
Cerbung by : Rini Diah Mardiyati
Brukkk,,
"Aww,,aduh,"
Tiba-tiba terdengar suara seperti benda jatuh disusul suara merintih kesakitan entah darimana datangnya,tapi sepertinya aku mengenal suara itu terdengar tidak asing ditelingaku.
"Suara apa itu,??" ucapku, kuletakkan gitar kesayanganku.
Aku pun berjalan keluar mencoba untuk mencari tahu apa yang terjadi dan ku temukan jawabannya sekarang.
"Gigi,,loe gak papa,"seruku. Ku lihat Gigi bersimpuh di lantai meringis menahan sakit sambil memegang kakinya, bergegas ku mendekat sambil membantunya untuk bangkit,tapi dia tidak bisa kulihat lututnya memerah mengeluarkan darah segar.
"Loe mau ngapain disini,hah,, kenapa bisa sampai sini,, trus ini lutut loe kenapa bisa sampe berdarah kayak gini,"tanyaku spontan tak berhenti saking kagetnya.Tak ada jawaban dari orang yang sedari tadi kuberi pertanyaan, yang kudengar hanya suara isakan tangisnya sambil menahan sakit.Kulihat wajah perempuan yang sedang berada di depan mataku saat ini dia begitu kesakitan. Luka di lututnya membuatnya hanya ingin menangis saja sepertinya, sampai-sampai tak ada kata yang keluar untuk bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan ku tadi. Aku mulai cemas.
"Aduh Gi,, jangan nangis dong, maafin gue tadi bentak loe,,maaf ya,ayo berdiri,". ucapku sambil kuraih tubuh kecilnya untuk masuk ke dalam pelukanku. Sekedar menghilangkan rasa takutnya. Ini kali pertama aku memeluk seorang perempuan,dan perempuan itu adalah Gigi,orang yang selama ini ku sayangi.Tapi hari ini aku gagal melindunginya. Tak kuasa aku melihat perempuan yang aku sayangi menangis di hadapan ku.
"Cup,,cup,, jangan nangis dong udah gede juga masih aja cengeng,mana yang sakit?"tanyaku lembut sambil mengusap air matanya. Ku elus perlahan rambutnya yang panjang terurai.
"Ini semua gara-gara elo Fi,, hiks karena gue penasaran siapa yang nyanyi di dalam gudang hiks, hiks makanya gue ngintip pake bangku ini,"ucap Gigi sambil menunjuk ke bangku yang sudah hancur. Isak tangis mewarnai perkataannya.
"Eh ternyata bangkunya rapuh trus jadinya ya kayak gini,gue jatuh Fi,,hiks sakit banget," keluh Gigi.
"Iya-iya gue yang salah,"jawab ku menenangkan. Saat ini Gigi hanya perlu di manja, maklum dia anak tunggal.
"Gue laporin Nanda loe nanti,awas aja,,sshhh aww perih banget Fi,"kata Gigi.
"Iyaaa,ntar laporin aja sama Nanda,,kan gue yang salah seperti kata loe tadi, sekarang loe diem disini gue mau ke UKS dulu ambil kotak P3K,awas jangan bergerak sampe gue balik kesini,okey," ujarku. Memang benar ini semua salahku Gigi jadi terluka begini.
"Iya,,"jawab Gigi singkat.
Sesampainya di dalam UKS, kubuka lemari obat mencari apa yang aku butuhkan, obat merah, alkohol, plester, kapas, perban, kurasa sudah lengkap apa yang aku ambil. Ku tutup lemari obat bergegas kembali ke gudang. Perjalananku terhenti aku berpikir untuk ke kantin sekolah untuk membeli minuman dan es batu.
Tak lama pun aku sudah kembali ketempat dimana aku meninggalkan Gigi beserta perlengkapan pertolongan pertama yang aku dapatkan tadi.
"Ini minum dulu Gi, pasti loe haus kan, biar gue obatin kaki loe nanti kalo agak perih ditahan aja," ucapku
Gigi hanya melihat apa yang aku lakukan sambil meminum minumannya. Dengan telaten kubersihkan lukanya dimulai dengan mengelap darahnya kemudian memberi obat merah sesambil meniup pelan-pelan ke arah lutut Gigi agar berkurang rasa perihnya,tersisa tahap terakhir yaitu menempel perban beserta plester. Selesai.
"Loe disini dulu, gue mau ambil handuk ke dalam," ku berlari masuk ke gudang mengambil handuk yang biasa aku gunakan setelah pelajaran olahraga. Ku masukkan es batu ke dalam plastik dan membungkusnya dengan handuk ku tadi. Di sekitar lutut Gigi aku kompres menggunakan es batu agar tidak jadi memar nanti. Gigi mulai tampak sedikit lebih tenang tetapi dia terus-menerus meringis. Tidak diragukan lukanya memang sedikit parah.
"Udah selesai Gi,,sini gue bantu berdiri loe mau pulang kan,"tanyaku. Ku papah Gigi, tangannya memeluk pinggang ku erat.
"Iya,,tapi tas gue masih ketinggalan di kelas,"ucap Gigi menjelaskan.
"Sama, tas gue juga masih di kelas, ya udah kita kelas dulu ambil tas, trus habis itu gue anterin loe sampai mobil,"
Setelah sampai di depan kelas saat ingin mengambil tas milik Gigi,Nanda pun berlari menghampiri kami. Nanda terkejut melihat lutut kekasihnya tampak tidak seperti biasanya. Ku duduk kan Gigi di bangku di depan kelas lalu aku masuk untuk mengambil tas kami.
"Yank,kamu kenapa,kaki kamu kok dibalut perban?"tanya Nanda dengan ekspresi penuh kekhawatiran.
"Aww,,aduh,"
Tiba-tiba terdengar suara seperti benda jatuh disusul suara merintih kesakitan entah darimana datangnya,tapi sepertinya aku mengenal suara itu terdengar tidak asing ditelingaku.
"Suara apa itu,??" ucapku, kuletakkan gitar kesayanganku.
Aku pun berjalan keluar mencoba untuk mencari tahu apa yang terjadi dan ku temukan jawabannya sekarang.
"Gigi,,loe gak papa,"seruku. Ku lihat Gigi bersimpuh di lantai meringis menahan sakit sambil memegang kakinya, bergegas ku mendekat sambil membantunya untuk bangkit,tapi dia tidak bisa kulihat lututnya memerah mengeluarkan darah segar.
"Loe mau ngapain disini,hah,, kenapa bisa sampai sini,, trus ini lutut loe kenapa bisa sampe berdarah kayak gini,"tanyaku spontan tak berhenti saking kagetnya.Tak ada jawaban dari orang yang sedari tadi kuberi pertanyaan, yang kudengar hanya suara isakan tangisnya sambil menahan sakit.Kulihat wajah perempuan yang sedang berada di depan mataku saat ini dia begitu kesakitan. Luka di lututnya membuatnya hanya ingin menangis saja sepertinya, sampai-sampai tak ada kata yang keluar untuk bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan ku tadi. Aku mulai cemas.
"Aduh Gi,, jangan nangis dong, maafin gue tadi bentak loe,,maaf ya,ayo berdiri,". ucapku sambil kuraih tubuh kecilnya untuk masuk ke dalam pelukanku. Sekedar menghilangkan rasa takutnya. Ini kali pertama aku memeluk seorang perempuan,dan perempuan itu adalah Gigi,orang yang selama ini ku sayangi.Tapi hari ini aku gagal melindunginya. Tak kuasa aku melihat perempuan yang aku sayangi menangis di hadapan ku.
"Cup,,cup,, jangan nangis dong udah gede juga masih aja cengeng,mana yang sakit?"tanyaku lembut sambil mengusap air matanya. Ku elus perlahan rambutnya yang panjang terurai.
"Ini semua gara-gara elo Fi,, hiks karena gue penasaran siapa yang nyanyi di dalam gudang hiks, hiks makanya gue ngintip pake bangku ini,"ucap Gigi sambil menunjuk ke bangku yang sudah hancur. Isak tangis mewarnai perkataannya.
"Eh ternyata bangkunya rapuh trus jadinya ya kayak gini,gue jatuh Fi,,hiks sakit banget," keluh Gigi.
"Iya-iya gue yang salah,"jawab ku menenangkan. Saat ini Gigi hanya perlu di manja, maklum dia anak tunggal.
"Gue laporin Nanda loe nanti,awas aja,,sshhh aww perih banget Fi,"kata Gigi.
"Iyaaa,ntar laporin aja sama Nanda,,kan gue yang salah seperti kata loe tadi, sekarang loe diem disini gue mau ke UKS dulu ambil kotak P3K,awas jangan bergerak sampe gue balik kesini,okey," ujarku. Memang benar ini semua salahku Gigi jadi terluka begini.
"Iya,,"jawab Gigi singkat.
Sesampainya di dalam UKS, kubuka lemari obat mencari apa yang aku butuhkan, obat merah, alkohol, plester, kapas, perban, kurasa sudah lengkap apa yang aku ambil. Ku tutup lemari obat bergegas kembali ke gudang. Perjalananku terhenti aku berpikir untuk ke kantin sekolah untuk membeli minuman dan es batu.
Tak lama pun aku sudah kembali ketempat dimana aku meninggalkan Gigi beserta perlengkapan pertolongan pertama yang aku dapatkan tadi.
"Ini minum dulu Gi, pasti loe haus kan, biar gue obatin kaki loe nanti kalo agak perih ditahan aja," ucapku
Gigi hanya melihat apa yang aku lakukan sambil meminum minumannya. Dengan telaten kubersihkan lukanya dimulai dengan mengelap darahnya kemudian memberi obat merah sesambil meniup pelan-pelan ke arah lutut Gigi agar berkurang rasa perihnya,tersisa tahap terakhir yaitu menempel perban beserta plester. Selesai.
"Loe disini dulu, gue mau ambil handuk ke dalam," ku berlari masuk ke gudang mengambil handuk yang biasa aku gunakan setelah pelajaran olahraga. Ku masukkan es batu ke dalam plastik dan membungkusnya dengan handuk ku tadi. Di sekitar lutut Gigi aku kompres menggunakan es batu agar tidak jadi memar nanti. Gigi mulai tampak sedikit lebih tenang tetapi dia terus-menerus meringis. Tidak diragukan lukanya memang sedikit parah.
"Udah selesai Gi,,sini gue bantu berdiri loe mau pulang kan,"tanyaku. Ku papah Gigi, tangannya memeluk pinggang ku erat.
"Iya,,tapi tas gue masih ketinggalan di kelas,"ucap Gigi menjelaskan.
"Sama, tas gue juga masih di kelas, ya udah kita kelas dulu ambil tas, trus habis itu gue anterin loe sampai mobil,"
Setelah sampai di depan kelas saat ingin mengambil tas milik Gigi,Nanda pun berlari menghampiri kami. Nanda terkejut melihat lutut kekasihnya tampak tidak seperti biasanya. Ku duduk kan Gigi di bangku di depan kelas lalu aku masuk untuk mengambil tas kami.
"Yank,kamu kenapa,kaki kamu kok dibalut perban?"tanya Nanda dengan ekspresi penuh kekhawatiran.
"Aku gak papa Yank,tadi cuma agak meleng aja jalannya
aku gak liat ada batu trus kesandung deh jd kayak gini kaki aku,"ucap Gigi
menjelaskan. Nanda menunduk melihat ke arah lutut Gigi dengan seksama.
"Beneran gak papa?? Makanya kamu
kalo lagi capek belajar istirahat dulu jangan dipaksain,kan jadi kecapean
kurang konsentrasi,batu gede aja ampe gak keliatan,"ucap Nanda sambil
memeluk tubuh Gigi. Aku yang berada di dalam kelas tidak bermaksud menguping
tapi apa daya aku mendengarnya. Cemburu itu pasti tapi memang harus Nanda yang
melakukan itu karena dia pacar resmi Gigi. Bukan seperti ku yang hanya mencintai
dalam hati saja tidak berani mengungkapkan perasaan. Memang sepertinya Nanda
adalah cowok yang tepat untuk berada di samping Gigi saat ini, dia mampu
melindungi,menjaga,dan mendampinginya.Sampai sejauh ini kulihat Nanda tulus
menyayangi Gigi dan selalu ada untuk menemani Gigi.Mungkin Tuhan sudah
menetapkan takdirku seperti ini disaat aku akan pergi meninggalkan Gigi Tuhan
mengirim Nanda sebagai pengganti. Aku harus menerima kenyataan yang ku ciptakan
sendiri. Setelah merasa tenang aku kembali menemui Gigi yang sedang bersama
Nanda.
"Gi,,ini tas loe,,Hai bro,"ucapku menyapa Nanda.
"Sini biar aku yang bawa tas kamu Yank,kamu kuat jalan gak,atau perlu aku gendong sampai mobil,?"
Ahh, itu kan yang aku inginkan, kenapa Nanda juga berpikiran sama seperti ku. Semoga Gigi menolaknya.
"Bisa kok Yank,, makasih ya Fi,, gue pulang dulu ya jangan lupa ngerjain tugas buat besok,bye,"ucap Gigi. Yess, Gigi menolak tawaran Nanda ternyata Tuhan masih sayang pada hamba yang (sok) teraniaya ini.
"Siap Gi,,"
"Gue balik duluan Bro,loe hati-hati pulangnya," ucap Nanda berpamitan.
"Sip bro,kalian berdua juga hati- hati, sampai ketemu besok Gi,bye "timpal ku. Mobil Gigi menjauh keluar dari gerbang sekolah. Aku pun berjalan menuju halte depan sekolah ditemani terik matahari siang itu.
"Gi,,ini tas loe,,Hai bro,"ucapku menyapa Nanda.
"Sini biar aku yang bawa tas kamu Yank,kamu kuat jalan gak,atau perlu aku gendong sampai mobil,?"
Ahh, itu kan yang aku inginkan, kenapa Nanda juga berpikiran sama seperti ku. Semoga Gigi menolaknya.
"Bisa kok Yank,, makasih ya Fi,, gue pulang dulu ya jangan lupa ngerjain tugas buat besok,bye,"ucap Gigi. Yess, Gigi menolak tawaran Nanda ternyata Tuhan masih sayang pada hamba yang (sok) teraniaya ini.
"Siap Gi,,"
"Gue balik duluan Bro,loe hati-hati pulangnya," ucap Nanda berpamitan.
"Sip bro,kalian berdua juga hati- hati, sampai ketemu besok Gi,bye "timpal ku. Mobil Gigi menjauh keluar dari gerbang sekolah. Aku pun berjalan menuju halte depan sekolah ditemani terik matahari siang itu.
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Sesampainya dirumah kulihat Papa sudah pulang dari
Bandung sedang mengotak-atik motor kesayangannya. Kegiatan Papa disela
aktifitas beliau bekerja.
"Assalamualaikum Pa,"
"Walaikumsalam Fi,, tumben pulang jam segini biasanya jam makan malam baru sampai rumah,"ucap Papa.
"Iya nih Pa,, lagi puyeng,"jawab ku sekenanya. Papa menggelengkan kepala.
"Puyeng masalah cewek ya,iya kan ?"tanya Papa.
Pertanyaan Papa membuat ku kaget bagaimana beliau tahu tentang apa yang sedang terlintas di dalam pikiran ku. Pasti Papa hanya menebak-nebak saja, tidak mungkin beliau tahu apa yang aku pikirkan saat ini.
"Udahlah Fi,, Papa ini pernah muda seperti kamu. Pasti ada hubungannya dengan rencana pindah kita, iya kan,?"tanya Papa lagi. Lagi-lagi Papa benar dan ini bukan sebuah kebetulan semata karena tidak mungkin kebetulan terjadi sampai kedua kalinya. Jangan-jangan Papa bisa baca pikiran orang nih, wah gawat. Apa aku harus jujur sama Papa karena sebetulnya aku juga ingin berbagi kepada orang lain karena kalau perasaan ini tidak dibagi bisa-bisa meledak kepalaku. Lebih beruntung lagi kalau bisa mendapatkan solusi yang baik.
"Fiuhhhhh,,"kuhela nafas ku sejenak kemudian mengacak rambutku dengan kasar.
"Iya Pah semua yang Papa tanyain tadi memang sedang Affi alami,Affi bingung bagaimana caranya memberi tahu kepada cewek itu kalau sebentar lagi Affi bakal ninggalin dia,sementara Affi gak tega ngomongnya Pa," jelas ku panjang lebar.
" Dasar anak muda kalau sedang jatuh cinta kadang logika tidak berjalan dengan baik," goda Papa.
"Begini Fi,, ada dua masukkan Papa buat kamu,tinggal pilih kamu mau melakukan yang mana.Yang tentu saja harus sesuai kata hati kamu.Yang pertama kamu kasih tahu apa yang sebenarnya terjadi tapi kamu harus tega melihatnya menangis atau yang kedua ciptakan kenangan indah bersamanya sebelum kamu pergi tanpa harus berpamitan kemudian kamu menghilang."ujar Papa.
"Beres kan, gitu aja di bikin pusing,"tambah Papa lagi
Aku terdiam sejenak, memikirkan dua masukan Papa yang sangat bisa jadi pertimbangan untukku mengambil keputusan mana yang sesuai kata hati, tapi sepertinya dua-duanya terasa sama berat untuk dijalani.
"Tapi untuk masukkan Papa yang kedua,kamu juga harus siap menghadapi akibat paling berat," tambah Papa.
"Maksud Papa paling berat,?"tanyaku ingin tahu.
"Ya kamu harus siap untuk dibenci olehnya,kamu sanggup gak? "jawab Papa. Fiuhh ku baringkan tubuhku di lantai hampir putus asa rasanya.
"Ya sudah sesi curhat ditutup sana kamu mandi,Papa juga mau istirahat,"
"Iya Pa,,makasih buat sesi curhat nya, besok lanjut lagi ya," godaku.
Papa pun menggeleng-gelengkan kepalanya lalu berjalan ke arah pintu,kemudian hilang dari pandanganku.
"Assalamualaikum Pa,"
"Walaikumsalam Fi,, tumben pulang jam segini biasanya jam makan malam baru sampai rumah,"ucap Papa.
"Iya nih Pa,, lagi puyeng,"jawab ku sekenanya. Papa menggelengkan kepala.
"Puyeng masalah cewek ya,iya kan ?"tanya Papa.
Pertanyaan Papa membuat ku kaget bagaimana beliau tahu tentang apa yang sedang terlintas di dalam pikiran ku. Pasti Papa hanya menebak-nebak saja, tidak mungkin beliau tahu apa yang aku pikirkan saat ini.
"Udahlah Fi,, Papa ini pernah muda seperti kamu. Pasti ada hubungannya dengan rencana pindah kita, iya kan,?"tanya Papa lagi. Lagi-lagi Papa benar dan ini bukan sebuah kebetulan semata karena tidak mungkin kebetulan terjadi sampai kedua kalinya. Jangan-jangan Papa bisa baca pikiran orang nih, wah gawat. Apa aku harus jujur sama Papa karena sebetulnya aku juga ingin berbagi kepada orang lain karena kalau perasaan ini tidak dibagi bisa-bisa meledak kepalaku. Lebih beruntung lagi kalau bisa mendapatkan solusi yang baik.
"Fiuhhhhh,,"kuhela nafas ku sejenak kemudian mengacak rambutku dengan kasar.
"Iya Pah semua yang Papa tanyain tadi memang sedang Affi alami,Affi bingung bagaimana caranya memberi tahu kepada cewek itu kalau sebentar lagi Affi bakal ninggalin dia,sementara Affi gak tega ngomongnya Pa," jelas ku panjang lebar.
" Dasar anak muda kalau sedang jatuh cinta kadang logika tidak berjalan dengan baik," goda Papa.
"Begini Fi,, ada dua masukkan Papa buat kamu,tinggal pilih kamu mau melakukan yang mana.Yang tentu saja harus sesuai kata hati kamu.Yang pertama kamu kasih tahu apa yang sebenarnya terjadi tapi kamu harus tega melihatnya menangis atau yang kedua ciptakan kenangan indah bersamanya sebelum kamu pergi tanpa harus berpamitan kemudian kamu menghilang."ujar Papa.
"Beres kan, gitu aja di bikin pusing,"tambah Papa lagi
Aku terdiam sejenak, memikirkan dua masukan Papa yang sangat bisa jadi pertimbangan untukku mengambil keputusan mana yang sesuai kata hati, tapi sepertinya dua-duanya terasa sama berat untuk dijalani.
"Tapi untuk masukkan Papa yang kedua,kamu juga harus siap menghadapi akibat paling berat," tambah Papa.
"Maksud Papa paling berat,?"tanyaku ingin tahu.
"Ya kamu harus siap untuk dibenci olehnya,kamu sanggup gak? "jawab Papa. Fiuhh ku baringkan tubuhku di lantai hampir putus asa rasanya.
"Ya sudah sesi curhat ditutup sana kamu mandi,Papa juga mau istirahat,"
"Iya Pa,,makasih buat sesi curhat nya, besok lanjut lagi ya," godaku.
Papa pun menggeleng-gelengkan kepalanya lalu berjalan ke arah pintu,kemudian hilang dari pandanganku.
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Setelah makan malam aku pun masuk ke kamar untuk
belajar,mata boleh tertuju pada buku pelajaran tapi pikiranku melayang-layang
membuatku susah berkonsentrasi. Tiba-tiba aku teringat Gigi, bagaimana keadaan
kakinya apakah sudah enakan,apa dia sudah minum obat penghilang rasa nyeri, ku
turun ke lantai bawah dan menekan beberapa angka yang sebenarnya nomor telepon
Gigi, tapi ku urungkan niat, ku angkat gagang telepon tapi kembali ku urungkan
niat. aahh entahlah lagian kenapa aku harus repot-repot sudah ada Nanda yang
menjaganya. Lebih baik aku memikirkan mana yang harus aku ambil diantara dua
masukkan yang diberikan oleh Papa tadi sore. Aku kembali ke kamar tapi aku
malas belajar kurebahkan tubuh diatas tempat tidur mataku menerawang. Semuanya pasti
akan baik-baik saja Fi,ucapku dalam hati. Sedih, sakit hati, air mata bukan hal
yang harus dihindari semua sudah ada porsinya. Keputusan sudah ku ambil tinggal
pelaksanaannya saja, semoga tidak ada yang tersakiti dengan semua ini. Ku
matikan lampu kamar dan bersiap pergi tidur.
Bersambung...
0 Response to "Cerbung Raffi Nagita "Kembalilah Cinta" Part 4"
Post a Comment