Cerbung Raffi Nagita "Kembalilah Cinta" Part 16


Cerbung by : Rini Diah Mardiyati

"Ini pak uangnya,kembalinya disimpan saja, terimakasih,"
"Iya Mas, terimakasih banyak,"ucap supir taksi. 
Setelah selesai urusan bayar-membayar, kemudian aku masuk ke dalam sebuah gedung dengan tiga tingkat bisa disebut semacam basecamp, di sinilah tempat berkumpulnya para rider, montir, dan yang lainnya. Aku langsung bergerak menuju ke lantai dua tempat dimana kantor Om John berada. Aku buka pintunya tapi tak kudapati seorang pun di sana, beliau tidak ada dikantornya. Kuambil ponsel mencoba untuk menghubunginya, dan ternyata aku ketahui sekarang beliau sedang berada dimana. Beliau sedang berada di bengkel yang terletak tepat di belakang gedung ini. Aku pun bergegas kesana. 
"Selamat sore Om," sapaku 
"Hai Fi, baru aja dateng??katanya kamu dari Bandung ya??"
"Iya Om,,sempetin pulang nengokin Mama,udah lama gak pulang, tumben Om main ke bengkel,??
Karena memang sebelumnya Om John jarang turun langsung datang ke bengkel untuk mengurusi motor para rider, paling dia hanya mengecek kalau sudah selesai. Beliau sudah mempercayakan semua perawatan motor kepada montir-montir andalannya. Kami para rider sudah didampingi oleh para montir profesional selayaknya pembalap nasional. Biarpun kami membalap bukan di sebuah kompetisi resmi yang memperebutkan piala bergengsi tapi kami juga mengikuti standar balap pada umumnya, demi keselamatan 
pribadi para rider seperti kami, yang tidak didukung dengan jaminan asuransi jiwa. 
"Ada apa Om minta saya kesini,?? "
"Kita bicarakan di kantor Om saja,".
Seperti ada yang tidak biasa terjadi, Om John tidak pernah bertindak begini sebelumnya. Om John selalu terbuka kepadaku dan semua anggota tim, semua orang yang ada disitu juga bertanya-tanya sepertiku, kenapa harus ke ruangan beliau untuk sekedar menyampaikan tentang race yang akan datang. Tapi ya sudahlah aku ikuti saja Om John ke kantornya. 
"Silahkan duduk Fi, mau minum apa,,"
"Gak usah Om,, langsung saja apa yang ingin Om bicarakan sama saya,"
"Begini Fi, tiga hari yang lalu Om menerima tawaran untuk race terbaru kamu, hadiahnya lumayan tapi,,, "
"Tapi apa Om,,,???" 
"Ada satu hal terjadi, terdapat sedikit kesalahan disini karena Om tidak begitu memperhatikan dengan baik surat pemberitahuannya, kecerobohan Om itu menyebabkan sedikit rasa kekhawatiran." ucapnya 
Aku hanya diam mendengarkan penjelasan Om John yang terkesan sangat berbelit-belit. 
"Kamu ingat Rizal,?? "
"Ijal maksud Om," 
Om John mengangguk pelan. Aku ingat nama itu. Seseorang yang pernah aku kenal beberapa tahun silam. Nama itu membawa memori ku jauh kembali ke belakang. Rizal atau sering dipanggil Ijal dulu dia juga salah satu rider Om John, Rizal pernah membalap bersamaku, kita satu tim waktu itu. Sebelum aku datang dia lah pembalap unggulan tim kami. Rizal mempunyai kemampuan yang mumpuni di bidang ini. The one and only, itulah satu kalimat yang menempel di motornya, dia selalu mengucapkan kalimat itu selepas dia memenangkan perlombaan. Aku sangat kagum padanya. Sampai suatu ketika saat tim kami sedang melakukan balapan, seingat ku itu putaran terakhir. Hujan tiba-tiba turun sangat deras membuat jalanan menjadi basah bahkan ada bagian sisi jalan yang tergenang air, menjadikan putaran terakhir balapan saat itu adalah saat yang paling menegangkan untukku, aku belum terbiasa di lintasan yang basah, memang waktu itu aku belum cukup punya pengalaman. Karena aku seorang pendatang baru di dunia balap liar ini. Dan ternyata Ijal mengetahui kelemahanku itu, dia pun berusaha untuk mencelakaiku. Di tikungan jalan penuh bebatuan Ijal menyerempet motorku, membuat motorku jadi oleng tak terkendali ke arah kiri, untung saja waktu itu aku bisa cepat melompat dari atas motor. Motorku jadi hancur remuk tak berbentuk lagi tapi setidaknya aku selamat dari maut walaupun patah tulang dan luka memar ada di sekujur tubuhku. Aku tidak menyangka Ijal akan melakukan itu kepadaku, entah apa yang jadi alasannya. Kenapa dia ingin membuatku celaka. Ternyata sesampainya di rumah sakit setelah dilakukan pemeriksaan kondisiku lumayan parah, butuh waktu lama untuk kembali fit seperti sedia kala. Selepas kejadian itu semua, sesuai dengan hasil keputusan Om Tommy bahwa Ijal harus dikeluarkan dari tim dan digantikan oleh ku. Aku hanya menduga mungkin Ijal merasa iri ketika itu, tidak suka melihat orang lain lebih baik darinya, jadi dia berusaha mencelakai ku. Sebenarnya aku tak ingin memperpanjang masalah, aku juga sudah memaafkan perbuatannya tapi aku juga tidak bisa merubah keputusan yang telah diambil Om Tommy. 
"Apa hubungannya Ijal dengan ini semua Om,?? 
"Ternyata setelah Om telusuri tentang siapa yang memberikan tawaran ini dan hasilnya,,,,, yang mengadakan race ini adalah tim yang memiliki Rizal sebagai ridernya,"
"Lalu apa yang perlu dikhawatirkan Om, apanya yang aneh, kita kan memang di lingkungan yang sama pasti suatu saat akan bertemu kembali, ya kan Om,?? "
"Memang benar apa yang kamu bilang," 
"Lalu, apalagi Om?? "
"Begini, tim Rizal yang sekarang ini adalah musuh bebuyutan dari Om Tommy, mereka terkenal licik dan jahat, perlu kamu tau race kali ini akan diadakan di kandang mereka, maka apapun bisa saja terjadi." 
"Apa yang jadi pertimbangan Om, selain itu semua,?? "
Om John tertegun mendengar pertanyaan yang baru saja keluar dari mulutku.
"Keselamatan kamu Fi, itu yang paling membuat Om resah." 
"Ya sudah lah Om, ambil aja racenya, yang penting persiapan kita lebih dari yang kemarin-kemarin ditambah dengan beberapa orang bodyguard, saya akan baik-baik saja selama kita semua menjadi tim yang solid."
"Iya Fi, Om juga sudah berpikiran seperti itu. Ya sudah kalo kamu juga tidak keberatan dan merasa kamu mampu untuk race ini, jadi kita ambil saja tantangan ini. Kita tinggal menunggu kabar dimana mereka akan mengadakan balapan ini, mungkin hari ini atau besok."ucap Om John. 
"Tadi Om sempatkan ke bengkel untuk memeriksa motor kamu, sepertinya banyak yang harus diganti, nanti kamu juga harus mengecek setelah itu, apa saja yang sekiranya ingin kamu pergunakan. Dan jangan lupa harus sering-sering latihan ya Fi," pesan Om John.
"Beres Om,"
"Ya sudah, itu saja yang ingin Om sampaikan, Om mau keluar sebentar ketemu klien, kalo kamu masih mau disini, silahkan saja, sampai ketemu besok Fi,"
"Iya Om,, hati-hati dijalan,"
Om John melangkah keluar dari ruangan. Sejenak aku merenungkan pembicaraanku bersama Om John tadi. Memang kekhawatiran Om John sangat beralasan karena beliau sudah menganggapku seperti anaknya sendiri, dia tidak mau terjadi apa-apa denganku karena beliau juga lah yang membawaku ke dunia balap liar ini. Dia sangat terpukul dengan kejadian kala itu, sepanjang aku sakit beliau juga yang merawatku, seandainya tidak ada beliau bisa-bisa aku tidak berada disini sekarang. 
Selesai bertemu Om John aku putuskan untuk pulang ke kost yang tak jauh dari basecamp, setelah bersih-bersih dan membereskan barang dari koper, aku bersandar di pinggiran ranjang sejenak melepas lelah. Aku mengambil ponselku di celana, ku coba mencari nomor yang ingin aku hubungi, 
Tut,, tut,, tut,, 
Tidak ada jawaban dari seseorang di seberang sana, 
"Mungkin Gigi sudah tidur lagi pula ini juga udah malem lebih baik aku istirahat,"
Ku ambil posisi yang nyaman, dan bersiap untuk tidur.
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Keesokan harinya, 
Ngeenggggg,, ngeengggg
Kupacu motor di lintasan balap pagi ini, pagi-pagi sekali aku bersama seluruh anggota tim sudah berkumpul. Kami semua tengah sibuk mengurus persiapan untuk race yang akan datang dengan Ijal dan timnya. Aku sedang berada diatas motorku mencoba mesin terbaru yang diberikan oleh tim montir. Om John terus mengawasi ku di tepi lintasan, memeriksa catatan waktu yang aku buat dan mengamati perkembanganku dari waktu terakhir membalap. Karena beristirahat terlalu lama motorku ini jadi agak sedikit tidak nyaman dikendarai, lalu aku mencoba berkonsultasi dengan para montir mengungkapkan semua keluhan yang aku rasakan saat berkendara. 
"Gimana Fi, apa yang perlu diganti,?? "
"Ehm ini Om, baru saya obrolin sama tim montir, ini juga baru diskusi gimana baiknya, sudah saya bikin catatannya juga tadi," 
"Baguslah kalo begitu,, oh iya Fi baru saja Om menerima pesan soal tempat balapan, mereka ingin kita ke Puncak Fi." 
"Puncak Om,,?? memang disana ada jalan sepi untuk balapan Om, setahu saya kalo pun sepi pasti jalanannya naik turun, atau kalau gak di sekitar area perkebunan teh." ucapku. 
"Yah kita semua tahu itu Fi, tapi memang seperti itulah kemauan mereka, karena kita sudah menyanggupi perjanjiannya jadi kita harus tetap berangkat kesana,bertanding dan mengikuti aturan yang mereka buat, mau gak mau harus tetap dihadapi. "ucap Om John. 
"Baiklah Om."
Sejak pertama kali Om John memberitahu tentang balapan ini, aku merasa ada yang aneh dari sikap beliau. Sepertinya ada yang disembunyikan oleh Om John dariku, apa yang sebenarnya terjadi di balik balapan ini. 
"Om,, " panggilku 
"Apa yang Om sembunyikan,??"tanyaku 
Fiuuhhhh,, nampak Om John menarik nafas panjang sebelum memulai bicara, memang benar ada apa-apa dibalik ini semua. 
"Sebelum kita semua berangkat, saya ingin tahu semua, yang sebenar-benarnya terjadi, ada apa Om,"
"Om tidak bisa berbohong padamu rupanya, Raffi, sejak Om menerima tantangan dari Tim Rizal, Om mencium bahaya didalamnya. Terlebih mengetahui kabar bahwa kita akan balapan di Puncak,"
"Bahaya seperti apa yang Om maksud,?? "
"Kamu belum pernah balapan di ruang terbuka seperti itu, di Puncak itu cuma ada jalan raya Fi, sangat berbahaya jika kamu salah melakukan manuver, apalagi curah hujan disana sangat besar, kamu tahu sendiri kamu gak cukup mahir di lintasan basah," terang Om John. 
Memang benar semua hal yang di katakan oleh Om John. Aku juga memikirkan hal yang sama, tapi aku cuma berusaha agar tetap tenang supaya suasana hati para tim tidak terganggu karena takutnya itu bisa mempengaruhi kinerja dan kualitas pekerjaan mereka. Jadi kalau aku dan Om John tenang maka seluruh tim juga bisa bekerja maksimal seperti biasanya. 
"Yakin, berusaha dan berdoa Om, semua pasti baik-baik saja."
"Iya Fi,, semangat pokoknya," ucapnya sambil tersenyum. 
"Semangat, semangat,,"
Di jeda waktu istirahat latihan, aku mengecek ponselku, di layar ponsel milikku tertera ada lima panggilan tak terjawab dari nomor yang sama, dan satu pesan diterima. Semuanya dari nomor Gigi. Rupanya Gigi menghubungiku tadi saat sedang latihan hingga berkali-kali. Ku buka pesan singkat darinya,lalu kubaca isi pesannya. Gigi memberitahu bahwa semalam dia sudah tidur jadi tidak bisa menerima teleponku dan menyuruhku untuk menghubungi dia kembali. Ku pencet nomernya dan menunggu jawaban darinya. 
Tut, tut
"Halo Gi,, maaf tadi aku lagi ada meeting, jadi gak bisa terima telpon kamu,, ehm ketemu sekarang, oke, aku langsung kesana. Dah."
Kututup telepon ku, kemudian aku berpamitan pada Om John dan semua tim. 
"Om, saya pergi dulu, gak papa kan,perlu balik kesini gak??"
"Gak usah Fi, kamu istirahat besok pagi-pagi sekali kita harus berangkat ke Puncak, memang mau kemana kamu, biasanya juga ngumpul-ngumpul dulu sebelum race, ngobrol sambil makan."
"Iya loe Fi,, gak asik loe,"ucap salah satu anggota tim. 
"Hehehe, gak gitu bro,, gue bener-bener lagi ada urusan, mendadak banget,"ucapku 
"Bau-baunya urusan cewek nih pasti,"
"Hehehe, bisa aja loe bro, eh iya Om,saya boleh pinjam motor gak, biar cepet sampai nya gitu kalau pakai taksi suka susah nyelip. Lama sampenya."
"Silahkan Fi, kuncinya ada di motor." 
"Terimakasih Om, saya pamit dulu. Bro-bro semua, gue cabut dulu ya, sampai jumpa besok pagi,"
"Sipp bro,hati-hati."
"Siap bro,"
Aku pun berjalan menuju garasi, mengambil helm, sarung tangan dan lain-lain, dan sekarang aku sudah berada diatas motor, bersiap untuk memacu motorku bergegas menuju rumah Gigi. Benar apa kataku lebih enak memakai motor daripada taksi, karena bisa menyelip diantara kemacetan ibukota. Sesuai melewati jalan besar aku mencari jalan tikus untuk cepat sampai dan rupanya tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai dikarenakan jalanan yang aku pilih sedikit kosong jadi bisa terus lancar melaju. 
Tin, tin,, 
Kubunyikan klakson motor, tampak Pak Bambang berlari membuka pintu gerbang mempersilahkan aku untuk masuk ke rumah Gigi.
"Selamat sore Pak Bambang,, Nagita nya ada kan Pak,?? "
"Eh Mas Raffi, saya kira siapa. Ada didalam Mas, udah di tungguin juga sama Non Gigi dari tadi, langsung masuk aja ke dalam, motornya taruh disini aja Mas," ucapnya lagi 
"Oh iya terimakasih, saya kedalam dulu Pak, mari,, "
"Silahkan Mas,," 
Kulangkahkan kaki ke pintu rumah Gigi yang terbuka dan sesampai di depan pintu, pas sekali dengan turunnya Gigi dari lantai dua rumahnya. Mungkin karena hanya berada di rumah jadi Gigi berpakaian seadanya. Tapi itu membuatnya bertambah imut. Gigi hanya memakai kaos oblong putih, celana pendek diatas lutut warna biru muda dan dengan rambut yang terurai panjang tidak diikat seperti itu persis seperti anak sekolahan. Bisa-bisa aku disangka Om dan keponakan kalau pergi bersamanya. 
"Heii Fi, udah nyampe, yuk duduk dulu aku buatin minum bentar, "
"Iya, Gi,, makasih,"ucapku sambil melepaskan jaket. 
Tak lama Gigi membawa dua gelas minuman beserta beberapa toples cemilannya. 
"Silahkan Fi diminum dan ini makanannya."
"Iya Gi, aku minum ya." 
Ku teguk minuman yang dibuat oleh Gigi sampai habis tak bersisa. Itu karena aku haus sekali sedari tadi di tempat latihan belum sempat minum. Selesai meletakkan gelas, aku memandang sekeliling ruang tamu yang penuh dengan perabotan mahal tapi suasana rumah Gigi terasa begitu sepi. 
"Baru aja ato udah dari tadi Fi?? "
"Baru aja kok Gi," 
"Ehm,, orang tua kamu kemana sih Gi, masih di kantor,??tanyaku 
"Iya, Mama masih di kantor, pulangnya agak malem,"
"Papa kamu juga,?? "
"Papa tinggal di kota lain, kan Mama sama Papa bercerai waktu aku masih kecil, umur satu tahunlah kira-kira tapi Papa masih sering kesini kok, kadang sebulan sekali dua kali gitu, kenapa emangnya,??" 
Sekian lama mengenal dan berteman dengan Gigi aku baru mengetahui bahwa kedua orang tuanya bercerai, dan selama ini dia tinggal berdua hanya bersama Mamanya yang seorang pengusaha sukses di Jakarta. Gigi anak tunggal di keluarga ini. Dia hidup sendiri di rumah sebesar dan semewah ini, tapi dia tidak pernah menunjukkan rasa kesepian seperti anak tunggal lainnya. 
"Oh, gapapa Gi, cuma pengen kenalan sama mereka kan aku belum pernah ketemu sama orang tua kamu dari dulu, biar nanti kalo ada apa-apa bisa gampang gitu Gi, hehehe"
"Tuh kan ngomongnya gak jelas lagi. Nanti juga pasti ketemu Fi, soalnya Mama sibuk banget, sering keluar kota."
"Iya deh Gi,,"
"Kamu kesini naek motor Fi, tadi aku denger kayak ada suara motor di depan,?? "
"Iya, biar cepet nyampe, kenapa emangnya, keganggu ya?? 
"Gak papa, gak kok gak ganggu, ehm kamu tunggu disini aku mau ke kamar sebentar,".ucap Gigi. 
Aku pun hanya menganggukkan kepala. Sepeninggal Gigi aku pun berkonsentrasi dengan ponselku, tanpa ku sadari tiba-tiba Gigi sudah berada di depanku membawa sebuah kotak berukuran lumayan besar dan memberikannya kepadaku. 
"Buat aku?? " tanyaku bingung, dengan cepat Gigi mengiyakannya dan menyuruhku untuk membuka kotak besar tersebut. 
"Ayo silahkan dibuka Fi,," 
"Eh, iyaa Gi,,"
Ku mencoba mengingat tanggal berapa ini, tidak mungkin hari ini aku berulang tahun, masih lama sekali atau ada perayaan lain. Entahlah, aku bingung sendiri jadinya. Ku buka perlahan kotak yang ada didepan mataku dan aku dibuat sangat terkejut dengan isi didalamnya. 
"Wow helm,," teriakku senang kegirangan. 
"Wow, keren banget Gi,, ini kan helm mahal cuma ada diluar negeri nih adanya, aku pernah lihat iklannya di majalah,, ini beneran buat aku,, gak percaya aku punya helm ini, terimakasih Gi," spontan ku peluk Gigi.
Gigi jadi kaget. Aku jadi salah tingkah atas sikap refleks ku barusan karena terlalu bahagia, aku jadi tidak terkontrol. Aku tidak dapat menyembunyikan perasaan ini, betapa bahagianya kita memiliki barang yang dulu hanya dalam mimpi tapi sekarang sudah ada di tangan. Untuk beli saja harus berpikir berkali-kali lipat. 
"Seharusnya helm itu sudah jadi milikmu sejak beberapa tahun lalu, helm itu aku beli oleh-oleh dari Singapore khusus buat kamu," ucapnya lirih. 
Gigi selalu tampak sedih jika kembali mengingat masa lalu itu. Ku dekati dia dan duduk di lantai agar wajahku sejajar dengan wajahnya. Ku tegakkan wajahnya dengan kedua tanganku. 
"Ya udah, jangan sedih lagi ya, kan sekarang juga udah resmi jadi milik aku, nih udah ada di tanganku. Jangan nangis dong. Terimakasih banyak atas perhatiannya, terimakasih udah inget apa yang aku suka, terimakasih buat helmnya, aku janji pasti akan selalu aku pake,"ucapku. 
Kupandang wajah imut nya aku pun mulai tergoda untuk menciumnya, Gigi juga sepertinya tidak menolak. Perlahan aku memajukan kepalaku menuju bibir Gigi. 
"Mas Raffi," suara Pak Bambang memanggil namaku. 
Aduh, kenapa Pak Bambang mesti datang disaat yang kurang tepat, padahal kurang sedikit lagi kena, ini kali kedua aku gagal mencium Gigi. Aku hanya menggelengkan kepala dan mengelus dada, sedangkan Gigi hanya tersenyum. 
"Iya pak Bambang, ada apa,"tanyaku 
"Itu Mas diluar mendung mau hujan, saya mau mindahin motor mas Raffi takut kehujanan tapi dikunci, saya mau pinjam kuncinya Mas,"
"Oo, begitu,, ini Pak kuncinya," ucapku sambil mengambil kunci dari tas dan memberikannya ke pak Bambang. Lalu Pak Bambang pun pergi menghilang dari balik pintu, aku kembali mengarahkan pandanganku ke Gigi. 
"Kenapa ketawa, puas liat aku kayak gini, "ucapku kesal sambil tanganku bertolak pinggang. 
"Hahahaha, iya,," 
"Tau ah,, jadi ilang mood nih,,"
"Kasihan, gak dapet yang kamu mau ya, makanya main nyosor aja sih, hahahaha."
"Jadi gitu, sini kamu, biar aku buat kamu ketawa gak berhenti,sini,," ku dekati dia dan menggelitik pinggangnya. 
"Aduh, Raffi udah, geli tau,, Raffi,, "
"Rasain,," 
Canda tawa kami berdua di sore itu membuat hari cepat berlalu diiringi jatuhnya rintik hujan yang ikut bergembira melihat kebersamaan kami.
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Semakin malam bukannya mereda tetapi malah semakin deras hujan yang turun,sampai detik ini aku masih berada di rumah Gigi menanti hujan reda, yah meskipun sebenarnya aku bisa pulang sekarang karena sudah terbiasa hujan-hujanan. Tapi Gigi melarangku untuk pulang, dia takut aku sakit karena kehujanan. Ku hargai perhatiannya padaku, aku juga tidak mau membuatnya cemas atas kesehatanku. Dan sekarang ini kami berada di balkon rumah Gigi sambil berbincang seru. 
"Gi,, kamu tadi bilang kalo helm itu dari Singapore, berarti Nanda tahu dong soal ini,?? "
"Gak ada yang tahu selain Tuhan, aku dan penjualnya." 
"Maksudnya gimana, gak mungkin kamu belanja tapi gak ditemenin Nanda kan,,?? "
"Iyaa, tapi waktu aku beli itu, aku minta penjualnya buat ngirim barang itu langsung ke rumah, ternyata penjualnya bisa trus ya udah, helm itu udah ada ditangan pemiliknya sekarang, setelah sekian lama cuma ada di kamarku." 
"Ya ampun, segitunya kamu ya,, aku jadi ngerasa bersalah ninggalin kamu waktu itu."
"Yah, mau apalagi Fi,emang harus begitu jalannya, tiap aku liat kotak itu aku cuma bisa berharap masih punya waktu agar suatu hari nanti aku bisa memberikan kotak itu kepada pemilik yang seharusnya, eh akhirnya terkabul, lega aku sekarang."
"Gi,,,"
"Hemm,," 
"Terimakasih banyak atas semua, aku cuma bisa bilang itu, tapi aku akan coba membalas semua waktu yang kamu habiskan untuk menungguku. Aku akan selalu ada buat kamu dan gak akan pergi lagi kayak dulu."
"Okey, kalo kamu mau balas budi sama aku, kamu nginep disini aja, besok pagi baru pulang, gimana, lagian hujannya awet banget ini."ucap Gigi sambil melihat ke arah langit malam. 
"Aduh,aku gak bisa besok pagi-pagi sekali aku harus keluar kota untuk beberapa hari urusan pekerjaan." 
"Jadi kamu besok mau pergi,?? "
"Iya, kenapa Gi,?? Langkah Gigi menjauh dariku membuatku bertanya-tanya. 
"Aku sendirian lagi dong, kamu kan baru aja janji bakal nemenin aku terus." 
"Iya, emang aku janji, tapi kan aku harus kerja nanti setelah selesai semua kerjaanku, pasti aku langsung nemuin kamu lagi, okey." 
Gigi hanya terdiam membisu sambil menerawang jauh, aku mengerti kenapa dia seperti itu. Ku dekati dia. 
"Kamu takut aku pergi lagi kayak dulu ya,?? tanyaku 
"Kan tadi aku udah bilang itu gak akan terjadi lagi, kamu harus percaya sama aku Gi."
Hiks,, Hiks,, 
Gigi menangis tersedu air matanya berlinang tak kalah deras dengan hujan yang turun. Kubalikan badannya dan ku peluk erat, membuatnya merasa nyaman. 
"Aku takut kehilangan kamu lagi Fi,hiks hiks, kejadian yang lalu membuatku trauma."
Gigi menyimpan kesedihan yang dalam atas kepergian ku waktu itu. Ku cium keningnya untuk sekedar menenangkan hatinya, seakan memberi tanda bahwa aku tidak akan melakukan kesalahan itu untuk kedua kalinya. Aku akan tetap disini selama yang dia mau dan selama Tuhan mengizinkannya terjadi. 
"Gi, kamu mau jadi teman hidupku,??ucapku memecahkan suasana. 
Ucapanku tadi membuatnya terbangun dari pelukan, sejurus kemudian Gigi menatap dalam mataku, mencari maksud dari kata-kataku, tersirat kebingungan dari tatapannya. 
"Maksud kamu Fi,?? "
"Nagita Slavina maukah engkau menerima saya Raffi Ahmad sebagai teman hidupmu, disisa umurku yang ingin ku habiskan hanya denganmu, mari kita bertengkar kemudian berbaikan kembali bertengkar lagi baikan lagi begitu seterusnya, selayaknya teman tapi yang diridhoi oleh Tuhan dan keluarga yang juga sah dimata hukum,"?? 
Akhirnya waktu yang ku tunggu tiba, tanpa rencana hanya mengalir begitu saja keluar dari mulutku. Aku mengungkapkan keinginan hati untuk memilikinya selamanya tidak akan ada lagi yang lain. Tidak ada lagi kata perpisahan diantara kami. Inilah waktu yang tepat untuk menjadikannya sebagai belahan jiwaku. Tidak ada keraguan sedikitpun di hatiku, semuanya lancar keluar dari mulutku. Dan saat ini aku tinggal menunggu apa jawaban dari wanita yang ada didepanku. 
"Dengan kesalahanku dulu, aku sudah belajar bagaimana rasa kehilangan itu, aku juga sudah belajar bagaimana caranya untuk berjuang mendapatkan apa yang kita mau, dan sekarang aku gak bakal bikin kamu pergi dari sisiku lagi. Kesedihan mungkin akan terus ada tapi tidak mustahil kebahagiaan kita akan jauh lebih besar daripada sebelumnya, kamu mau kan mendampingiku Gi??"
"Aku mau Fi," ucapnya sambil menangis kali ini sepertinya sebuah tangisan terharu bahagia. 
"Beneran?? kamu serius Gi?? ga lagi becanda kan?? "
"Gak, kali ini aku serius Fi," 
"Jadi sekarang kamu jadi calon teman hidup aku dong,"
" Iya,,,"
"Yes, akhirnya,, aku bahagia banget Gi,,"ucapku 
"Terimakasih sudah menjawab iya, tapi aku gak janji bisa nyanggupin semua permintaan kamu, tapi selama masih bernafas aku akan selalu berusaha mewujudkan semua permintaan kamu Gi, selama aku mampu."
"Terimakasih juga sudah memilih aku. Tapi aku juga gak bisa janji, gak bakal bikin marah kamu, gak bakal ngecewain kamu ato bikin sedih kamu, tapi disaat itu semua aku akan selalu ada buat kamu dan gak akan pernah ninggalin kamu Fi, "
"Sini,, aku pengen peluk kamu,,aku gak nyangka kamu punya perasaan yang sama, aku kira aku bakalan kena tampar kayak waktu itu." 
"Aduh maaf ya buat yang itu,dua kali kan aku tampar kamu, pasti sakit banget kan."
"Iya gapapa Gi, yang penting sekarang kan aku bisa sayang-sayangan sama kamu,"
Kami pun berpelukan. Aku mengucap rasa syukur. Terimakasih Tuhan Engkau memberi ku kebahagiaan yang satu ini akan ku jaga selalu rasa yang Engkau anugerahkan ini. Akan ku jaga titipanmu ini. Tak akan aku biarkan air matanya mengalir karenaku lagi, akan kusunggingkan selalu senyum di wajah cantiknya sampai hanya maut yang memisahkan. 
"Boleh cium,?? "tanyaku 
"Boleh asal besok gak jadi pergi, gimana??" 
"Yah, jangan gitu dong. Jadi gak boleh nih ya udah kalo gitu,". Ku lepaskan pelukanku darinya. 
"Duh ngambek, dasar, cium kening aja ya, kalo yang lain nanti kalo kamu pulang,"
"Ya udah deh daripada gak dapet sama sekali,hehee."
Aku pun tersenyum, kukecup keningnya dan ku peluk erat tubuhnya, mulai malam ini dan seterusnya dia milikku,dan hanya milikku, untuk selama-lamanya.
Bersambung,,,

Related Posts :

0 Response to "Cerbung Raffi Nagita "Kembalilah Cinta" Part 16"

Post a Comment