kaget sekaligus kesal sendiri jadinya. Saking kesalnya aku makan sendiri sarapan yang aku bawa tadi.
"Eh, kok sarapannya dimakan sendiri, kan itu buat aku," "Siapa yang bilang, sok tahu ini aku bikin buat aku sendiri bukan buat kamu,"ucapku sambil terus memakan roti sampai mulutku penuh.
"Apa maksudnya coba, masa gitu aja gak tahu, kan capek mikirin bunga apa yang disukai eh malah orang lain yang diinget,"gerutuku.
Di tengah ocehanku sendiri dan penuhnya mulut ini dengan roti yang aku makan. Kurasakan ada tangan yang memeluk tubuhku dari arah belakang, aktifitas ngedumel pun jadi terhenti.
"Jangan ngambek dong, kan aku benar-benar gak tahu, bukan salah aku sepenuhnya kan, lagian kamu juga gak ngasih pesan, kartu ucapan atau nama gitu, emang aku peramal bisa tahu tanpa dikasih tahu dulu," ucap Gigi polos.
Kata-katanya yang lembut membuatku luluh, marah ku melumer seperti ice cream, tak tega marah terlalu lama dengannya. Memang bukan salah Gigi, aku saja yang terlalu percaya diri waktu itu, terlalu yakin bahwa Gigi akan mengetahui siapa pengiriman bunga tersebut. Buat apa marah-marah karena sesuatu yang tidak penting. Kucium kepalanya tanda aku tidak marah lagi.
"Iya-iya, ya udah lupain aja. Sekarang buka mulutnya, aa eemm, pinter banget sih sayangnya aku,"
"Eciyee, manggilnya udah sayang aja kamu," ucapnya
"Oo,gak boleh. Ya udah aku ngambek lagi aja. "
"Aduh, sayangku ini cepet banget ngambeknya tapi lucu, gak nyangka udah gede tapi manja banget ternyata,"
"Biarin,,"
Cup,, Gigi mencium pipiku, terkejut rasanya tapi senang. Setelah melakukan itu Gigi berlalu pergi masuk ke kamar mandi.
"Aku mau mandi dulu, kamu turun aja tungguin aku dibawah. Nanti sarapan bareng,"teriaknya dari dalam kamar mandi.
"Iyaaaaa, aku tunggu dibawah ya, jangan lama-lama." jawab ku sembari mengelus pipi bekas ciuman dari Gigi.
30 menit berlalu,
"Udah siap sarapannya bik,?? "tanya Gigi pada bik Surti.
"Udah Non,"
"Raffi mana,"
"Itu Non, ketiduran, nunggu Non gak turun-turun katanya,"
"Ya udah bik, saya bangunin Raffi dulu ya,"
"Raffi,, bangun yuk, sarapan dulu, "
"Eh iya Gi, maaf aku malah ketiduran, habis kamu lama bener mandinya."
"Namanya juga perempuan, kamu capek ya,?? "
"Gak kok, cuma kurang tidur aja, ya udah yuk sarapan,"
"Ayok,,"
Selesai sarapan, kami berpindah ke ruang tengah untuk sekedar menghabiskan waktu bersama. Untungnya Gigi bukan tipe wanita yang suka keluar rumah untuk berduaan, dia cewek rumahan kalau kata orang. Gigi juga pengertian, dia tahu kalau aku belum istirahat dari semalam, jadi hari ini kami berdiam dirumah saja tidak ada rencana ke mana-mana. Gigi mengambil remote tv lalu menyalakannya.
"Gi, kamu gak ada planning apa-apa hari ini,,?? tanyaku
Dua menit berlalu tapi kenapa tidak ada jawaban darinya, ku alihkan pandangan mataku ke Gigi, nampak Gigi sedang serius memperhatikan saluran televisi berita yang membahas tentang aksi ugal-ugalan para pengendara motor.
"Kamu jangan ikut-ikutan kayak gitu ya, awas aja kalo iya,"
"Kayak gitu gimana maksudnya,?? "
"Ya kayak gitu, kebut-kebutan gak jelas. Selain membahayakan diri sendiri, orang lain juga bisa kena akibatnya,"
"Aku ngebolehin kamu naik motor tapi jangan buat ugal-ugalan, balapan atau semacamnya, okey." ujarnya lagi
Kutarik nafas panjang, bertambah satu orang lagi yang aku bohongi tentang apa sebenarnya pekerjaan yang aku jalani selama ini. Mama, Nanas dan sekarang Gigi, tiga wanita terpenting di hidupku. Apa jadinya kalau sampai mereka mengetahui kebenaran yang terjadi.
"Raffi,, hei kamu kenapa, kok bengong?? "
"Ehm gak kok, aku cuma sedikit pegal aja, pijitin dong hehehe,"
"Aku gak bisa mijit, tapi sini aku coba kalo gak enak bilang ya, takutnya malah salah urat nanti, berbaring disini aja ya "ucapnya.
"Pelan-pelan aja, nanti juga bisa."
Walaupun tidak begitu enak pijitan Gigi tapi ku hargai usahanya karena dia sudah punya kemauan untuk belajar melakukan apa yang aku suka, kunikmati saja pijatan ala kadarnya ini.
"Gi, aku boleh nanya sesuatu gak, tapi janji jangan marah atau nangis," pintaku.
"Emang mau nanya tentang apa,serius banget aku jadi ngeri dengernya,"
"Janji dulu,, "
"Iya-iya, aku janji. Tapi jangan tanya yang aneh-aneh ya Fi,"
"Kok kamu bisa putus sama Nanda padahal kamu dulu cinta banget sama dia, ya kan,?? " tanyaku
Gigi menghentikan pijatannya,lalu aku merubah posisiku menjadi duduk saling berhadapan, ku buka telinga lebar-lebar untuk mendengarkan cerita darinya. Bukannya bercerita Gigi malah melamun kepalanya tertunduk seperti enggan membagi cerita cinta di masa lalunya.
"Selamat pagi, i love you too,"
Gigi mengalungkan tangannya ke leherku,hampir memelukku malah, dia belum sadar. Mungkin dia mengira ini masih bagian dari bunga tidurnya. Kalau dia sudah sadar pasti dia akan marah-marah mengetahui aku masuk ke kamarnya tanpa ijin. Setengah jam lalu aku sudah sampai di rumah Gigi karena aku mampir dulu pulang ke kost untuk mandi dan membeli bunga untuknya. Dan untungnya sewaktu tiba di rumah Gigi, pak Bambang sedang mencuci mobil di depan jadi ada yang membukakan pintu gerbang kalau tidak pasti aku harus menunggu. Bisa-bisa terlambat membuat kejutan. Untuk melengkapi kejutan yang aku buat pagi ini, bersama bik Surti aku sibuk di dapur menyiapkan sarapan untuk Gigi beberapa helai roti dan segelas susu coklat.
"Mas Raffi romantis banget ya, kayak di sinetron-sinetron yang sering saya tonton di televisi, hehehe,"
"Masa sih bik, ah bisa aja, ini kan cuma sarapan lagian cuma tinggal ngolesin roti pakai selai, susunya juga tinggal tuang ke gelas,, beres deh,"
"Bukan makanannya Mas, tapi niatnya,,."
"Emang temen laki-laki Gigi yang dulu gak kayak saya gini,?? "
"Setau saya, baru dua temen laki-laki non Gigi yang maen kesini, mas Raffi, sama yang dulu itu siapa ya, ehm Na, Nan,, aduh, bibi lupa namanya."
"Nanda mungkin maksudnya bibi,,"
"Iya, itu namanya, Nanda. Mas Raffi juga kenal?? "
"Kami dulu itu satu sekolah makanya kenal bik,"
"Oo gitu ya mas,"
"Bik, ini udah siap kan, biar saya yang bawa keatas."
"Silahkan mas, bisa kan bawanya. "
"Bisa dong, eh iya terimakasih bik Surti udah bantuin saya bikin sarapan buat Gigi."
"Sama-sama Mas. "
Setelah selesai kubawa sarapan buatanku ke kamarnya dan inilah sekarang aku, sedang berada di pelukan Gigi yang masih tertidur.
"Ehm Gi,, bangun yuk udah pagi nih," ucapku membangunkannya karena posisi yang tidak nyaman membuat leherku terasa sedikit pegal. Tak lama Gigi mulai membuka matanya sedikit demi sedikit kesadarannya mulai terkumpul dan menatapku.
"Aaaaaaaaaaaaaa," teriak Gigi yang suaranya hampir tujuh oktaf mendapati aku tidur disampingnya sekarang.
"Raffi, kamu ngapain disini,"ucapnya sambil meraih selimut menutupi tubuhnya. Aku hanya tertawa melihat kelakuan wanita yang aku cintai ini. Gigi begitu panik saat melihatku ada disampingnya.
"Kenapa ketawa,?? "ucapnya kesal
"Hahahaha, hahahaha,"
"Eh, malah tambah kenceng, cepetan berhenti gak, apanya yang lucu coba,"ucapnya sambil terus memegang penutup tubuhnya.
"Gak usah ditutupin kali, orang tadi aku juga udah liat semuanya, udah telat salah sendiri tidurnya kebo banget sih kamu,"ucapku.
"AaaaaaAaaaaaaaaaa," teriak Gigi lagi lebih kencang daripada sebelumnya.
"Husss, sssttttt, jangan teriak, ini masih pagi Gi, aku tadi becanda sayang."
"Biarin aja, salah sendiri ngagetin aku,"
"Iya maaf, jangan teriak lagi yaa nanti aku dikira ngapa-ngapain kamu lagi,"
"Hayo ngaku tadi beneran liat semuanya ato gak ,"ucapnya penasaran.
"Beneran aku gak liat apa-apa Gi, ya paling cuma dikit, dikit banget,"goda ku.
"Tuh kan,"ucapnya sambil memukul bantal ke wajahku.
"Aww,, hehehe,, selamat pagi sayang, selamat pagi tuan putri, kamu gak kangen sama aku Gi,??.
Sontak pertanyaanku tadi membuat kekesalan di wajah Gigi langsung hilang berganti dengan ekspresi tersenyum malu-malu kemudian Gigi pun menganggukkan kepalanya.
"Kok cuma gitu responnya, dijawab dong Gi, aku kan pengen denger dari mulut kamu."
"Kangen banget," ucapnya seraya berlari memelukku erat, ku balas pelukan dengan tak kalah erat, aku angkat tubuhnya hingga kaki Gigi tak lagi menyentuh lantai.
"I love you Nagita Slavina,"
"I love you too Raffi Ahmad."
Kita pun berpelukan mesra melepas rindu di dada padahal baru berpisah dalam hitungan hari , yah namanya juga insan yang sedang dilanda badai asmara jadi ya beginilah. Tidak ingin berpisah terlalu lama. Maunya selalu berdekatan.
"Ehm, Raffi,, "
"Iya sayang, kenapa,??
"Boleh turunin aku gak, aku mulai sesak napas nih,"
"Oh iya maaf sayang, kebablasan jadinya hehehe,"
Tiba-tiba aku ingat tadi aku membawa bunga untuk Gigi.
"Sayang ini bunga khusus buat kamu,"
Kuberikan bunga mawar yang kubeli untuknya. Gigi mencium aroma bunga yang aku berikan tapi setelah itu ekspresi Gigi menjadi sedikit melamun. Apa dia tidak menyukai bunga yang aku berikan. Aduh bagaimana ini, kejutan pertamaku pagi ini akan gagal sepertinya.
"Bunga ini buat aku,??"
"Iiiya,, kenapa, kamu gak suka ya,"
"Bukan,bukan, gak kayak gitu Fi, terimakasih aku suka, bagus banget bunganya tapi rangkaian bunga kayak gini bikin aku inget sama bunga yang dikirim ke kamar hotel sewaktu di Bali,"
"Lhoh, emang bunga itu aku yang kirim buat kamu,aku minta pegawai hotel buat ngasih bunga ke kamar kamu, emang kamu kira itu bunga dari siapa,??"
"Nanda," ucapnya polos tanpa dosa.
Aku pun kesal dibuatnya bukan Gigi yang kaget akan kejutan yang aku buat malah sebaliknya aku yang kaget sekaligus kesal sendiri jadinya. Saking kesalnya aku makan sendiri sarapan yang aku bawa tadi.
"Eh, kok sarapannya dimakan sendiri, kan itu buat aku," "Siapa yang bilang, sok tahu ini aku bikin buat aku sendiri bukan buat kamu,"ucapku sambil terus memakan roti sampai mulutku penuh.
"Apa maksudnya coba, masa gitu aja gak tahu, kan capek mikirin bunga apa yang disukai eh malah orang lain yang diinget,"gerutuku.
Di tengah ocehanku sendiri dan penuhnya mulut ini dengan roti yang aku makan. Kurasakan ada tangan yang memeluk tubuhku dari arah belakang, aktifitas ngedumel pun jadi terhenti.
"Jangan ngambek dong, kan aku benar-benar gak tahu, bukan salah aku sepenuhnya kan, lagian kamu juga gak ngasih pesan, kartu ucapan atau nama gitu, emang aku peramal bisa tahu tanpa dikasih tahu dulu," ucap Gigi polos.
Kata-katanya yang lembut membuatku luluh, marah ku melumer seperti ice cream, tak tega marah terlalu lama dengannya. Memang bukan salah Gigi, aku saja yang terlalu percaya diri waktu itu, terlalu yakin bahwa Gigi akan mengetahui siapa pengiriman bunga tersebut. Buat apa marah-marah karena sesuatu yang tidak penting. Kucium kepalanya tanda aku tidak marah lagi.
"Iya-iya, ya udah lupain aja. Sekarang buka mulutnya, aa eemm, pinter banget sih sayangnya aku,"
"Eciyee, manggilnya udah sayang aja kamu," ucapnya
"Oo,gak boleh. Ya udah aku ngambek lagi aja. "
"Aduh, sayangku ini cepet banget ngambeknya tapi lucu, gak nyangka udah gede tapi manja banget ternyata,"
"Biarin,,"
Cup,, Gigi mencium pipiku, terkejut rasanya tapi senang. Setelah melakukan itu Gigi berlalu pergi masuk ke kamar mandi.
"Aku mau mandi dulu, kamu turun aja tungguin aku dibawah. Nanti sarapan bareng,"teriaknya dari dalam kamar mandi.
"Iyaaaaa, aku tunggu dibawah ya, jangan lama-lama." jawab ku sembari mengelus pipi bekas ciuman dari Gigi.
30 menit berlalu,
"Udah siap sarapannya bik,?? "tanya Gigi pada bik Surti.
"Udah Non,"
"Raffi mana,"
"Itu Non, ketiduran, nunggu Non gak turun-turun katanya,"
"Ya udah bik, saya bangunin Raffi dulu ya,"
"Raffi,, bangun yuk, sarapan dulu, "
"Eh iya Gi, maaf aku malah ketiduran, habis kamu lama bener mandinya."
"Namanya juga perempuan, kamu capek ya,?? "
"Gak kok, cuma kurang tidur aja, ya udah yuk sarapan,"
"Ayok,,"
Selesai sarapan, kami berpindah ke ruang tengah untuk sekedar menghabiskan waktu bersama. Untungnya Gigi bukan tipe wanita yang suka keluar rumah untuk berduaan, dia cewek rumahan kalau kata orang. Gigi juga pengertian, dia tahu kalau aku belum istirahat dari semalam, jadi hari ini kami berdiam dirumah saja tidak ada rencana ke mana-mana. Gigi mengambil remote tv lalu menyalakannya.
"Gi, kamu gak ada planning apa-apa hari ini,,?? tanyaku
Dua menit berlalu tapi kenapa tidak ada jawaban darinya, ku alihkan pandangan mataku ke Gigi, nampak Gigi sedang serius memperhatikan saluran televisi berita yang membahas tentang aksi ugal-ugalan para pengendara motor.
"Kamu jangan ikut-ikutan kayak gitu ya, awas aja kalo iya,"
"Kayak gitu gimana maksudnya,?? "
"Ya kayak gitu, kebut-kebutan gak jelas. Selain membahayakan diri sendiri, orang lain juga bisa kena akibatnya,"
"Aku ngebolehin kamu naik motor tapi jangan buat ugal-ugalan, balapan atau semacamnya, okey." ujarnya lagi
Kutarik nafas panjang, bertambah satu orang lagi yang aku bohongi tentang apa sebenarnya pekerjaan yang aku jalani selama ini. Mama, Nanas dan sekarang Gigi, tiga wanita terpenting di hidupku. Apa jadinya kalau sampai mereka mengetahui kebenaran yang terjadi.
"Raffi,, hei kamu kenapa, kok bengong?? "
"Ehm gak kok, aku cuma sedikit pegal aja, pijitin dong hehehe,"
"Aku gak bisa mijit, tapi sini aku coba kalo gak enak bilang ya, takutnya malah salah urat nanti, berbaring disini aja ya "ucapnya.
"Pelan-pelan aja, nanti juga bisa."
Walaupun tidak begitu enak pijitan Gigi tapi ku hargai usahanya karena dia sudah punya kemauan untuk belajar melakukan apa yang aku suka, kunikmati saja pijatan ala kadarnya ini.
"Gi, aku boleh nanya sesuatu gak, tapi janji jangan marah atau nangis," pintaku.
"Emang mau nanya tentang apa,serius banget aku jadi ngeri dengernya,"
"Janji dulu,, "
"Iya-iya, aku janji. Tapi jangan tanya yang aneh-aneh ya Fi,"
"Kok kamu bisa putus sama Nanda padahal kamu dulu cinta banget sama dia, ya kan,?? " tanyaku
Gigi menghentikan pijatannya,lalu aku merubah posisiku menjadi duduk saling berhadapan, ku buka telinga lebar-lebar untuk mendengarkan cerita darinya. Bukannya bercerita Gigi malah melamun kepalanya tertunduk seperti enggan membagi cerita cinta di masa lalunya.
Bersambung...
0 Response to "Cerbung Raffi Nagita "Kembalilah Cinta" Part 17"
Post a Comment