Cerbung by : Rini Diah Mardiyati
"Ma, maafin Affi, Ma,, memang Affi
yang salah gak pernah jujur sama Mama tapi itu Affi lakuin buat keluarga, buat
Mama, Nanas. Buat kita semua Ma,"ucapku dari luar kamar, karena Mama
mengunci pintu kamarnya dari dalam.
Aku sangat cemas dan takut dengan keadaan Mama saat ini, apakah beliau baik-baik saja didalam sana. Yang aku lakukan hanya bisa mondar-mandir di depan pintu kamarnya, berharap Mama segera keluar dan menemuiku. Tapi hingga sore hari Mama tak kunjung keluar kamar, semakin aku frustrasi dibuatnya. Tapi ketika aku sedang menunggu tiba-tiba saja terdengar ada suara seseorang yang mengucap salam dari sisi luar rumah, kubuka pintu mencoba mencari tahu siapa gerangan yang datang. Ternyata Syahnas yang datang.
"Nanas?? kenapa pulang,??"tanyaku.
"Lhoh,, Aa sendiri, ngapain disini, kapan dateng,??"
"Dari tadi pagi Aa disini,"
"Trus Nanas ngapain kesini??"
"Nanas mau ketemu Mama. Tadi Mama telpon Nanas sambil nangis. Udah dulu ya A', Nanas mau nemuin Mama dulu habis itu Nanas mau ngomong serius empat mata sama Aa,sekarang Mama dimana,?? "
"Dikamar,"
Dengan sikap Nanas barusan aku bisa menebak bahwa dia juga sudah tahu apa yang diketahui oleh Mama dari perekam suara tadi, tentang apa yang aku sembunyikan selama ini. Cukup lama Nanas berada di dalam kamar Mama, membuatku semakin gelisah perihal keadaan Mama sekarang,sesaat kemudian pintu pun terbuka.
"Nas,gimana, kok Nanas keluar dari kamar sendirian??"
"Huh,Mama kecewa banget sama Aa, Mama shock banget, nangis terus tuh, sebenarnya apa sih yang Aa lakuin selama ini, sekarang Aa cerita deh ke Nanas."
"Iya,,Aa bakal cerita sama Nanas, duduk sini, begini ceritanya semua berawal ketika,,bla,,bla,bla,," ucapku panjang lebar menjelaskan tentang hal-hal yang berkaitan dengan isi rekaman itu, dari awal mula sampai di akhir cerita. Tidak ada yang aku tutup-tutupi sedikitpun dari adik kesayanganku ini.
"Maafin Aa ya Nas,"
"Oo jadi gitu,tapi sekarang Aa udah kerja kantoran,, yang ini beneran kan,jujur kan, ga bohong lagi kan,??"
"Gak Nas,,Aa udah diterima kerja jadi staf manajer, kali ini Aa gak bohong. Aa berani sumpah."
"Nanas masih bingung nih harus ngapain. Kalo Nanas dan Mama tau soal ini dari awal, kita pasti juga gak bakalan setuju sama kerjaan Aa, itu kan bahaya banget A',, Nanas gak mau lagi kehilangan laki-laki di hidup Nanas,setelah Papa pergi cuma Aa yang Nanas punya," ucap Nanas memelas. Aku peluk tubuh adik kesayanganku ini. Aku sangat mengerti apa yang dia katakan.
"Iya-iya, kan Aa udah minta maaf tadi. Yang penting sekarang Aa udah gak balap motor lagi."
"Itu harus. jangan kayak gitu lagi, jangan bikin Mama sama Nanas khawatir lagi, " ucap Nanas seraya bangkit dari pelukanku sambil sedikit melotot ke arah ku. Mengeluarkan sikapnya yang agak sedikit galak padaku.
"Tapi Nanas sekarang ngerti kok kenapa Aa ambil kerjaan itu. Pasti Aa lakuin ini semua buat keluarga. Aa pasti pengen jadi pengganti sosok Papa sebagai kepala keluarga yang bisa mencukupi semua kebutuhan, buat kebutuhan Mama, buat kuliah Nanas juga kan, iya kan. Makasih ya Aa,, Nanas sayang sama Aa. Yah walaupun mungkin Mama masih perlu waktu buat mengerti," ucapnya seraya kembali memelukku.
"Makasih ya Nas,setidaknya Nanas mau denger dan ngertiin penjelasan Aa, maafin Aa kalo bikin Mama sama Nanas kecewa, maafin Aa belum bisa jadi kepala keluarga yang baik kayak Papa, cuma itu yang bisa Aa lakuin sekarang,"
"Gak kok,Aa udah jadi pengganti Papa yang hebat,Nanas bangga punya Aa, sekarang biarin Mama sendiri dulu nanti kalau udah agak tenang,Nanas coba beri pengertian ke Mama lagi. Tenang aja ya Aa ku sayang, Mama cuma kaget aja kok, gak mungkin Mama marah lama-lama sama Aa."
"Iya,, Aa juga bangga ternyata adek Aa ini udah gede sekarang, udah dewasa banget,,gak manja lagi hehe,,"
"Ya iyalah, kan Nanas sekarang udah kuliah, udah gede. Aa aja yang gak perhatian sama Nanas."
"Iya-iya,, sana kamu istirahat, capek kan."
"Nanas ke kamar dulu ya A'. "
Nanas pamit untuk istirahat sedangkan aku masih duduk di ruang tengah menunggu Mama. Aku berbalik melihat ke arah pintu kamar Mama, berharap pintu itu segera terbuka.
Aku sangat cemas dan takut dengan keadaan Mama saat ini, apakah beliau baik-baik saja didalam sana. Yang aku lakukan hanya bisa mondar-mandir di depan pintu kamarnya, berharap Mama segera keluar dan menemuiku. Tapi hingga sore hari Mama tak kunjung keluar kamar, semakin aku frustrasi dibuatnya. Tapi ketika aku sedang menunggu tiba-tiba saja terdengar ada suara seseorang yang mengucap salam dari sisi luar rumah, kubuka pintu mencoba mencari tahu siapa gerangan yang datang. Ternyata Syahnas yang datang.
"Nanas?? kenapa pulang,??"tanyaku.
"Lhoh,, Aa sendiri, ngapain disini, kapan dateng,??"
"Dari tadi pagi Aa disini,"
"Trus Nanas ngapain kesini??"
"Nanas mau ketemu Mama. Tadi Mama telpon Nanas sambil nangis. Udah dulu ya A', Nanas mau nemuin Mama dulu habis itu Nanas mau ngomong serius empat mata sama Aa,sekarang Mama dimana,?? "
"Dikamar,"
Dengan sikap Nanas barusan aku bisa menebak bahwa dia juga sudah tahu apa yang diketahui oleh Mama dari perekam suara tadi, tentang apa yang aku sembunyikan selama ini. Cukup lama Nanas berada di dalam kamar Mama, membuatku semakin gelisah perihal keadaan Mama sekarang,sesaat kemudian pintu pun terbuka.
"Nas,gimana, kok Nanas keluar dari kamar sendirian??"
"Huh,Mama kecewa banget sama Aa, Mama shock banget, nangis terus tuh, sebenarnya apa sih yang Aa lakuin selama ini, sekarang Aa cerita deh ke Nanas."
"Iya,,Aa bakal cerita sama Nanas, duduk sini, begini ceritanya semua berawal ketika,,bla,,bla,bla,," ucapku panjang lebar menjelaskan tentang hal-hal yang berkaitan dengan isi rekaman itu, dari awal mula sampai di akhir cerita. Tidak ada yang aku tutup-tutupi sedikitpun dari adik kesayanganku ini.
"Maafin Aa ya Nas,"
"Oo jadi gitu,tapi sekarang Aa udah kerja kantoran,, yang ini beneran kan,jujur kan, ga bohong lagi kan,??"
"Gak Nas,,Aa udah diterima kerja jadi staf manajer, kali ini Aa gak bohong. Aa berani sumpah."
"Nanas masih bingung nih harus ngapain. Kalo Nanas dan Mama tau soal ini dari awal, kita pasti juga gak bakalan setuju sama kerjaan Aa, itu kan bahaya banget A',, Nanas gak mau lagi kehilangan laki-laki di hidup Nanas,setelah Papa pergi cuma Aa yang Nanas punya," ucap Nanas memelas. Aku peluk tubuh adik kesayanganku ini. Aku sangat mengerti apa yang dia katakan.
"Iya-iya, kan Aa udah minta maaf tadi. Yang penting sekarang Aa udah gak balap motor lagi."
"Itu harus. jangan kayak gitu lagi, jangan bikin Mama sama Nanas khawatir lagi, " ucap Nanas seraya bangkit dari pelukanku sambil sedikit melotot ke arah ku. Mengeluarkan sikapnya yang agak sedikit galak padaku.
"Tapi Nanas sekarang ngerti kok kenapa Aa ambil kerjaan itu. Pasti Aa lakuin ini semua buat keluarga. Aa pasti pengen jadi pengganti sosok Papa sebagai kepala keluarga yang bisa mencukupi semua kebutuhan, buat kebutuhan Mama, buat kuliah Nanas juga kan, iya kan. Makasih ya Aa,, Nanas sayang sama Aa. Yah walaupun mungkin Mama masih perlu waktu buat mengerti," ucapnya seraya kembali memelukku.
"Makasih ya Nas,setidaknya Nanas mau denger dan ngertiin penjelasan Aa, maafin Aa kalo bikin Mama sama Nanas kecewa, maafin Aa belum bisa jadi kepala keluarga yang baik kayak Papa, cuma itu yang bisa Aa lakuin sekarang,"
"Gak kok,Aa udah jadi pengganti Papa yang hebat,Nanas bangga punya Aa, sekarang biarin Mama sendiri dulu nanti kalau udah agak tenang,Nanas coba beri pengertian ke Mama lagi. Tenang aja ya Aa ku sayang, Mama cuma kaget aja kok, gak mungkin Mama marah lama-lama sama Aa."
"Iya,, Aa juga bangga ternyata adek Aa ini udah gede sekarang, udah dewasa banget,,gak manja lagi hehe,,"
"Ya iyalah, kan Nanas sekarang udah kuliah, udah gede. Aa aja yang gak perhatian sama Nanas."
"Iya-iya,, sana kamu istirahat, capek kan."
"Nanas ke kamar dulu ya A'. "
Nanas pamit untuk istirahat sedangkan aku masih duduk di ruang tengah menunggu Mama. Aku berbalik melihat ke arah pintu kamar Mama, berharap pintu itu segera terbuka.
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Sore berganti dengan malam, Mama tak
kunjung keluar dari kamarnya. Jujur, lebih baik aku dimarahi habis-habisan
daripada didiamkan saja seperti ini. Daripada hanya terdiam begini aku pun
mencoba mencari informasi terkait rekaman itu. Aku berjalan ke teras samping
rumah, kucari kardus bekas paket yang dikirim tadi. Setelah kutemukan, lalu aku
periksa sisi bagian dalam kardus dan benar saja ada secarik kertas yang berisi
tulisan yang membuatku sangat marah ketika membacanya. Tak sanggup aku menahan
amarah di dada yang begitu besar. Siapa sebenarnya orang dibalik ini semua. Di
bagian bawah kertas tersebut bertuliskan satu alamat yang harus aku datangi
jika aku ingin tahu siapa yang mengirim paket tersebut, tanpa pikir panjang aku
segera bangkit menuju motorku untuk melakukan sesuatu.
"Aa,,,mau kemana malem-malem??"teriak Nanas yang melihatku tampak begitu tergesa-gesa.
Tak ku hiraukan suara teriakan Nanas,aku sudah gelap mata yang terlintas di pikiran hanyalah menemukan orang yang telah mengirimkan paket itu. Dan bertanya apa maksud dan tujuannya melakukan ini.
"Aa,,,mau kemana malem-malem??"teriak Nanas yang melihatku tampak begitu tergesa-gesa.
Tak ku hiraukan suara teriakan Nanas,aku sudah gelap mata yang terlintas di pikiran hanyalah menemukan orang yang telah mengirimkan paket itu. Dan bertanya apa maksud dan tujuannya melakukan ini.
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Tiba aku di sebuah gudang tua, sunyi senyap hanya ada beberapa suara hewan malam karena memang letaknya yang berada jauh dari jalan raya. Entah tempat apa ini sebelumnya, tapi sepertinya memang benar ini alamat yang tertera di kertas dari kiriman paket perekam suara itu. Dari atas motor aku memutar pandangan ke seluruh arah mencoba mencari apa ada orang yang melintas untuk sekedar tempat bertanya. Sayup-sayup terdengar suara tertawa dibalik pintu ternyata ada orang didalam gudang itu,apakah orang yang aku cari berada didalam sana. Apakah dia yang aku maksud salah satu dari mereka. Aku pun ide. Kuhidupkan mesin motorku dan memainkan gasnya,sampai terdengar begitu keras dan mengganggu. Semakin keras dan lebih keras agar membuat orang yang berada didalam sana ingin keluar. Dan usahaku pun berhasil.
"Woy,, matiin motor loe,,berisik,!!!"
"Berani banget nih orang, samperin aja bro."
"Wah,cari mati nih orang,, siapa loe malem-malem bikin suara. Bikin gue emosi aja,, buka helm loe,dasar pecundang,!!"
Rupanya bukan hanya satu orang yang ada didalam gudang itu. Aku mulai memperhatikan satu persatu dari semua orang yang keluar. Dari balik redupnya cahaya aku mengenal baik salah satu dari suara-suara tersebut. Suara yang terakhir terdengar. Ekspresi kaget tak bisa aku sembunyikan mengetahui ternyata Ijal ada diantara mereka. Apa mungkin dialah orang dibalik semua ini. Ternyata dia yang merekam percakapanku waktu itu. Ya aku yakin pasti Ijal orangnya. Kumatikan motorku dan aku berjalan mendekati Ijal. Sesampainya aku didepan matanya baru aku membuka helmku.
"Ini gue, Raffi,"
"Wuhuu,, kita kedatangan tamu penting teman-teman, tamu kita ingin ikut berpesta rupanya,mari kita membuatnya menikmati pesta kita malam ini,,"ucap Ijal.
"Jawab pertanyaan gue Rizal, apa loe yang lakuin ini semua,?? tanyaku seraya memperlihatkan kertas bertuliskan alamat yang kubawa.
"Hahahaha,, Raffi Ahmad, ternyata loe gak sebodoh yang gue kira. Sangat mengagumkan. Hahahaha... Emang gue yang bikin ini semua, kenapa?? Loe gak suka??" ucap Ijal.
Ternyata benar, memang dia yang merekam percakapanku bersama Om John waktu itu.
"Apa maksud loe ngelakuin ini?? "
"Loe pengen tau kenapa gue ngelakuin ini??"
"Iya,,"
Bukannya menjawab pertanyaan dariku, tapi Ijal malah berbalik arah, sempat aku merasa bingung dibuatnya tapi sesaat kemudian,,
Buk,,
Sebuah pukulan tepat mendarat di wajahku, kemudian disusul dengan berlanjutnya pukulan demi pukulan lain ke seluruh bagian tubuhku,membuatku jatuh tersungkur di tanah. Rasa sakit mulai menjalar di seluruh tubuhku.
''Stop,, berhenti," teriakku.
Sejurus kemudian mereka semua berhenti mengeroyokku, dengan tubuh yang lemah aku mencoba bangkit sambil memegang perutku yang terasa sakit.
"Kenapa loe lakuin ini ke gue Jal,hah,???" teriakku lagi
"Loe masih nanya alasannya Fi, ini semua karena loe ngerebut semua yang seharusnya jadi milik gue," ucap Ijal.
"Maksud loe??"
"Cuihh,pura-pura bego,,,, kalo loe gak dateng saat itu, nasib gue gak kayak gini, kalo loe gak ada pasti sekarang gue masih akan jadi pembalap andalan di tim Om Tommy, the one and only,, loe inget kan kata-kata itu. "
"Oo hanya itu masalahnya,,pengecut,, jadilah pria sejati Jal. Ini cuma urusan loe dan gue.Jadi gak usah bawa-bawa nyokap gue apalagi temen-temen loe ini.Loe gak berani ngadepin gue sendirian,hah??"
Wajah Rizal tampak semakin marah mendengar ucapanku, sorot matanya begitu tajam, kulihat tangannya pun sudah mengepal siap melayangkan kembali pukulan ke arahku. Dia paling anti mendengar sebutan pecundang ditujukan padanya. Tak lama setelah itu Ijal mengisyaratkan agar teman-temannya meninggalkan kami berdua di tempat ini.
"Mau loe apa sekarang,??" tanyanya padaku
"Terserah,,loe yang mulai permainan ini kan,gue akan ikuti permainan loe kali ini,jadi kalo loe kalah gue minta loe jauhin gue,keluarga gue,dan kehidupan gue, ,deal,??"
"Okey,deal. Ambil motor loe kita selesein ini secara jantan."
Rizal memilih untuk adu balap bersamaku,yah kupikir cara ini lebih baik daripada harus saling baku hantam. Saling melukai satu sama lainnya. Tapi aku juga harus tetap berhati-hati dan waspada karena yang berhadapan denganku ini adalah orang yang pernah ingin mencelakakanku waktu itu, bisa saja hal itu terjadi lagi. Dengan rasa sakit yang kurasakan di seluruh tubuhku saat ini, aku pun bersiap-siap diatas motor andalanku.
"Loe ikutin jalur yang loe lewatin tadi sampai arah kota lalu kembali kesini, siapa duluan itu yang menang," ucap Rizal menjelaskan. Aku menatap matanya dari balik helm tanpa menghiraukan perkataan darinya. Kami berada di satu titik yang sama dan mulai bersiap.
Ngeeeeeeengggggg,,
Motor kami melaju dengan kecepatan tinggi. Keadaan jalanan begitu lengang karena memang ini sudah larut malam. Dengan demikian sedikit membantu kami agar leluasa mengendarai motor kami. Tubuh kami meliuk-liuk mengikuti gerakan motor yang kami kendarai, jarak kami juga tidak begitu jauh hampir sama malah,saling susul menyusul. Di kegelapan malam hari ini aku mempertaruhkan harga diri dan nyawa tentunya, entah seberapa besar kebencian Rizal kepadaku sehingga dia benar-benar ingin mengalahkanku. Hanya itu yang sejak tadi terlintas di pikiranku. Dan sampailah kami di jalan arah menuju kota dan kulihat Rizal terus memacu motornya. Rizal terus berkendara tanpa memperhatikan lampu yang sedang berwarna merah pertanda untuk berhenti. Tapi dia malah terus melaju kencang.
Dan brakkk,,
Terdengar suara benturan begitu keras. Sebuah mobil warna hitam muncul dengan kecepatan tinggi dari arah lain. Karena memang lampu sedang menyala hijau dari arah itu, tabrakan pun tak terelakkan lagi. Dengan cepat aku menarik rem tangan agar motorku segera berhenti, agar aku juga tidak menabrak mobil itu. Aku melihat Rizal terlempar ke sisi kanan jalan tapi masih tersadar,lalu bagaimana keadaan penumpang didalam mobil hitam itu. Apakah dia baik-baik saja. Aku tinggalkan motorku di tempat dimana aku berhenti. Lalu kuhampiri mobil itu dan mengetuk kaca mobilnya, syukurlah seorang pria paruh baya yang berada di dalam mobil masih sadar walaupun darah mengalir di wajahnya. Lalu ku coba membuka pintunya.
"Bapak masih bisa dengar suara saya??"ucapku sambil mengguncangkan badan bapak itu.
"Biisaa,," ucap Bapak itu terbata-bata.
"Tetaplah berbicara dengan saya agar bapak tidak hilang kesadaran, saya akan membawa bapak ke rumah sakit," ucapku sambil menyobek kaos untuk membalut luka agar darah bapak ini tidak keluar banyak. Aku keluar mobil mencari Rizal agar bisa membantuku untuk membawa bapak ini ke rumah sakit. Ku tengok ke tempat dimana Ijal tadi jatuh, tapi nihil, tak ku dapati Ijal disana ternyata dia sudah kabur.
"Aahh, sial, dasar pengecut, brengsek loe Jal, trus sekarang gimana coba,"ucapku kesal.
Aku kebingungan harus apa yang aku perbuat sekarang kalau aku disini aku pasti yang dituduh menabrak mobil itu tapi kalau aku pergi bagaimana nasib bapak ini, lalu apa bedanya aku dan Rizal, sama-sama lari dari tanggungjawab kalau aku pergi dari sini. Aku menghela nafas mencoba berpikir dengan jernih, menghilangkan kepanikan, dan memutuskan harus bagaimana setelah ini.
Tiba aku di sebuah gudang tua, sunyi senyap hanya ada beberapa suara hewan malam karena memang letaknya yang berada jauh dari jalan raya. Entah tempat apa ini sebelumnya, tapi sepertinya memang benar ini alamat yang tertera di kertas dari kiriman paket perekam suara itu. Dari atas motor aku memutar pandangan ke seluruh arah mencoba mencari apa ada orang yang melintas untuk sekedar tempat bertanya. Sayup-sayup terdengar suara tertawa dibalik pintu ternyata ada orang didalam gudang itu,apakah orang yang aku cari berada didalam sana. Apakah dia yang aku maksud salah satu dari mereka. Aku pun ide. Kuhidupkan mesin motorku dan memainkan gasnya,sampai terdengar begitu keras dan mengganggu. Semakin keras dan lebih keras agar membuat orang yang berada didalam sana ingin keluar. Dan usahaku pun berhasil.
"Woy,, matiin motor loe,,berisik,!!!"
"Berani banget nih orang, samperin aja bro."
"Wah,cari mati nih orang,, siapa loe malem-malem bikin suara. Bikin gue emosi aja,, buka helm loe,dasar pecundang,!!"
Rupanya bukan hanya satu orang yang ada didalam gudang itu. Aku mulai memperhatikan satu persatu dari semua orang yang keluar. Dari balik redupnya cahaya aku mengenal baik salah satu dari suara-suara tersebut. Suara yang terakhir terdengar. Ekspresi kaget tak bisa aku sembunyikan mengetahui ternyata Ijal ada diantara mereka. Apa mungkin dialah orang dibalik semua ini. Ternyata dia yang merekam percakapanku waktu itu. Ya aku yakin pasti Ijal orangnya. Kumatikan motorku dan aku berjalan mendekati Ijal. Sesampainya aku didepan matanya baru aku membuka helmku.
"Ini gue, Raffi,"
"Wuhuu,, kita kedatangan tamu penting teman-teman, tamu kita ingin ikut berpesta rupanya,mari kita membuatnya menikmati pesta kita malam ini,,"ucap Ijal.
"Jawab pertanyaan gue Rizal, apa loe yang lakuin ini semua,?? tanyaku seraya memperlihatkan kertas bertuliskan alamat yang kubawa.
"Hahahaha,, Raffi Ahmad, ternyata loe gak sebodoh yang gue kira. Sangat mengagumkan. Hahahaha... Emang gue yang bikin ini semua, kenapa?? Loe gak suka??" ucap Ijal.
Ternyata benar, memang dia yang merekam percakapanku bersama Om John waktu itu.
"Apa maksud loe ngelakuin ini?? "
"Loe pengen tau kenapa gue ngelakuin ini??"
"Iya,,"
Bukannya menjawab pertanyaan dariku, tapi Ijal malah berbalik arah, sempat aku merasa bingung dibuatnya tapi sesaat kemudian,,
Buk,,
Sebuah pukulan tepat mendarat di wajahku, kemudian disusul dengan berlanjutnya pukulan demi pukulan lain ke seluruh bagian tubuhku,membuatku jatuh tersungkur di tanah. Rasa sakit mulai menjalar di seluruh tubuhku.
''Stop,, berhenti," teriakku.
Sejurus kemudian mereka semua berhenti mengeroyokku, dengan tubuh yang lemah aku mencoba bangkit sambil memegang perutku yang terasa sakit.
"Kenapa loe lakuin ini ke gue Jal,hah,???" teriakku lagi
"Loe masih nanya alasannya Fi, ini semua karena loe ngerebut semua yang seharusnya jadi milik gue," ucap Ijal.
"Maksud loe??"
"Cuihh,pura-pura bego,,,, kalo loe gak dateng saat itu, nasib gue gak kayak gini, kalo loe gak ada pasti sekarang gue masih akan jadi pembalap andalan di tim Om Tommy, the one and only,, loe inget kan kata-kata itu. "
"Oo hanya itu masalahnya,,pengecut,, jadilah pria sejati Jal. Ini cuma urusan loe dan gue.Jadi gak usah bawa-bawa nyokap gue apalagi temen-temen loe ini.Loe gak berani ngadepin gue sendirian,hah??"
Wajah Rizal tampak semakin marah mendengar ucapanku, sorot matanya begitu tajam, kulihat tangannya pun sudah mengepal siap melayangkan kembali pukulan ke arahku. Dia paling anti mendengar sebutan pecundang ditujukan padanya. Tak lama setelah itu Ijal mengisyaratkan agar teman-temannya meninggalkan kami berdua di tempat ini.
"Mau loe apa sekarang,??" tanyanya padaku
"Terserah,,loe yang mulai permainan ini kan,gue akan ikuti permainan loe kali ini,jadi kalo loe kalah gue minta loe jauhin gue,keluarga gue,dan kehidupan gue, ,deal,??"
"Okey,deal. Ambil motor loe kita selesein ini secara jantan."
Rizal memilih untuk adu balap bersamaku,yah kupikir cara ini lebih baik daripada harus saling baku hantam. Saling melukai satu sama lainnya. Tapi aku juga harus tetap berhati-hati dan waspada karena yang berhadapan denganku ini adalah orang yang pernah ingin mencelakakanku waktu itu, bisa saja hal itu terjadi lagi. Dengan rasa sakit yang kurasakan di seluruh tubuhku saat ini, aku pun bersiap-siap diatas motor andalanku.
"Loe ikutin jalur yang loe lewatin tadi sampai arah kota lalu kembali kesini, siapa duluan itu yang menang," ucap Rizal menjelaskan. Aku menatap matanya dari balik helm tanpa menghiraukan perkataan darinya. Kami berada di satu titik yang sama dan mulai bersiap.
Ngeeeeeeengggggg,,
Motor kami melaju dengan kecepatan tinggi. Keadaan jalanan begitu lengang karena memang ini sudah larut malam. Dengan demikian sedikit membantu kami agar leluasa mengendarai motor kami. Tubuh kami meliuk-liuk mengikuti gerakan motor yang kami kendarai, jarak kami juga tidak begitu jauh hampir sama malah,saling susul menyusul. Di kegelapan malam hari ini aku mempertaruhkan harga diri dan nyawa tentunya, entah seberapa besar kebencian Rizal kepadaku sehingga dia benar-benar ingin mengalahkanku. Hanya itu yang sejak tadi terlintas di pikiranku. Dan sampailah kami di jalan arah menuju kota dan kulihat Rizal terus memacu motornya. Rizal terus berkendara tanpa memperhatikan lampu yang sedang berwarna merah pertanda untuk berhenti. Tapi dia malah terus melaju kencang.
Dan brakkk,,
Terdengar suara benturan begitu keras. Sebuah mobil warna hitam muncul dengan kecepatan tinggi dari arah lain. Karena memang lampu sedang menyala hijau dari arah itu, tabrakan pun tak terelakkan lagi. Dengan cepat aku menarik rem tangan agar motorku segera berhenti, agar aku juga tidak menabrak mobil itu. Aku melihat Rizal terlempar ke sisi kanan jalan tapi masih tersadar,lalu bagaimana keadaan penumpang didalam mobil hitam itu. Apakah dia baik-baik saja. Aku tinggalkan motorku di tempat dimana aku berhenti. Lalu kuhampiri mobil itu dan mengetuk kaca mobilnya, syukurlah seorang pria paruh baya yang berada di dalam mobil masih sadar walaupun darah mengalir di wajahnya. Lalu ku coba membuka pintunya.
"Bapak masih bisa dengar suara saya??"ucapku sambil mengguncangkan badan bapak itu.
"Biisaa,," ucap Bapak itu terbata-bata.
"Tetaplah berbicara dengan saya agar bapak tidak hilang kesadaran, saya akan membawa bapak ke rumah sakit," ucapku sambil menyobek kaos untuk membalut luka agar darah bapak ini tidak keluar banyak. Aku keluar mobil mencari Rizal agar bisa membantuku untuk membawa bapak ini ke rumah sakit. Ku tengok ke tempat dimana Ijal tadi jatuh, tapi nihil, tak ku dapati Ijal disana ternyata dia sudah kabur.
"Aahh, sial, dasar pengecut, brengsek loe Jal, trus sekarang gimana coba,"ucapku kesal.
Aku kebingungan harus apa yang aku perbuat sekarang kalau aku disini aku pasti yang dituduh menabrak mobil itu tapi kalau aku pergi bagaimana nasib bapak ini, lalu apa bedanya aku dan Rizal, sama-sama lari dari tanggungjawab kalau aku pergi dari sini. Aku menghela nafas mencoba berpikir dengan jernih, menghilangkan kepanikan, dan memutuskan harus bagaimana setelah ini.
°°°°°°°°°°′°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Di kamar Nagita,
Hoahmmmmm,,
"Sudah pagi ternyata,,"
Kuambil ponselku, tidak ada satupun pesan atau telepon dari Raffi.
"Seharusnya kan dia sudah sampai rumahnya,kenapa dia tidak menghubungi ku, apa dia sibuk,??"
Entahlah mungkin memang Raffi sedang tidak ingin diganggu, nanti kalau dia sudah punya waktu luang pasti dia langsung menghubungiku. Aku pun meletakkan ponselku dan bergegas menuju kamar mandi. Hari ini hari Minggu saatnya bermalas-malasan tapi tidak denganku karena hari ini, rumahku jadi tuan rumah tempat acara keluarga Mama. Yah sekedar kumpul-kumpul bareng, silaturahmi dengan keluarga besar jadi pagi ini aku harus membantu Mama dan bik Surti menyiapkan semuanya. Setelah mandi aku turun ke bawah, ruang tengah sudah dibersihkan oleh bik Surti rupanya, tapi daritadi aku tidak mendengar suara Mama.
"Bik Surti,,bik,," panggilku
"Iya Non,, ada apa Non,??
"Mama mana,, Mama udah pulang kan dari Medan??"
"Udah Non,, tadi malam Ibu sampai rumah. Satu jam lalu Ibu bilang pergi sebentar katanya mau ambil pesanan kue buat acara nanti Non,"
"Oo gitu,,ehm bik Surti, apa yang bisa Gigi bantu sekarang,??
"Semuanya udah selesai Non,tinggal nungguin kue pesanan yang diambil Ibu,,Non Gigi mau sarapan biar bibi siapin."
"Hehehe bibi tau aja,, minta tolong ya bik,Gigi tunggu di meja makan, makasih bi,,".
"Sama-sama Non,,"
Hoahmmmmm,,
"Sudah pagi ternyata,,"
Kuambil ponselku, tidak ada satupun pesan atau telepon dari Raffi.
"Seharusnya kan dia sudah sampai rumahnya,kenapa dia tidak menghubungi ku, apa dia sibuk,??"
Entahlah mungkin memang Raffi sedang tidak ingin diganggu, nanti kalau dia sudah punya waktu luang pasti dia langsung menghubungiku. Aku pun meletakkan ponselku dan bergegas menuju kamar mandi. Hari ini hari Minggu saatnya bermalas-malasan tapi tidak denganku karena hari ini, rumahku jadi tuan rumah tempat acara keluarga Mama. Yah sekedar kumpul-kumpul bareng, silaturahmi dengan keluarga besar jadi pagi ini aku harus membantu Mama dan bik Surti menyiapkan semuanya. Setelah mandi aku turun ke bawah, ruang tengah sudah dibersihkan oleh bik Surti rupanya, tapi daritadi aku tidak mendengar suara Mama.
"Bik Surti,,bik,," panggilku
"Iya Non,, ada apa Non,??
"Mama mana,, Mama udah pulang kan dari Medan??"
"Udah Non,, tadi malam Ibu sampai rumah. Satu jam lalu Ibu bilang pergi sebentar katanya mau ambil pesanan kue buat acara nanti Non,"
"Oo gitu,,ehm bik Surti, apa yang bisa Gigi bantu sekarang,??
"Semuanya udah selesai Non,tinggal nungguin kue pesanan yang diambil Ibu,,Non Gigi mau sarapan biar bibi siapin."
"Hehehe bibi tau aja,, minta tolong ya bik,Gigi tunggu di meja makan, makasih bi,,".
"Sama-sama Non,,"
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Di Rumah Sakit,,
"Selamat pagi suster,, saya Ibu Rieta tadi saya dihubungi dari pihak rumah sakit bahwa ada saudara saya yang mengalami kecelakaan, atas nama Gideon Tengker,"
"Selamat pagi, tunggu sebentar, saya lihat dulu, Di ruang IGD, dari sini Ibu lurus saja tepat di ujung lorong sebelah kanan."
"Terimakasih Suster,,"
"Sama-sama,,"
"Selamat pagi suster,, saya Ibu Rieta tadi saya dihubungi dari pihak rumah sakit bahwa ada saudara saya yang mengalami kecelakaan, atas nama Gideon Tengker,"
"Selamat pagi, tunggu sebentar, saya lihat dulu, Di ruang IGD, dari sini Ibu lurus saja tepat di ujung lorong sebelah kanan."
"Terimakasih Suster,,"
"Sama-sama,,"
Kudengar derap langkah mendekat, kuangkat
kepalaku yang sedari tadi hanya menunduk. Tak dapat aku pungkiri rasa lelah dan
kantuk yang menghantui membuatku sedikit lemas. Aku ingin melihat siapa yang
datang mungkin saja salah satu anggota keluarga dari bapak Gideon Tengker, ya
itulah nama bapak yang aku tolong semalam, kudapatkan dari kartu pengenalnya.
Lebih cepat bertemu dan diurus oleh keluarganya lebih baik karena Pak Gideon
ini harus cepat dioperasi terdapat gumpalan darah di bagian depan kepala karena
terkena benturan keras.
Seorang wanita paruh baya membuka pintu kamar ruangan yang ditempati oleh Pak Gideon, benar dugaan ku wanita itu keluarga dari Pak Gideon. Akhirnya aku sedikit merasa lega bahwa sudah ada sanak saudaranya yang mengetahui kejadian ini sehingga kalau pun aku meninggalkannya sekarang sudah ada yang akan mengurus. Sebaiknya aku pulang sejenak beristirahat. Aku bangkit dari tempat duduk dan berjalan pulang.
"Tunggu sebentar,,". Ku dengar suara, sepertinya kata-kata itu ditujukan padaku.
"Ibu berbicara dengan saya,?? " tanyaku sambil menoleh ke sekeliling, hanya ada aku dan Ibu ini.
"Iya, saya bicara sama kamu. Bisa minta waktunya sebentar,??"
Aku pun mengiyakan tak lama berselang kami sudah berada di kantin rumah sakit.
"Saya Rieta, saya keluarga dari orang yang kamu tolong. Dokter sudah memberi tahu semuanya, jadi saya disini ingin berterimakasih banyak atas pertolongan yang kamu berikan. Terimakasih atas respon kamu yang segera membawanya ke rumah sakit."
Seorang wanita paruh baya membuka pintu kamar ruangan yang ditempati oleh Pak Gideon, benar dugaan ku wanita itu keluarga dari Pak Gideon. Akhirnya aku sedikit merasa lega bahwa sudah ada sanak saudaranya yang mengetahui kejadian ini sehingga kalau pun aku meninggalkannya sekarang sudah ada yang akan mengurus. Sebaiknya aku pulang sejenak beristirahat. Aku bangkit dari tempat duduk dan berjalan pulang.
"Tunggu sebentar,,". Ku dengar suara, sepertinya kata-kata itu ditujukan padaku.
"Ibu berbicara dengan saya,?? " tanyaku sambil menoleh ke sekeliling, hanya ada aku dan Ibu ini.
"Iya, saya bicara sama kamu. Bisa minta waktunya sebentar,??"
Aku pun mengiyakan tak lama berselang kami sudah berada di kantin rumah sakit.
"Saya Rieta, saya keluarga dari orang yang kamu tolong. Dokter sudah memberi tahu semuanya, jadi saya disini ingin berterimakasih banyak atas pertolongan yang kamu berikan. Terimakasih atas respon kamu yang segera membawanya ke rumah sakit."
"Saya Raffi, sama-sama Bu,
bagaimana keadaan beliau apa operasi bisa segera dilakukan,??
"Sepertinya begitu,
tinggal menunggu keadaannya apakah membaik atau tidak, kalau tidak ya harus
ditunda dulu. Yah semoga semuanya lancar sebelum terjadi apa-apa
padanya."
"Amin,,"
Kring,, kring,,
"Maaf, saya angkat telepon dulu ya," ucapnya
"Silahkan,."
"Halo,, iya Mama udah ambil kue nya, Mama lagi di rumah sakit Mitra, Papamu kecelakaan, agak parah keadaannya lebih baik kamu kesini deh, iya Mama tunggu, Dah,"
Ibu Rieta menyelesaikan teleponnya dan kembali ke tempat duduknya. Aku tiba-tiba teringat pada Gigi sedari kemarin aku belum menghubunginya, pasti dia sangat cemas begitu juga Mama dan Nanas. Kuraba kantong celanaku tak kudapati ponselku didalamnya, apa mungkin terjatuh di kamar Pak Gideon. Aku mencoba mengingatnya.
"Nak Raffi cari apa,?? "
"Oh, ini saya sedang mencari sesuatu ah tapi ya sudahlah nanti juga ketemu Bu,,tadi anak Ibu,??"
"Iya, kenapa,?? "
"Berarti Ibu Rieta ini istrinya Pak Gideon,??"
"Mantan istri lebih tepatnya,"ucapnya
"Oo,, maafkan saya Bu, sudah lancang bertanya,"
"Tidak apa-apa,,Kami masih berhubungan baik sampai sekarang, sudah seperti keluarga sendiri,"
Ibu Rieta ini seorang wanita yang terlihat cuek dari luarnya tapi ketika berbincang beliau sangat sopan dan hangat. Kalau dilihat dari penampilan, termasuk ibu-ibu gaul. Saat ini beliau hanya memakai kemeja putih dan celana jeans robek dibagian lututnya. Disela pembicaraanku bersama Ibu Rieta datang seorang suster memberitahu kalau dokter ingin bertemu pihak keluarga dari Pak Gideon. Aku dan Ibu Rieta lalu bergegas menuju kesana. Aku tidak enak meninggalkan beliau sendirian mengurusi ini semua mungkin aku akan pergi setelah anaknya datang. Mungkin saja dia masih membutuhkan bantuan orang lain. Ibu Rieta memintaku untuk menjaga pak Gideon selama beliau di ruang dokter. Aku pun menyanggupinya. Tak butuh waktu lama Ibu Rieta berada di ruang dokter.
"Nak Raffi udah sarapan,?? "
"Eh, Ibu bikin kaget saja,, belum Bu,, apa kata dokter bu,??
"Panggil saja tante, agak terlalu formal kalo dipanggil Ibu, kata dokter sih operasinya bisa dilakukan segera karena keadaannya sudah mulai memungkinkan untuk diambil tindakan, eh iya ini saya ada kue lumayan buat sarapan."
"Ehm terimakasih Tante,"ucapku sambil memakan kue yang diberikan.
"Tante, saya keluar dulu mau cari baju ganti, nanti saya kesini lagi."
"Emang baju kamu kenapa,??
"Kemarin saya sobek untuk balut luka Pak Gideon,"ucapku sambil membuka jaket kulitku.
"Ya Tuhan, segitunya ya, ehm begini saja biar supir Tante aja yang beliin kamu nanti tinggal pake, dia lagi menuju kesini kok."
"Aduh, jadi ngerepotin, terimakasih Tante."
"Apanya yang repot sih, kamu nanti tinggal ambil ke bawah Fi,"
"Iya Tante,,"
Tante Rieta mengambil teleponnya dan memerintahkan supirnya untuk membeli baju untukku, sedangkan aku sedang sibuk dengan kue di tanganku. Setengah jam kemudian tante Rieta menyuruhku untuk ke lobby mengambil baju dari supirnya.
Saat ini aku sedang berjalan ke lobby rumah sakit untuk mengambil baju, sudah nampak dari kejauhan seorang laki-laki membawa kantong belanja berisi baju di tangannya. Sekilas aku seperti mengenal laki-laki itu, kupicingkan mata pada orang itu, melihatnya dengan cermat. Laki-laki itu adalah Pak Bambang ya benar memang itu Pak Bambang. Itu berarti Tante Rieta itu mamanya Gigi dan orang yang sedang terbaring di ranjang adalah papanya Gigi. Aku berhenti melangkah dan bersembunyi dibalik pintu karena tidak jauh dari tempat Pak Bambang berdiri ada Gigi, nampak Gigi berjalan tergesa-gesa setengah berlari. Aku tidak ingin Gigi melihatku di saat seperti ini, keadaannya akan sangat tidak memungkinkan untuk bertemu walaupun aku rindu padanya dan tentu saja disaat seperti ini Gigi sedang membutuhkanku ada disampingnya, untuk menguatkannya.
"Amin,,"
Kring,, kring,,
"Maaf, saya angkat telepon dulu ya," ucapnya
"Silahkan,."
"Halo,, iya Mama udah ambil kue nya, Mama lagi di rumah sakit Mitra, Papamu kecelakaan, agak parah keadaannya lebih baik kamu kesini deh, iya Mama tunggu, Dah,"
Ibu Rieta menyelesaikan teleponnya dan kembali ke tempat duduknya. Aku tiba-tiba teringat pada Gigi sedari kemarin aku belum menghubunginya, pasti dia sangat cemas begitu juga Mama dan Nanas. Kuraba kantong celanaku tak kudapati ponselku didalamnya, apa mungkin terjatuh di kamar Pak Gideon. Aku mencoba mengingatnya.
"Nak Raffi cari apa,?? "
"Oh, ini saya sedang mencari sesuatu ah tapi ya sudahlah nanti juga ketemu Bu,,tadi anak Ibu,??"
"Iya, kenapa,?? "
"Berarti Ibu Rieta ini istrinya Pak Gideon,??"
"Mantan istri lebih tepatnya,"ucapnya
"Oo,, maafkan saya Bu, sudah lancang bertanya,"
"Tidak apa-apa,,Kami masih berhubungan baik sampai sekarang, sudah seperti keluarga sendiri,"
Ibu Rieta ini seorang wanita yang terlihat cuek dari luarnya tapi ketika berbincang beliau sangat sopan dan hangat. Kalau dilihat dari penampilan, termasuk ibu-ibu gaul. Saat ini beliau hanya memakai kemeja putih dan celana jeans robek dibagian lututnya. Disela pembicaraanku bersama Ibu Rieta datang seorang suster memberitahu kalau dokter ingin bertemu pihak keluarga dari Pak Gideon. Aku dan Ibu Rieta lalu bergegas menuju kesana. Aku tidak enak meninggalkan beliau sendirian mengurusi ini semua mungkin aku akan pergi setelah anaknya datang. Mungkin saja dia masih membutuhkan bantuan orang lain. Ibu Rieta memintaku untuk menjaga pak Gideon selama beliau di ruang dokter. Aku pun menyanggupinya. Tak butuh waktu lama Ibu Rieta berada di ruang dokter.
"Nak Raffi udah sarapan,?? "
"Eh, Ibu bikin kaget saja,, belum Bu,, apa kata dokter bu,??
"Panggil saja tante, agak terlalu formal kalo dipanggil Ibu, kata dokter sih operasinya bisa dilakukan segera karena keadaannya sudah mulai memungkinkan untuk diambil tindakan, eh iya ini saya ada kue lumayan buat sarapan."
"Ehm terimakasih Tante,"ucapku sambil memakan kue yang diberikan.
"Tante, saya keluar dulu mau cari baju ganti, nanti saya kesini lagi."
"Emang baju kamu kenapa,??
"Kemarin saya sobek untuk balut luka Pak Gideon,"ucapku sambil membuka jaket kulitku.
"Ya Tuhan, segitunya ya, ehm begini saja biar supir Tante aja yang beliin kamu nanti tinggal pake, dia lagi menuju kesini kok."
"Aduh, jadi ngerepotin, terimakasih Tante."
"Apanya yang repot sih, kamu nanti tinggal ambil ke bawah Fi,"
"Iya Tante,,"
Tante Rieta mengambil teleponnya dan memerintahkan supirnya untuk membeli baju untukku, sedangkan aku sedang sibuk dengan kue di tanganku. Setengah jam kemudian tante Rieta menyuruhku untuk ke lobby mengambil baju dari supirnya.
Saat ini aku sedang berjalan ke lobby rumah sakit untuk mengambil baju, sudah nampak dari kejauhan seorang laki-laki membawa kantong belanja berisi baju di tangannya. Sekilas aku seperti mengenal laki-laki itu, kupicingkan mata pada orang itu, melihatnya dengan cermat. Laki-laki itu adalah Pak Bambang ya benar memang itu Pak Bambang. Itu berarti Tante Rieta itu mamanya Gigi dan orang yang sedang terbaring di ranjang adalah papanya Gigi. Aku berhenti melangkah dan bersembunyi dibalik pintu karena tidak jauh dari tempat Pak Bambang berdiri ada Gigi, nampak Gigi berjalan tergesa-gesa setengah berlari. Aku tidak ingin Gigi melihatku di saat seperti ini, keadaannya akan sangat tidak memungkinkan untuk bertemu walaupun aku rindu padanya dan tentu saja disaat seperti ini Gigi sedang membutuhkanku ada disampingnya, untuk menguatkannya.
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
"Ma,, bagaimana keadaan Papa,?? "
"Papamu baru aja masuk ruang operasi, kamu jangan nangis gitu, berdoa aja semoga semua berjalan lancar ya,"
"Mama udah lapor polisi kan,??
"Udah kok Gi, semua udah Mama urus, kamu tarik napas tenang dulu,".
Emosi ku tak tertahan lagi setelah menerima kabar bahwa Papa kecelakaan, apalagi setelah Mama bercerita bahwa kecelakaan itu disebabkan oleh para pengendara motor ugal-ugalan yang tidak bertanggung jawab.
"Maaf Nyonya,, ini bajunya buat siapa ya,?? "
"Lhoh, kok masih dibawa pak Bambang, emang tadi gak ketemu sama orangnya,??
"Sudah saya tunggu dari tadi Nyonya tapi gak ada yang ngambil bajunya."
"Oo,, ya sudah, simpen di mobil saja dulu Pak,,"
"Baik Nyonya,"
"Trus, kemana tuh anak,,"
"Cari siapa Ma,?? "
"Gak, gak nyari siapa-siapa kok Gi, yuk ke ruang operasi,"
"Ayo Ma,,"
Sudah tiga jam Papa didalam ruang operasi tapi belum selesai juga. Tuhan tolong lancarkan semuanya. Raffi, kamu dimana sekarang aku butuh kamu disini saat ini. Air mataku tak kunjung berhenti menetes sedari tadi nomor Raffi tidak bisa ku hubungi, setelah pamit pergi ke Bandung dia tidak ada kabar berita sampai detik ini. Aku takut kejadian beberapa tahun silam terulang lagi, dia meninggalkanku sendiri disini tanpa pesan.
"Selamat Siang,"
"Oh, selamat siang Pak, ada apa ya Pak,?? "
"Bisa kami bertemu dengan Ibu Rieta Amalia, kami dari pihak kepolisian ingin memberitahukan informasi tentang kecelakaan kemarin,"
"Saya Ibu Rieta, mari Pak kita berbicara disana saja,"ucap Mama seraya menjauh dariku. Ku perhatikan dari kejauhan sedang terjadi pembicaraan serius antara Mama dan kedua polisi itu. Aku berjalan mendekat ingin tahu apa yang sedang dibicarakan oleh mereka.
"Bagaimana Pak, apa sudah ketemu pelakunya,?? ucapku penuh emosi.
"Kalau ingin mengetahui selengkapnya,lebih baik anda ikut kami ke kantor agar semua bisa kami jelaskan disana. "
"Ma,, bagaimana keadaan Papa,?? "
"Papamu baru aja masuk ruang operasi, kamu jangan nangis gitu, berdoa aja semoga semua berjalan lancar ya,"
"Mama udah lapor polisi kan,??
"Udah kok Gi, semua udah Mama urus, kamu tarik napas tenang dulu,".
Emosi ku tak tertahan lagi setelah menerima kabar bahwa Papa kecelakaan, apalagi setelah Mama bercerita bahwa kecelakaan itu disebabkan oleh para pengendara motor ugal-ugalan yang tidak bertanggung jawab.
"Maaf Nyonya,, ini bajunya buat siapa ya,?? "
"Lhoh, kok masih dibawa pak Bambang, emang tadi gak ketemu sama orangnya,??
"Sudah saya tunggu dari tadi Nyonya tapi gak ada yang ngambil bajunya."
"Oo,, ya sudah, simpen di mobil saja dulu Pak,,"
"Baik Nyonya,"
"Trus, kemana tuh anak,,"
"Cari siapa Ma,?? "
"Gak, gak nyari siapa-siapa kok Gi, yuk ke ruang operasi,"
"Ayo Ma,,"
Sudah tiga jam Papa didalam ruang operasi tapi belum selesai juga. Tuhan tolong lancarkan semuanya. Raffi, kamu dimana sekarang aku butuh kamu disini saat ini. Air mataku tak kunjung berhenti menetes sedari tadi nomor Raffi tidak bisa ku hubungi, setelah pamit pergi ke Bandung dia tidak ada kabar berita sampai detik ini. Aku takut kejadian beberapa tahun silam terulang lagi, dia meninggalkanku sendiri disini tanpa pesan.
"Selamat Siang,"
"Oh, selamat siang Pak, ada apa ya Pak,?? "
"Bisa kami bertemu dengan Ibu Rieta Amalia, kami dari pihak kepolisian ingin memberitahukan informasi tentang kecelakaan kemarin,"
"Saya Ibu Rieta, mari Pak kita berbicara disana saja,"ucap Mama seraya menjauh dariku. Ku perhatikan dari kejauhan sedang terjadi pembicaraan serius antara Mama dan kedua polisi itu. Aku berjalan mendekat ingin tahu apa yang sedang dibicarakan oleh mereka.
"Bagaimana Pak, apa sudah ketemu pelakunya,?? ucapku penuh emosi.
"Kalau ingin mengetahui selengkapnya,lebih baik anda ikut kami ke kantor agar semua bisa kami jelaskan disana. "
Di basecamp,
"Bro, Om John dimana,??"
"Eh elo Fi, lama gak ketemu, buset baju loe kenapa sobek gitu,?? "
"Cepetan kasih tau gue Om John dimana,"
"Di ruang kerjanya lagi meeting sama orang bengkel,loe kenapa sih ngos-ngosan gitu."
"Okey, makasih bro,".
Aku berlari meninggalkan temanku menuju ruangan Om John pikiranku sangat kacau dan yang terlintas hanya beliau yang bisa membantuku di saat-saat seperti ini.
"Om,, " panggilku hingga mengagetkan seisi ruangan.
Om John melihat keadaanku yang berantakan seakan mengerti ada yang tidak beres sedang terjadi, beliau pun menyudahi meetingnya.
"Minum dulu Fi, tenang dulu, ada apa,??
"Papanya Gigi masuk rumah sakit Om, keadaannya parah dan,,, itu semua karena saya dan Rizal. Kami balapan malam itu dan Rizal menabrak mobil Papanya Gigi"
"Lalu,, "
"Gigi pernah memperingatkan saya tentang itu. Dan sekarang Papanya Gigi yang jadi korban, kalo Gigi tahu dia pasti membenci saya Om,"
"Kamu tenang dulu,,"
Aku hanya menganggukkan kepala. Om John mengambil telepon dan menelepon seseorang entah siapa yang dihubungi olehnya.
"Kamu jangan panik, kalau pun kamu terbukti bersalah kamu harus bertanggung jawab atas kesalahanmu. "
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Di kantor polisi,
"Selamat sore.. ada yang bisa kami bantu,??"
"Selamat sore Pak, saya Nagita anak dari Gideon Tengker korban kecelakaan semalam, saya diberitahu agar datang kesini."
"Baiklah, anda tunggu sebentar,"
Saat ini aku sedang berada di kantor polisi mencari informasi tentang peristiwa yang menyebabkan orang yang kucintai tergolek tak berdaya di rumah sakit. Lalu tidak lama datang bapak polisi yang mempersilahkanku masuk ke suatu ruangan,kulihat ada sebuah meja dan diatasnya terdapat sebuah kardus besar.
"Silahkan duduk, kami sudah memeriksa tempat kejadian perkara dan di dalam kardus ini ada beberapa barang yang tertinggal di tkp, kemungkinan ini milik pelaku."
Pak Polisi itu mengeluarkan satu persatu barang dari dalam kardus,dan yang mengejutkanku adalah dari salah satu barang bukti yang ditemukan terdapat helm yang aku berikan untuk Raffi, belum hilang kebingungan dalam pikiranku malah semakin menjadi ketika ponsel milik Raffi ada di depan mataku.
"Pak, apa ini benar barang milik pelaku,??ucapku dengan suara bergetar menahan tangis.
"Belum dapat kami pastikan karena kami masih melakukan penyelidikan, kalau ada perkembangan pasti kami beritahukan,"
"Baik Pak,,"
Hanya itu kata-kata yang sanggup aku ucapkan. Sejenak aku duduk mematung.
"Cukup sekian dulu informasi yang dapat kami sampaikan, nanti kalau ada perkembangan terbaru segera kami beritahukan kepada keluarga korban."
"Terimakasih banyak Pak,".
Aku masih merasa shock dengan apa yang baru saja aku ketahui , masih bertanya-tanya apa semua itu memang benar adanya. Dengan langkah gontai aku meninggalkan kantor polisi dan memutuskan untuk pulang saja kerumah karena tidak mungkin dengan keadaanku seperti ini aku bertemu Mama, lagipula aku tak sanggup menjelaskan apa yang disampaikan oleh pihak kepolisian tadi ke Mama. Di perjalanan aku terus meneteskan air mata, menangisi keadaan Papa dan meratapi kenyataan yang terjadi. Pak Bambang pun jadi bingung melihatku yang terus menerus menangis.
"Non, daritadi nangis terus, Tuan pasti baik-baik saja, kita semua bantu doa biar Tuan cepat sadar,".
"Iya Pak, terimakasih,"
"Non,, "
"Ada apalagi Pak, saya gapapa kok,,."
"Maaf Non, itu di depan pintu sepertinya mas Raffi Non,". Ucapan Pak Bambang membuatku terbangun dari tempat duduk untuk melihat apa itu benar. Memang benar itu Raffi. Sebaiknya aku hapus air mataku supaya tidak ada pertanyaan darinya. Sesampainya di gerbang, pintu mobil pun terbuka, dan Raffi sudah menantiku keluar dari mobil. Ya Tuhan berikan hamba kekuatan menghadapi ini semua.
"Hai sayang,"
"Hai, yuk masuk,," ucapku lirih mempersilahkan Raffi masuk.
"Maaf ya Gi, aku dateng malam-malam. Karena besok aku udah harus masuk kerja lagi."
"Iya, gapapa,, "ucapku singkat,dan kucoba untuk tersenyum.
"Kamu kenapa sih, marah sama aku atau kamu sakit,??"
"Kenapa kamu gak hubungi aku, nomermu aku hubungi juga ga aktif,??
"Oo itu,ehm ponselku hilang, makanya, aku kesini juga mau kasih tau itu, ini nomorku yang baru, yang dulu dihapus aja ya. "
Mendengar apa yang dikatakan Raffi membuatku ingin meluapkan isi hatiku bahwa aku tahu dimana dia bisa menemukan ponselnya yang menurutnya hilang .
"Ya udah Gi, aku langsung pulang aja, udah malem juga kamu harus istirahat kan,"
"Aku anterin sampai depan,"
"Tumben, tapi aku seneng banget kalo kamu mau nganterin aku,yuk,,"
Sesampainya didepan motornya kuperhatikan helm yang dipakai Raffi bukan helm yang aku berikan, tidak seperti janjinya yang akan selalu memakai helm itu saat naik motor.
"Fi, helm yang aku kasih kok gak dipake,?? "
"Ehm, anu Gi, baru aku cuci, biar tetep bersih kaya baru beli hehehe, ya udah aku pulang dulu ya, sini dong aku mau peluk kamu."
Aku pun mendekat dan membalas pelukannya, sebenarnya aku ingin menangis tapi aku tahan.
"Bye Gi,, love you,"
Tak mampu aku membalas kata-kata Raffi barusan, entah kenapa kubiarkan Raffi pergi begitu saja tidak seperti biasanya yang selalu aku cegah, air mataku pun tak mampu lagi ku bendung. Kuberlari menuju ke kamar. Ya Tuhan jangan biarkan hal yang aku takutkan terjadi, aku tidak akan bisa menerima kenyataan bahwa Raffi lah yang menabrak Papa sampai membuatnya hilang kesadaran. Tapi kenapa semua barang-barang milik Raffi ada di tempat kejadian, tidak mungkin ini hanya sebuah kebetulan semata.
"Bro, Om John dimana,??"
"Eh elo Fi, lama gak ketemu, buset baju loe kenapa sobek gitu,?? "
"Cepetan kasih tau gue Om John dimana,"
"Di ruang kerjanya lagi meeting sama orang bengkel,loe kenapa sih ngos-ngosan gitu."
"Okey, makasih bro,".
Aku berlari meninggalkan temanku menuju ruangan Om John pikiranku sangat kacau dan yang terlintas hanya beliau yang bisa membantuku di saat-saat seperti ini.
"Om,, " panggilku hingga mengagetkan seisi ruangan.
Om John melihat keadaanku yang berantakan seakan mengerti ada yang tidak beres sedang terjadi, beliau pun menyudahi meetingnya.
"Minum dulu Fi, tenang dulu, ada apa,??
"Papanya Gigi masuk rumah sakit Om, keadaannya parah dan,,, itu semua karena saya dan Rizal. Kami balapan malam itu dan Rizal menabrak mobil Papanya Gigi"
"Lalu,, "
"Gigi pernah memperingatkan saya tentang itu. Dan sekarang Papanya Gigi yang jadi korban, kalo Gigi tahu dia pasti membenci saya Om,"
"Kamu tenang dulu,,"
Aku hanya menganggukkan kepala. Om John mengambil telepon dan menelepon seseorang entah siapa yang dihubungi olehnya.
"Kamu jangan panik, kalau pun kamu terbukti bersalah kamu harus bertanggung jawab atas kesalahanmu. "
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Di kantor polisi,
"Selamat sore.. ada yang bisa kami bantu,??"
"Selamat sore Pak, saya Nagita anak dari Gideon Tengker korban kecelakaan semalam, saya diberitahu agar datang kesini."
"Baiklah, anda tunggu sebentar,"
Saat ini aku sedang berada di kantor polisi mencari informasi tentang peristiwa yang menyebabkan orang yang kucintai tergolek tak berdaya di rumah sakit. Lalu tidak lama datang bapak polisi yang mempersilahkanku masuk ke suatu ruangan,kulihat ada sebuah meja dan diatasnya terdapat sebuah kardus besar.
"Silahkan duduk, kami sudah memeriksa tempat kejadian perkara dan di dalam kardus ini ada beberapa barang yang tertinggal di tkp, kemungkinan ini milik pelaku."
Pak Polisi itu mengeluarkan satu persatu barang dari dalam kardus,dan yang mengejutkanku adalah dari salah satu barang bukti yang ditemukan terdapat helm yang aku berikan untuk Raffi, belum hilang kebingungan dalam pikiranku malah semakin menjadi ketika ponsel milik Raffi ada di depan mataku.
"Pak, apa ini benar barang milik pelaku,??ucapku dengan suara bergetar menahan tangis.
"Belum dapat kami pastikan karena kami masih melakukan penyelidikan, kalau ada perkembangan pasti kami beritahukan,"
"Baik Pak,,"
Hanya itu kata-kata yang sanggup aku ucapkan. Sejenak aku duduk mematung.
"Cukup sekian dulu informasi yang dapat kami sampaikan, nanti kalau ada perkembangan terbaru segera kami beritahukan kepada keluarga korban."
"Terimakasih banyak Pak,".
Aku masih merasa shock dengan apa yang baru saja aku ketahui , masih bertanya-tanya apa semua itu memang benar adanya. Dengan langkah gontai aku meninggalkan kantor polisi dan memutuskan untuk pulang saja kerumah karena tidak mungkin dengan keadaanku seperti ini aku bertemu Mama, lagipula aku tak sanggup menjelaskan apa yang disampaikan oleh pihak kepolisian tadi ke Mama. Di perjalanan aku terus meneteskan air mata, menangisi keadaan Papa dan meratapi kenyataan yang terjadi. Pak Bambang pun jadi bingung melihatku yang terus menerus menangis.
"Non, daritadi nangis terus, Tuan pasti baik-baik saja, kita semua bantu doa biar Tuan cepat sadar,".
"Iya Pak, terimakasih,"
"Non,, "
"Ada apalagi Pak, saya gapapa kok,,."
"Maaf Non, itu di depan pintu sepertinya mas Raffi Non,". Ucapan Pak Bambang membuatku terbangun dari tempat duduk untuk melihat apa itu benar. Memang benar itu Raffi. Sebaiknya aku hapus air mataku supaya tidak ada pertanyaan darinya. Sesampainya di gerbang, pintu mobil pun terbuka, dan Raffi sudah menantiku keluar dari mobil. Ya Tuhan berikan hamba kekuatan menghadapi ini semua.
"Hai sayang,"
"Hai, yuk masuk,," ucapku lirih mempersilahkan Raffi masuk.
"Maaf ya Gi, aku dateng malam-malam. Karena besok aku udah harus masuk kerja lagi."
"Iya, gapapa,, "ucapku singkat,dan kucoba untuk tersenyum.
"Kamu kenapa sih, marah sama aku atau kamu sakit,??"
"Kenapa kamu gak hubungi aku, nomermu aku hubungi juga ga aktif,??
"Oo itu,ehm ponselku hilang, makanya, aku kesini juga mau kasih tau itu, ini nomorku yang baru, yang dulu dihapus aja ya. "
Mendengar apa yang dikatakan Raffi membuatku ingin meluapkan isi hatiku bahwa aku tahu dimana dia bisa menemukan ponselnya yang menurutnya hilang .
"Ya udah Gi, aku langsung pulang aja, udah malem juga kamu harus istirahat kan,"
"Aku anterin sampai depan,"
"Tumben, tapi aku seneng banget kalo kamu mau nganterin aku,yuk,,"
Sesampainya didepan motornya kuperhatikan helm yang dipakai Raffi bukan helm yang aku berikan, tidak seperti janjinya yang akan selalu memakai helm itu saat naik motor.
"Fi, helm yang aku kasih kok gak dipake,?? "
"Ehm, anu Gi, baru aku cuci, biar tetep bersih kaya baru beli hehehe, ya udah aku pulang dulu ya, sini dong aku mau peluk kamu."
Aku pun mendekat dan membalas pelukannya, sebenarnya aku ingin menangis tapi aku tahan.
"Bye Gi,, love you,"
Tak mampu aku membalas kata-kata Raffi barusan, entah kenapa kubiarkan Raffi pergi begitu saja tidak seperti biasanya yang selalu aku cegah, air mataku pun tak mampu lagi ku bendung. Kuberlari menuju ke kamar. Ya Tuhan jangan biarkan hal yang aku takutkan terjadi, aku tidak akan bisa menerima kenyataan bahwa Raffi lah yang menabrak Papa sampai membuatnya hilang kesadaran. Tapi kenapa semua barang-barang milik Raffi ada di tempat kejadian, tidak mungkin ini hanya sebuah kebetulan semata.
Tok,, Tok
"Non,ada telepon dari Nyonya dibawah,"kata bik Surti
"Iya bik,, ". Ku hapus air mata bergegas menerima telepon dari Mama.
"Halo Ma, iya Gigi udah pulang dari kantor polisi. Belum ada perkembangan apa-apa, nanti di kabarin lagi katanya.Papa gimana keadaannya,, Oo gitu, yaudah Ma, dah,"
Kututup teleponnya terpaksa aku berbohong tentang bukti yang ditemukan polisi,tidak tahu harus bagaimana aku menyampaikan semuanya kepada Mama. Tidak mungkin aku bercerita tentang seorang lelaki yang aku cintai ternyata orang dibalik musibah yang menimpa Papa. Padahal rencana awalku setelah Mama pulang adalah ingin memberitahu Mama tentang Raffi, tentang hubungan kami dan tentang rencana kami nanti. Malam ini entah mengapa aku merasa sangat lelah sekali, pikiran dan tubuhku ini minta untuk diistirahatkan karena seperti tidak punya daya untuk berdiri lagipula Mama menyuruhku untuk tetap dirumah.
"Non,ada telepon dari Nyonya dibawah,"kata bik Surti
"Iya bik,, ". Ku hapus air mata bergegas menerima telepon dari Mama.
"Halo Ma, iya Gigi udah pulang dari kantor polisi. Belum ada perkembangan apa-apa, nanti di kabarin lagi katanya.Papa gimana keadaannya,, Oo gitu, yaudah Ma, dah,"
Kututup teleponnya terpaksa aku berbohong tentang bukti yang ditemukan polisi,tidak tahu harus bagaimana aku menyampaikan semuanya kepada Mama. Tidak mungkin aku bercerita tentang seorang lelaki yang aku cintai ternyata orang dibalik musibah yang menimpa Papa. Padahal rencana awalku setelah Mama pulang adalah ingin memberitahu Mama tentang Raffi, tentang hubungan kami dan tentang rencana kami nanti. Malam ini entah mengapa aku merasa sangat lelah sekali, pikiran dan tubuhku ini minta untuk diistirahatkan karena seperti tidak punya daya untuk berdiri lagipula Mama menyuruhku untuk tetap dirumah.
Di Basecamp
"Om, saya boleh tidur disini, saya butuh teman kalo di kost saya sendirian malah kepikiran terus soal kejadian kemarin,"
"Bolehlah, malam ini,saya juga tidak pulang karena ada teman mau datang kesini, sudah bertemu dengan Nagita,?? "
"Sudah Om,,"
"Apa ada sikapnya yang aneh menurut kamu,?? "
"Entahlah Om, fiuhhh," kuhela nafas panjang.
"Memang berat masalah yang kamu hadapi tapi percaya saja Tuhan tidak tidur, kamu bukan orang yang menabrak Papanya Nagita, jadi jangan khawatir kita hadapi sama-sama. "
"Terimakasih Om,"
"Beristirahatlah dulu, "
"Baiklah Om, saya permisi ke ruangan sebelah,,"
"Iya Fi,,"
Kucoba memejamkan mata walaupun sulit tapi tetap harus dilakukan. Namun ditengah tidurku aku mendengar suara keributan yang berasal dari lantai bawah. Aku terbangun untuk mencari tahu apa yang terjadi. Saat aku ingin membuka pintu Om John sudah ada di depan pintu, lalu Om John mencegahku keluar.
"Fi, Om perlu bicara sebentar, dibawah ada polisi yang ingin membawamu, sudah Om lihat surat penangkapannya, "
"Apa Om, tapi kan Om tahu saya tidak bersalah," teriak ku
"Tenang dulu, ikuti saja alurnya, kami semua disini pasti akan berusaha mencari bukti yang bisa membantumu, okey, ayo mereka sudah menunggu,"
Benar kata Om John ikuti saja jalan yang sudah menjadi ketetapanNya, ikhlas menerima kenyataan membuat semuanya menjadi lebih mudah dijalani. Aku mengikuti langkah Om John, sesampai di bawah teman-temanku berteriak memberi dukungan kepada ku.
"Selamat Malam, anda saudara Raffi Ahmad, bisa ikut kami ke kantor, "ucap Polisi itu. Aku melihat ke arah Om John, beliau hanya menganggukkan kepala dan tersenyum seakan berkata semua pasti akan baik-baik saja.
"Iya Pak,saya Raffi Ahmad,"
"Mari, masuk ke mobil kami,"
Aku memasuki mobil polisi yang akan membawaku, pasrah hanya itu yang bisa aku lakukan. Berharap semua akan baik-baik saja dan semoga keadilan tetap ada untuk orang yang tidak bersalah sepertiku. Setiba di kantor polisi aku langsung memasuki ruangan interogasi dan dihadapkan dengan banyak pertanyaan yang harus aku jawab dengan jujur apa adanya. Hingga hari sudah akan berganti pun aku masih tetap di kursi interogasi. Fisik dan mentalku mulai drop. Pukul setengah enam pagi proses interogasi baru selesai dan sekarang aku sudah dimasukkan kedalam sel bersama para tahanan lainnya, menunggu keluarga dari korban untuk mengetahui apa keputusan mereka, akan melanjutkan kasus ini ke pengadilan atau menempuh jalan damai. Dan itu berarti aku akan bertemu Gigi dan Mamanya, memang ini semua sudah jadi konsekuensi yang harus dipertanggungjawabkan sebagai seorang yang melakukan kesalahan. Aku akan menerima apapun yang jadi keputusan keluarga Gigi.
"Om, saya boleh tidur disini, saya butuh teman kalo di kost saya sendirian malah kepikiran terus soal kejadian kemarin,"
"Bolehlah, malam ini,saya juga tidak pulang karena ada teman mau datang kesini, sudah bertemu dengan Nagita,?? "
"Sudah Om,,"
"Apa ada sikapnya yang aneh menurut kamu,?? "
"Entahlah Om, fiuhhh," kuhela nafas panjang.
"Memang berat masalah yang kamu hadapi tapi percaya saja Tuhan tidak tidur, kamu bukan orang yang menabrak Papanya Nagita, jadi jangan khawatir kita hadapi sama-sama. "
"Terimakasih Om,"
"Beristirahatlah dulu, "
"Baiklah Om, saya permisi ke ruangan sebelah,,"
"Iya Fi,,"
Kucoba memejamkan mata walaupun sulit tapi tetap harus dilakukan. Namun ditengah tidurku aku mendengar suara keributan yang berasal dari lantai bawah. Aku terbangun untuk mencari tahu apa yang terjadi. Saat aku ingin membuka pintu Om John sudah ada di depan pintu, lalu Om John mencegahku keluar.
"Fi, Om perlu bicara sebentar, dibawah ada polisi yang ingin membawamu, sudah Om lihat surat penangkapannya, "
"Apa Om, tapi kan Om tahu saya tidak bersalah," teriak ku
"Tenang dulu, ikuti saja alurnya, kami semua disini pasti akan berusaha mencari bukti yang bisa membantumu, okey, ayo mereka sudah menunggu,"
Benar kata Om John ikuti saja jalan yang sudah menjadi ketetapanNya, ikhlas menerima kenyataan membuat semuanya menjadi lebih mudah dijalani. Aku mengikuti langkah Om John, sesampai di bawah teman-temanku berteriak memberi dukungan kepada ku.
"Selamat Malam, anda saudara Raffi Ahmad, bisa ikut kami ke kantor, "ucap Polisi itu. Aku melihat ke arah Om John, beliau hanya menganggukkan kepala dan tersenyum seakan berkata semua pasti akan baik-baik saja.
"Iya Pak,saya Raffi Ahmad,"
"Mari, masuk ke mobil kami,"
Aku memasuki mobil polisi yang akan membawaku, pasrah hanya itu yang bisa aku lakukan. Berharap semua akan baik-baik saja dan semoga keadilan tetap ada untuk orang yang tidak bersalah sepertiku. Setiba di kantor polisi aku langsung memasuki ruangan interogasi dan dihadapkan dengan banyak pertanyaan yang harus aku jawab dengan jujur apa adanya. Hingga hari sudah akan berganti pun aku masih tetap di kursi interogasi. Fisik dan mentalku mulai drop. Pukul setengah enam pagi proses interogasi baru selesai dan sekarang aku sudah dimasukkan kedalam sel bersama para tahanan lainnya, menunggu keluarga dari korban untuk mengetahui apa keputusan mereka, akan melanjutkan kasus ini ke pengadilan atau menempuh jalan damai. Dan itu berarti aku akan bertemu Gigi dan Mamanya, memang ini semua sudah jadi konsekuensi yang harus dipertanggungjawabkan sebagai seorang yang melakukan kesalahan. Aku akan menerima apapun yang jadi keputusan keluarga Gigi.
Bersambung,,,
0 Response to "Cerbung Raffi Nagita "Kembalilah Cinta" Part 20"
Post a Comment