Cerbung by : Rini Diah
Mardiyati
Jam menunjukkan pukul sebelas siang, aku Raffi Ahmad akhirnya bebas daripenjara. Status tersangka yang sempat dituduhkan padaku telah digantikan oleh Ijal yang kemarin telah berhasil ditangkap oleh pihak kepolisian. Aku sempat melihat dia digiring ke sel yang bersebelahan dengan sel ku. Aku hanya bisa menatapnya saat dia juga melihatku. Rasanya ingin sekali melampiaskan kemarahan dengan menghajarnya, bukan untuk status tersangka yang dialamatkan padaku melainkan atas perbuatannya yang telah merugikan orang lain. Apalagi orang itu adalah ayah dari wanita yang aku cintai. Dia yang menyebabkan semua ini terjadi. Kalau bukan karena Ijal pasti sekarang aku masih beraktifitas seperti biasanya. Menikmati hari-hari bersama dengan Gigi. Masih tidak habis pikir kenapa seorang Ijal sebodoh itu melakukan hal yang membuat masa depannya hancur begitu saja.
Hari ini aku sambut dengan penuh semangat, aku berjalan keluar sesaat setelah petugas membuka pintu sel, ku sempatkan berpamitan pada teman-teman yang berada di sel yang sama denganku, walaupun hanya sebentar mereka pernah menjadi bagian dari cerita hidupku. Sebuah pengalaman yang sangat berharga.
Ketika sampai di ruang penjemputan kulihat semua orang yang menyayangiku sudah hadir untuk menjemputku, tidak terkecuali Tante Rieta yang berada diantara mereka.
"Affi,, akhirnya kamu bebas Nak, mama lega sayang."
"Iya Ma, ini semua berkat doa Mama, Nanas, dan semuanya." ucapku.
"Om John, terimakasih kasih atas segalanya, cuma itu yang bisa saya berikan,"ucapku sambil memeluknya erat.
"Iya Fi, Om cuma minta kamu tetap jadi Raffi yang Om kenal selama ini, tetap jadi anak yang baik, sayang sama keluarga."
"Pasti Om,, hehehe,"
"Thanks juga buat loe Bro, udah ada di samping gue saat gue butuh bantuan. Buat loe juga Ki makasih ya semuanya."
"Sama-sama,,"ucap mereka.
Dan yang terakhir adalah Tante Rieta, disaat aku mulai mendekat tiba-tiba beliau memelukku sambil menitikkan air mata.
"Raffi, maafkan Tante ya bikin kamu masuk penjara." ucapnya seraya melepaskan pelukannya.
"Kok Tante yang minta maaf, harusnya saya yang minta maaf, bagaimana keadaan Om Gideon,??
"Sudah sadar tapi masih perlu perawatan intensif, Oh ya maaf Gigi gak bisa dateng, tadi dia sudah pergi gak tau kemana," ucap Tante Rieta membuatku agak bingung.
"Udahlah Fi, semua orang udah tau tentang hubungan loe sama Gigi termasuk Tante Rieta, ya kan Tante,"ucap Zaskia.
Tante Rieta hanya tertawa kecil, aku merasa lega karena ternyata Tante Rieta menyetujui hubunganku dengan anak perempuan satu-satunya, Gigi.
"Iya, Tante sudah tahu kalau kamu mencintai anak Tante,,"
"Hehehe, saya jadi malu,"
"Tumben loe punya malu bro, hehehe,"
"Sialan loe Wan, gini-gini gue masih punya malulah,,"
"Hahahaha,,"
Kebahagiaanku terasa kurang lengkap tanpa kehadiran Gigi. Aku sempat termenung sesaat bertanya-tanya dimana Gigi saat ini. Kenapa dia tidak datang. Apakah Gigi sedang merancang satu kejutan untukku. Kejutan untuk kebebasanku hari ini,andai saja itu terjadi alangkah senangnya hati ini tapi itu hanya sebatas keinginan ku saja yang mungkin akan jadi nyata atau malah tidak sama sekali. Satu pernyataan mengganggu ku, apa Gigi marah dan kecewa padaku, sampai-sampai tidak ikut serta menjemputku hari ini. Seharusnya dia hadir. Apa Gigi tidak merindukanku. Aku mencoba hilangkan pikiran jelek yang melintas di otakku. Sebaiknya aku harus cepat bertemu dengannya dan mengetahui jawaban dari pertanyaanku tadi.
Di sebuah tempat,
Adalah seorang perempuan yang sedang menangis tersedu-sedu disana. Mencoba untuk menepikan semua kesedihan yang dia rasakan sekarang. Meratapi keadaan yang tidak sedang memihak padanya saat ini. Dia ingin sekali berteriak lantang mengusir lara hati yang semakin membuatnya ingin sekali lupa ingatan. Berharap ini hanya sebuah mimpinya yang sebentar lagi dia akan terbangun dan tersenyum bahagia karena ini hanya bunga tidur.
Plakk,
"Aww,, sakit Fi,, hiks,, hiks."
Tampak perempuan itu menampar pipinya sendiri, dia menangis semakin kuat daripada sebelumnya. Rasa sakit akibat tamparan di wajahnya tadi menyadarkan bahwa dia mengetahui ini bukan khayalan belaka melainkan kenyataan yang sebenarnya terjadi saat ini. Air mata yang sedari tadi jatuh pun tak henti mengalir dan membasahi pipinya. Sepertinya perempuan itu sedang sangat terluka hatinya. Merasakan kekecewaannya sendiri ditempat ini.
"Maafin aku Fi,maafin aku, hiks, hiks,, maafin aku,."
Hanya itulah kata-kata yang keluar dari mulut perempuan sedari tadi. Di genggaman tangannya terdapat satu foto yang di dalamnya ada seseorang yang sangat dia cintai. Seseorang yang sangat berarti di kehidupannya.
"Kenapa semua jadi begini, kenapa kita jadi kayak gini sih, kenapa???"
"Hati aku sakit banget Fi, sakit banget. Aku kecewa sama diri aku sendiri."
Diletakkannya foto tersebut di dadanya. Dipeluknya dengan sangat erat seakan-akan tidak ingin kehilangan. Baru kemarin dia merasakan kehidupan yang terasa lengkap karena sudah ada seorang laki-laki yang mencintainya. Bersedia mempertaruhkan semua hanya untuknya, untuk kebahagiaannya. Dipandangnya kembali foto itu sejenak merenung. Dan tak lama setelah itu dia tampak buru-buru menghapus air matanya, sepertinya dia sudah menemukan jawaban yang bisa menjadi solusi untuk permasalahan yang dia hadapi saat ini. Kemudian dia kembali masuk ke dalam mobilnya dan memacu kendaraannya itu entah akan menuju kemana. Hanya dia dan Tuhan yang tahu. Mungkin saja dia sudah menyadari satu hal yang dia yakini, dan melakukan sesuatu yang akan mengobati luka hatinya. Perempuan itu pergi begitu saja tanpa mengucapkan kata perpisahan pada rumput ilalang yang sedari tadi menjadi saksi bisu kesedihan dan air matanya. Setidaknya rumput ilalang yang tumbuh liar itu sudah menjadi teman setianya walaupun hanya sesaat. Hanyalah tertinggal bekas ban mobilnya di tanah yang kering.
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Dari kantor polisi kami semua memutuskan untuk langsung ke rumah sakit untuk menjenguk Om Gideon, aku tidak sabar melihat kondisi beliau. Di tengah perjalanan, Om Tommy menghubungiku lewat nomor Irwan, beliau mengucapkan selamat atas kebebasanku dan meminta maaf karena tidak bisa bertemu langsung denganku. Aku benar-benar lega karena masalah ini bisa terlewati. Ternyata aku masih diberi kesempatan untuk menjadi pribadi yang lebih baik daripada sebelumnya. Pelajaran yang aku dapatkan di hari kemarin membuatku akan jauh lebih hati-hati dalam bersikap. Takkan pernah lagi aku membuat orang-orang disekitar ku menjadi susah dan sedih seperti hari kemarin. Tak lama kemudian rombongan kami sudah sampai di rumah sakit. Kami semua langsung menuju ke kamar pasien. Tersirat gurat kebahagiaan yang luar biasa dari senyuman kami semua.
"Ayo masuk, semua aja gak papa kok hehehe," ucap Tante Rieta.
"Aduh maaf ya Ibu Rieta, jadi rame banget kamarnya, takut ganggu. "ucap Mama Amy.
"Gak papa ibu Amy, eh yang dijenguk bangun. Gimana udah enakan? Oo iya sampai lupa. Dion ini ada tamu pengen ketemu," ucap Tante Rieta.
"Siapa,,?? "
Aku pun melangkah kaki dan menghampiri ranjang Om Gideon.
"Om,, gimana kabarnya,??"
"Baik, terimakasih,," ucap Om Gideon seraya mencoba bangun dari tidurnya.
"Hati-hati Om, mari saya bantu."
"Sebentar, sepertinya saya mengenal kamu. Tapi dimana ya??"
Aku hanya tersenyum melihatnya.
"Ya, ya, saya ingat, kamu kan yang menolong saya waktu itu, yang bawa saya ke rumah sakit, iya kan?? kenapa bisa kenal dengan Rieta,??tanya Om Gideon.
"Benar Om, memang saya orangnya. Perkenalkan nama saya Raffi Om. Kalo soal itu ceritanya panjang Om, nanti kalo sudah benar-benar sembuh, saya akan ceritakan semuanya sama Om."ucapku
"Terimakasih Raffi, terimakasih atas bantuannya. Kalo saja waktu itu kamu tidak ada ditempat kejadian mungkin saya sudah lewat sekarang,mungkin saya hanya tinggal nama saja,"
"Jangan bicara seperti itu Om, semua sudah ada jalannya, ehm maafkan juga perbuatan teman saya ya Om. Yang membuat Om jadi masuk rumah sakit."
"Iya, Om sudah memaafkan semuanya, namanya juga musibah. Gak ada yang bisa menghindar kan, lagian seperti yang kamu lihat saya sudah jauh lebih baik sekarang."
"Benar Om, terimakasih banyak atas pengertiannya Om,,"
Layaknya seperti keluarga sendiri, suasana yang nyaman dan hangat tercipta dari obrolan kami semua, tapi andai saja Gigi ikut bergabung pasti akan jauh lebih indah.
"Assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam,,"ucap kami semua serentak menjawab salam dari si pemberi salam.
Saat ku tengok siapa yang datang, kebahagiaanku pun tak dapat aku sembunyikan. Saat aku berbalik ke arah pintu kamar, aku melihatnya. Akhirnya aku bisa melihat bidadariku lagi setelah beberapa hari terakhir ini tidak bisa berjumpa dengannya. Rasa bahagia membuncah di dalam hatiku. Saking rindunya aku berlari ke arah nya karena tidak bisa menahan diri untuk segera memeluk tubuhnya. Aku benar-benar merindukannya.
"Gigi,, aku kangen sama kamu,,".
Ku tumpahkan semua apa yang aku rasakan. Baru beberapa hari berpisah tapi rasanya sudah bertahun-tahun lamanya.
"Loe ngapain disini,?? "ucap Gigi dingin. Dia tidak membalas pelukanku.
"Maksud kamu apa Gi,,??" tanyaku penasaran.
Gigi hanya terus diam, tanpa sedikitpun memandang ke arahku. Apakah dia tidak merindukanku, setelah beberapa hari tidak dapat berjumpa.
"Gi,, aku,,,,"
"Mending sekarang loe pergi dan bawa semua keluarga loe. Bokap gue butuh istirahat."ucapnya sambil berlalu dari hadapanku.
Aku dan yang lainnya membisu melihat sikap Gigi yang lain daripada biasanya. Gigi begitu dingin dan ketus bicaranya. Tidak seperti Gigi yang aku kenal selama ini. Yang selalu ramah, hangat dan sopan terhadap orang lain.
"Gigi,, siapa yang ngajarin kamu kayak gitu, cepet minta maaf,"perintah Tante Rieta dengan nada marah.
"Gi, kok loe gitu sih sama Raffi, jangan kayak gitulah kan loe tau Raffi gak bersalah,"ucap Zaskia.
"Ki,, please jangan bicara apa-apa lagi, kalo loe mau pergi juga, silahkan, pintu keluarnya masih sama,"
"Ya Tuhan, Gigi,, kamu keterlaluan banget sih,,"ucap Tante Rieta mulai emosional.
"Ada apa sebenarnya ini?? "tanya Om Gideon.
"Tidak ada apa-apa Pa, yuk Papa istirahat dulu." ucap Gigi.
"Tidak ada yang penting lagi kan, maaf silahkan keluar dari kamar ini, pasien perlu banyak istirahat,," ucap Gigi lagi tanpa memandang ke siapa perintah itu ditujukan.
"Nagita Slavina,cepat minta maaf,,,!!!!! "bentak Tante Rieta.
Aku hanya berdiri mematung di tempat Gigi meninggalkanku tadi. Tak kuasa aku mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Gigi. Respon Gigi begitu mengejutkan, sedikit membuatku kecewa, kesal, sedih dan marah. Gigi yang aku lihat sekarang bukan Gigi ku. Bukan perempuan yang aku kenal hatinya. Aku tidak pernah membayangkan pertemuan semacam ini dengannya, yang aku impikan adalah saat berjumpa, kami berdua saling berpelukan mesra. Tapi ternyata nihil malah semua berbalik seperti ini keadaannya. Dia boleh membenciku tapi tidak seharusnya dia bersikap seperti itu kepada orang lain di sekitarku. Apalagi kepada orang-orang yang sudah membantuku saat aku terkena musibah. Yang aku ingat, bahkan dia yang notabene orang yang paling aku harapkan ada disampingku saat aku tertimpa masalah tidak pernah ada kehadirannya. Untuk menemui sebentar saja tidak.
"Tidak perlu Tante, tidak ada yang harus minta maaf."ucapku.
"Raffi,, "tegur Mamaku.
"Memang seharusnya saya tidak pernah berada disini,Tante,Om."
"Raffi,,, kamu mau kemana,?? "tanya Tante Rieta.
Sebelum aku pergi, aku mendekat ke tempat Gigi sedang duduk membelakangi kami semua. Mau tidak mau Gigi harus memandang wajahku.
"Dan maaf kalau kehadiran gue disini ganggu hidup loe, Nagita Slavina."ucapku sambil menatap tajam mata Gigi, kemudian aku berlalu pergi.
"Raffi,, hei Raffi, tunggu, ayo Om kita kejar Raffi, sayang tolong kamu anterin Tante Amy dan Nanas pulang ya, ini kuncinya."ucap Irwan.
"Iya yank, kamu hati-hati,,"
"Iya Yank,, ayo Om,,."
"Mari semuanya,,"pamit Om John
"Ibu Amy, Nanas saya benar-benar minta maaf atas perlakuan Gigi barusan yaa, jangan dimasukkan hati mungkin dia terlalu banyak pikiran jadi ngomongnya agak ngawur." ucap Tante Rieta mencoba mencairkan suasana yang mulai tegang.
"Gak papa kok Tante, kami mengerti, ehm kalo gitu lebih baik kami pulang saja. Seperti kata kak Gigi memang Om Gideon kan harus banyak istirahat. Kami pamit pulang. Permisi dulu ya Om, Tante, Kak Gigi. Ayo Ma, ayo kak Kia," ajak Nanas.
"Ibu Rieta, Pak Gideon, Gigi, kami pamit dulu,"ucap Mama Amy.
"Gue gak pernah nyangka loe bisa kayak gini Gi, gue benar-benar kecewa sama loe," ucap Zaskia menggebu-gebu kepada Gigi sesaat sebelum dia meninggalkan kamar.
"Mari saya antar sampai depan Ibu Amy,,"
"Iya terimakasih,, "
"Puas kamu Gi,,Mama sangat amat kecewa sama kamu, Mama gak pernah ngajarin anak Mama kayak gini, jadi kasar sama orang lain, gak menghargai orang lain. Tolong kamu renungkan perkataan Mama baik-baik."
Tante Rieta ikut pergi meninggalkan kamar, tertinggal hanya Gigi dan Om Gideon di dalam kamar.
"Gigi,, sini sayang,,kalo mau nangis ya nangis aja,, jangan ditahan, walaupun Papa gak tau pasti apa yang sebenarnya terjadi tapi satu hal yang Papa yakini anak Papa ini sedang sedih dan terluka, iyaa kan sayang,!??
"Hiks,, hiks, hiks, Gigi gak tau Pa, ini benar atau salah, Gigi bener-bener gak tau, hiks, hiks, hiks,,."
"Sini, peluk Papa, nangis yang kenceng, biar lega,,"
Gigi pun berlari membenamkan wajahnya didada sang ayah, suara tangisnya hampir tak terdengar, hanya terlihat tubuhnya yang berguncang karena isak tangisnya.
Di parkiran,
"Om, kita cari kemana lagi, kita udah muterin satu rumah sakit tapi gak ketemu, aduh capek banget Om,,"
"Iya Wan, cepat sekali anak itu perginya, apa sebaiknya kita cari di tempat lain, mungkin kamu tahu tempat yang biasa dikunjungi Raffi,"
"Saya kurang tau Om, Raffi gak pernah cerita tentang itu."
"Ya sudah, lebih baik kita minta bantuan sama anak-anak di basecamp untuk mencarinya."
"Baik Om,,"
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
"Assalamualaikum Pa,,"
"Maafin Affi yaa kalo Affi jarang nengokin Papa disini, tapi Affi selalu doain Papa kok setiap hari, Affi kangen sama Papa, maafin Affi kalo udah bikin kecewa Papa karena kemarin Affi sempet masuk penjara, Papa yang tenang ya disana. Affi janji bakal jadi pengganti Papa yang lebih baik lagi, jagain Mama jagain Nanas,dan membuat mereka selalu bahagia. Affi janji gak bakal bikin Papa kecewa sama Affi untuk kedua kalinya. Ya udah Affi pulang dulu ya Pa. Tetep jagain Affi, Mama dan Nanas ya Pa dari tempat Papa sekarang,"ucapku sambil mencium nisan Papa.
Tidak ada satupun orang yang tahu kalau aku disini, entah kenapa tiba-tiba yang terlintas di pikiranku hanya tempat ini, mungkin Papa juga sedang merindukanku dari sana. Papa ingin aku menjenguknya. Aku sudah mencurahkan semua yang aku rasakan,semua yang aku alami. Setelah merasa lebih baik aku bergegas untuk pulang, semua orang pasti sedang khawatir mencari dimana keberadaanku sekarang. Sepanjang perjalanan pulang aku mulai berpikir dan menyadari bahwa memang harus seperti ini jalannya, aku dan Gigi memang tidak ditakdirkan bersama sebagai kekasih tapi hanya sebatas teman, sebatas sahabat. Tidak ada yang menjadi penghalang selain berasal dari ego kami masing-masing. Ternyata cinta tidak hanya melulu soal rasa, tapi banyak unsur didalamnya.
"Assalamualaikum semuanya, pada nyariin ya hehehe." ucapku dari balik pintu.
"Raffi,, Affi, Aa,, "
"Waduh, waduh, heboh banget sih," ucapku
"Kemana aja loe malem begini baru balik, itu Mama loe nyariin ampe nangis-nangis, Huuu,, dasar anak durhaka,sono temuin. Bentar gue hubungin Om John dulu ngabarin kalo loe udah pulang, capek tau nyari loe seharian. "ucap Irwan.
"Iya-iya sono loe juga, marah-marah melulu kerjaannya, aduh Mama jangan nangis dong, Affi udah pulang dengan selamat kok, iya kan Nas, hehehe,"
"Aa baik-baik aja kan,?? "
"Iya Fi, loe gak papa kan,??tanya Zaskia penasaran.
"Emang gue kenapa Ki, gue sehat kan, gak ada lecet kan ditubuh gue, itu berarti Aa sehat walafiat Nas, jangan khawatir Nas. Udah ah mau mandi dulu terus tidur, kangen kasur empuk nih gue, kemarin kan tidur cuma pake tiker doang."ucapku sambil nyelonong pergi. Kutinggalkan Nanas dan Zaskia yang bingung akan perubahan sikapku, aku memang sedih dan kecewa tapi tidak mungkin aku memperlihatkannya kepada semua orang.
"Nas, kamu yakin kakak kamu baik-baik aja, setelah perlakuan Gigi tadi,?? "
"Nanas sih gak yakin Kak, kalo menurut Mama gimana,??"
"Aa kamu tuh, paling pintar nyembunyiin perasaan. Jadi menurut Mama, Affi tuh sebenernya sedih tapi gengsi kalo kita sampai tau, kita cuma bisa menunggu sampai dia menunjukkannya kepada orang lain."
Jam menunjukkan pukul sebelas siang, aku Raffi Ahmad akhirnya bebas daripenjara. Status tersangka yang sempat dituduhkan padaku telah digantikan oleh Ijal yang kemarin telah berhasil ditangkap oleh pihak kepolisian. Aku sempat melihat dia digiring ke sel yang bersebelahan dengan sel ku. Aku hanya bisa menatapnya saat dia juga melihatku. Rasanya ingin sekali melampiaskan kemarahan dengan menghajarnya, bukan untuk status tersangka yang dialamatkan padaku melainkan atas perbuatannya yang telah merugikan orang lain. Apalagi orang itu adalah ayah dari wanita yang aku cintai. Dia yang menyebabkan semua ini terjadi. Kalau bukan karena Ijal pasti sekarang aku masih beraktifitas seperti biasanya. Menikmati hari-hari bersama dengan Gigi. Masih tidak habis pikir kenapa seorang Ijal sebodoh itu melakukan hal yang membuat masa depannya hancur begitu saja.
Hari ini aku sambut dengan penuh semangat, aku berjalan keluar sesaat setelah petugas membuka pintu sel, ku sempatkan berpamitan pada teman-teman yang berada di sel yang sama denganku, walaupun hanya sebentar mereka pernah menjadi bagian dari cerita hidupku. Sebuah pengalaman yang sangat berharga.
Ketika sampai di ruang penjemputan kulihat semua orang yang menyayangiku sudah hadir untuk menjemputku, tidak terkecuali Tante Rieta yang berada diantara mereka.
"Affi,, akhirnya kamu bebas Nak, mama lega sayang."
"Iya Ma, ini semua berkat doa Mama, Nanas, dan semuanya." ucapku.
"Om John, terimakasih kasih atas segalanya, cuma itu yang bisa saya berikan,"ucapku sambil memeluknya erat.
"Iya Fi, Om cuma minta kamu tetap jadi Raffi yang Om kenal selama ini, tetap jadi anak yang baik, sayang sama keluarga."
"Pasti Om,, hehehe,"
"Thanks juga buat loe Bro, udah ada di samping gue saat gue butuh bantuan. Buat loe juga Ki makasih ya semuanya."
"Sama-sama,,"ucap mereka.
Dan yang terakhir adalah Tante Rieta, disaat aku mulai mendekat tiba-tiba beliau memelukku sambil menitikkan air mata.
"Raffi, maafkan Tante ya bikin kamu masuk penjara." ucapnya seraya melepaskan pelukannya.
"Kok Tante yang minta maaf, harusnya saya yang minta maaf, bagaimana keadaan Om Gideon,??
"Sudah sadar tapi masih perlu perawatan intensif, Oh ya maaf Gigi gak bisa dateng, tadi dia sudah pergi gak tau kemana," ucap Tante Rieta membuatku agak bingung.
"Udahlah Fi, semua orang udah tau tentang hubungan loe sama Gigi termasuk Tante Rieta, ya kan Tante,"ucap Zaskia.
Tante Rieta hanya tertawa kecil, aku merasa lega karena ternyata Tante Rieta menyetujui hubunganku dengan anak perempuan satu-satunya, Gigi.
"Iya, Tante sudah tahu kalau kamu mencintai anak Tante,,"
"Hehehe, saya jadi malu,"
"Tumben loe punya malu bro, hehehe,"
"Sialan loe Wan, gini-gini gue masih punya malulah,,"
"Hahahaha,,"
Kebahagiaanku terasa kurang lengkap tanpa kehadiran Gigi. Aku sempat termenung sesaat bertanya-tanya dimana Gigi saat ini. Kenapa dia tidak datang. Apakah Gigi sedang merancang satu kejutan untukku. Kejutan untuk kebebasanku hari ini,andai saja itu terjadi alangkah senangnya hati ini tapi itu hanya sebatas keinginan ku saja yang mungkin akan jadi nyata atau malah tidak sama sekali. Satu pernyataan mengganggu ku, apa Gigi marah dan kecewa padaku, sampai-sampai tidak ikut serta menjemputku hari ini. Seharusnya dia hadir. Apa Gigi tidak merindukanku. Aku mencoba hilangkan pikiran jelek yang melintas di otakku. Sebaiknya aku harus cepat bertemu dengannya dan mengetahui jawaban dari pertanyaanku tadi.
Di sebuah tempat,
Adalah seorang perempuan yang sedang menangis tersedu-sedu disana. Mencoba untuk menepikan semua kesedihan yang dia rasakan sekarang. Meratapi keadaan yang tidak sedang memihak padanya saat ini. Dia ingin sekali berteriak lantang mengusir lara hati yang semakin membuatnya ingin sekali lupa ingatan. Berharap ini hanya sebuah mimpinya yang sebentar lagi dia akan terbangun dan tersenyum bahagia karena ini hanya bunga tidur.
Plakk,
"Aww,, sakit Fi,, hiks,, hiks."
Tampak perempuan itu menampar pipinya sendiri, dia menangis semakin kuat daripada sebelumnya. Rasa sakit akibat tamparan di wajahnya tadi menyadarkan bahwa dia mengetahui ini bukan khayalan belaka melainkan kenyataan yang sebenarnya terjadi saat ini. Air mata yang sedari tadi jatuh pun tak henti mengalir dan membasahi pipinya. Sepertinya perempuan itu sedang sangat terluka hatinya. Merasakan kekecewaannya sendiri ditempat ini.
"Maafin aku Fi,maafin aku, hiks, hiks,, maafin aku,."
Hanya itulah kata-kata yang keluar dari mulut perempuan sedari tadi. Di genggaman tangannya terdapat satu foto yang di dalamnya ada seseorang yang sangat dia cintai. Seseorang yang sangat berarti di kehidupannya.
"Kenapa semua jadi begini, kenapa kita jadi kayak gini sih, kenapa???"
"Hati aku sakit banget Fi, sakit banget. Aku kecewa sama diri aku sendiri."
Diletakkannya foto tersebut di dadanya. Dipeluknya dengan sangat erat seakan-akan tidak ingin kehilangan. Baru kemarin dia merasakan kehidupan yang terasa lengkap karena sudah ada seorang laki-laki yang mencintainya. Bersedia mempertaruhkan semua hanya untuknya, untuk kebahagiaannya. Dipandangnya kembali foto itu sejenak merenung. Dan tak lama setelah itu dia tampak buru-buru menghapus air matanya, sepertinya dia sudah menemukan jawaban yang bisa menjadi solusi untuk permasalahan yang dia hadapi saat ini. Kemudian dia kembali masuk ke dalam mobilnya dan memacu kendaraannya itu entah akan menuju kemana. Hanya dia dan Tuhan yang tahu. Mungkin saja dia sudah menyadari satu hal yang dia yakini, dan melakukan sesuatu yang akan mengobati luka hatinya. Perempuan itu pergi begitu saja tanpa mengucapkan kata perpisahan pada rumput ilalang yang sedari tadi menjadi saksi bisu kesedihan dan air matanya. Setidaknya rumput ilalang yang tumbuh liar itu sudah menjadi teman setianya walaupun hanya sesaat. Hanyalah tertinggal bekas ban mobilnya di tanah yang kering.
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Dari kantor polisi kami semua memutuskan untuk langsung ke rumah sakit untuk menjenguk Om Gideon, aku tidak sabar melihat kondisi beliau. Di tengah perjalanan, Om Tommy menghubungiku lewat nomor Irwan, beliau mengucapkan selamat atas kebebasanku dan meminta maaf karena tidak bisa bertemu langsung denganku. Aku benar-benar lega karena masalah ini bisa terlewati. Ternyata aku masih diberi kesempatan untuk menjadi pribadi yang lebih baik daripada sebelumnya. Pelajaran yang aku dapatkan di hari kemarin membuatku akan jauh lebih hati-hati dalam bersikap. Takkan pernah lagi aku membuat orang-orang disekitar ku menjadi susah dan sedih seperti hari kemarin. Tak lama kemudian rombongan kami sudah sampai di rumah sakit. Kami semua langsung menuju ke kamar pasien. Tersirat gurat kebahagiaan yang luar biasa dari senyuman kami semua.
"Ayo masuk, semua aja gak papa kok hehehe," ucap Tante Rieta.
"Aduh maaf ya Ibu Rieta, jadi rame banget kamarnya, takut ganggu. "ucap Mama Amy.
"Gak papa ibu Amy, eh yang dijenguk bangun. Gimana udah enakan? Oo iya sampai lupa. Dion ini ada tamu pengen ketemu," ucap Tante Rieta.
"Siapa,,?? "
Aku pun melangkah kaki dan menghampiri ranjang Om Gideon.
"Om,, gimana kabarnya,??"
"Baik, terimakasih,," ucap Om Gideon seraya mencoba bangun dari tidurnya.
"Hati-hati Om, mari saya bantu."
"Sebentar, sepertinya saya mengenal kamu. Tapi dimana ya??"
Aku hanya tersenyum melihatnya.
"Ya, ya, saya ingat, kamu kan yang menolong saya waktu itu, yang bawa saya ke rumah sakit, iya kan?? kenapa bisa kenal dengan Rieta,??tanya Om Gideon.
"Benar Om, memang saya orangnya. Perkenalkan nama saya Raffi Om. Kalo soal itu ceritanya panjang Om, nanti kalo sudah benar-benar sembuh, saya akan ceritakan semuanya sama Om."ucapku
"Terimakasih Raffi, terimakasih atas bantuannya. Kalo saja waktu itu kamu tidak ada ditempat kejadian mungkin saya sudah lewat sekarang,mungkin saya hanya tinggal nama saja,"
"Jangan bicara seperti itu Om, semua sudah ada jalannya, ehm maafkan juga perbuatan teman saya ya Om. Yang membuat Om jadi masuk rumah sakit."
"Iya, Om sudah memaafkan semuanya, namanya juga musibah. Gak ada yang bisa menghindar kan, lagian seperti yang kamu lihat saya sudah jauh lebih baik sekarang."
"Benar Om, terimakasih banyak atas pengertiannya Om,,"
Layaknya seperti keluarga sendiri, suasana yang nyaman dan hangat tercipta dari obrolan kami semua, tapi andai saja Gigi ikut bergabung pasti akan jauh lebih indah.
"Assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam,,"ucap kami semua serentak menjawab salam dari si pemberi salam.
Saat ku tengok siapa yang datang, kebahagiaanku pun tak dapat aku sembunyikan. Saat aku berbalik ke arah pintu kamar, aku melihatnya. Akhirnya aku bisa melihat bidadariku lagi setelah beberapa hari terakhir ini tidak bisa berjumpa dengannya. Rasa bahagia membuncah di dalam hatiku. Saking rindunya aku berlari ke arah nya karena tidak bisa menahan diri untuk segera memeluk tubuhnya. Aku benar-benar merindukannya.
"Gigi,, aku kangen sama kamu,,".
Ku tumpahkan semua apa yang aku rasakan. Baru beberapa hari berpisah tapi rasanya sudah bertahun-tahun lamanya.
"Loe ngapain disini,?? "ucap Gigi dingin. Dia tidak membalas pelukanku.
"Maksud kamu apa Gi,,??" tanyaku penasaran.
Gigi hanya terus diam, tanpa sedikitpun memandang ke arahku. Apakah dia tidak merindukanku, setelah beberapa hari tidak dapat berjumpa.
"Gi,, aku,,,,"
"Mending sekarang loe pergi dan bawa semua keluarga loe. Bokap gue butuh istirahat."ucapnya sambil berlalu dari hadapanku.
Aku dan yang lainnya membisu melihat sikap Gigi yang lain daripada biasanya. Gigi begitu dingin dan ketus bicaranya. Tidak seperti Gigi yang aku kenal selama ini. Yang selalu ramah, hangat dan sopan terhadap orang lain.
"Gigi,, siapa yang ngajarin kamu kayak gitu, cepet minta maaf,"perintah Tante Rieta dengan nada marah.
"Gi, kok loe gitu sih sama Raffi, jangan kayak gitulah kan loe tau Raffi gak bersalah,"ucap Zaskia.
"Ki,, please jangan bicara apa-apa lagi, kalo loe mau pergi juga, silahkan, pintu keluarnya masih sama,"
"Ya Tuhan, Gigi,, kamu keterlaluan banget sih,,"ucap Tante Rieta mulai emosional.
"Ada apa sebenarnya ini?? "tanya Om Gideon.
"Tidak ada apa-apa Pa, yuk Papa istirahat dulu." ucap Gigi.
"Tidak ada yang penting lagi kan, maaf silahkan keluar dari kamar ini, pasien perlu banyak istirahat,," ucap Gigi lagi tanpa memandang ke siapa perintah itu ditujukan.
"Nagita Slavina,cepat minta maaf,,,!!!!! "bentak Tante Rieta.
Aku hanya berdiri mematung di tempat Gigi meninggalkanku tadi. Tak kuasa aku mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Gigi. Respon Gigi begitu mengejutkan, sedikit membuatku kecewa, kesal, sedih dan marah. Gigi yang aku lihat sekarang bukan Gigi ku. Bukan perempuan yang aku kenal hatinya. Aku tidak pernah membayangkan pertemuan semacam ini dengannya, yang aku impikan adalah saat berjumpa, kami berdua saling berpelukan mesra. Tapi ternyata nihil malah semua berbalik seperti ini keadaannya. Dia boleh membenciku tapi tidak seharusnya dia bersikap seperti itu kepada orang lain di sekitarku. Apalagi kepada orang-orang yang sudah membantuku saat aku terkena musibah. Yang aku ingat, bahkan dia yang notabene orang yang paling aku harapkan ada disampingku saat aku tertimpa masalah tidak pernah ada kehadirannya. Untuk menemui sebentar saja tidak.
"Tidak perlu Tante, tidak ada yang harus minta maaf."ucapku.
"Raffi,, "tegur Mamaku.
"Memang seharusnya saya tidak pernah berada disini,Tante,Om."
"Raffi,,, kamu mau kemana,?? "tanya Tante Rieta.
Sebelum aku pergi, aku mendekat ke tempat Gigi sedang duduk membelakangi kami semua. Mau tidak mau Gigi harus memandang wajahku.
"Dan maaf kalau kehadiran gue disini ganggu hidup loe, Nagita Slavina."ucapku sambil menatap tajam mata Gigi, kemudian aku berlalu pergi.
"Raffi,, hei Raffi, tunggu, ayo Om kita kejar Raffi, sayang tolong kamu anterin Tante Amy dan Nanas pulang ya, ini kuncinya."ucap Irwan.
"Iya yank, kamu hati-hati,,"
"Iya Yank,, ayo Om,,."
"Mari semuanya,,"pamit Om John
"Ibu Amy, Nanas saya benar-benar minta maaf atas perlakuan Gigi barusan yaa, jangan dimasukkan hati mungkin dia terlalu banyak pikiran jadi ngomongnya agak ngawur." ucap Tante Rieta mencoba mencairkan suasana yang mulai tegang.
"Gak papa kok Tante, kami mengerti, ehm kalo gitu lebih baik kami pulang saja. Seperti kata kak Gigi memang Om Gideon kan harus banyak istirahat. Kami pamit pulang. Permisi dulu ya Om, Tante, Kak Gigi. Ayo Ma, ayo kak Kia," ajak Nanas.
"Ibu Rieta, Pak Gideon, Gigi, kami pamit dulu,"ucap Mama Amy.
"Gue gak pernah nyangka loe bisa kayak gini Gi, gue benar-benar kecewa sama loe," ucap Zaskia menggebu-gebu kepada Gigi sesaat sebelum dia meninggalkan kamar.
"Mari saya antar sampai depan Ibu Amy,,"
"Iya terimakasih,, "
"Puas kamu Gi,,Mama sangat amat kecewa sama kamu, Mama gak pernah ngajarin anak Mama kayak gini, jadi kasar sama orang lain, gak menghargai orang lain. Tolong kamu renungkan perkataan Mama baik-baik."
Tante Rieta ikut pergi meninggalkan kamar, tertinggal hanya Gigi dan Om Gideon di dalam kamar.
"Gigi,, sini sayang,,kalo mau nangis ya nangis aja,, jangan ditahan, walaupun Papa gak tau pasti apa yang sebenarnya terjadi tapi satu hal yang Papa yakini anak Papa ini sedang sedih dan terluka, iyaa kan sayang,!??
"Hiks,, hiks, hiks, Gigi gak tau Pa, ini benar atau salah, Gigi bener-bener gak tau, hiks, hiks, hiks,,."
"Sini, peluk Papa, nangis yang kenceng, biar lega,,"
Gigi pun berlari membenamkan wajahnya didada sang ayah, suara tangisnya hampir tak terdengar, hanya terlihat tubuhnya yang berguncang karena isak tangisnya.
Di parkiran,
"Om, kita cari kemana lagi, kita udah muterin satu rumah sakit tapi gak ketemu, aduh capek banget Om,,"
"Iya Wan, cepat sekali anak itu perginya, apa sebaiknya kita cari di tempat lain, mungkin kamu tahu tempat yang biasa dikunjungi Raffi,"
"Saya kurang tau Om, Raffi gak pernah cerita tentang itu."
"Ya sudah, lebih baik kita minta bantuan sama anak-anak di basecamp untuk mencarinya."
"Baik Om,,"
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
"Assalamualaikum Pa,,"
"Maafin Affi yaa kalo Affi jarang nengokin Papa disini, tapi Affi selalu doain Papa kok setiap hari, Affi kangen sama Papa, maafin Affi kalo udah bikin kecewa Papa karena kemarin Affi sempet masuk penjara, Papa yang tenang ya disana. Affi janji bakal jadi pengganti Papa yang lebih baik lagi, jagain Mama jagain Nanas,dan membuat mereka selalu bahagia. Affi janji gak bakal bikin Papa kecewa sama Affi untuk kedua kalinya. Ya udah Affi pulang dulu ya Pa. Tetep jagain Affi, Mama dan Nanas ya Pa dari tempat Papa sekarang,"ucapku sambil mencium nisan Papa.
Tidak ada satupun orang yang tahu kalau aku disini, entah kenapa tiba-tiba yang terlintas di pikiranku hanya tempat ini, mungkin Papa juga sedang merindukanku dari sana. Papa ingin aku menjenguknya. Aku sudah mencurahkan semua yang aku rasakan,semua yang aku alami. Setelah merasa lebih baik aku bergegas untuk pulang, semua orang pasti sedang khawatir mencari dimana keberadaanku sekarang. Sepanjang perjalanan pulang aku mulai berpikir dan menyadari bahwa memang harus seperti ini jalannya, aku dan Gigi memang tidak ditakdirkan bersama sebagai kekasih tapi hanya sebatas teman, sebatas sahabat. Tidak ada yang menjadi penghalang selain berasal dari ego kami masing-masing. Ternyata cinta tidak hanya melulu soal rasa, tapi banyak unsur didalamnya.
"Assalamualaikum semuanya, pada nyariin ya hehehe." ucapku dari balik pintu.
"Raffi,, Affi, Aa,, "
"Waduh, waduh, heboh banget sih," ucapku
"Kemana aja loe malem begini baru balik, itu Mama loe nyariin ampe nangis-nangis, Huuu,, dasar anak durhaka,sono temuin. Bentar gue hubungin Om John dulu ngabarin kalo loe udah pulang, capek tau nyari loe seharian. "ucap Irwan.
"Iya-iya sono loe juga, marah-marah melulu kerjaannya, aduh Mama jangan nangis dong, Affi udah pulang dengan selamat kok, iya kan Nas, hehehe,"
"Aa baik-baik aja kan,?? "
"Iya Fi, loe gak papa kan,??tanya Zaskia penasaran.
"Emang gue kenapa Ki, gue sehat kan, gak ada lecet kan ditubuh gue, itu berarti Aa sehat walafiat Nas, jangan khawatir Nas. Udah ah mau mandi dulu terus tidur, kangen kasur empuk nih gue, kemarin kan tidur cuma pake tiker doang."ucapku sambil nyelonong pergi. Kutinggalkan Nanas dan Zaskia yang bingung akan perubahan sikapku, aku memang sedih dan kecewa tapi tidak mungkin aku memperlihatkannya kepada semua orang.
"Nas, kamu yakin kakak kamu baik-baik aja, setelah perlakuan Gigi tadi,?? "
"Nanas sih gak yakin Kak, kalo menurut Mama gimana,??"
"Aa kamu tuh, paling pintar nyembunyiin perasaan. Jadi menurut Mama, Affi tuh sebenernya sedih tapi gengsi kalo kita sampai tau, kita cuma bisa menunggu sampai dia menunjukkannya kepada orang lain."
"Oo gitu ya Tante,,"
Di dalam kamar mandi, dibawah guyuran air aku menangisi
keadaan, aku tidak menduga Gigi akan berbuat sesuatu yang membuatku begitu
terluka. Hatiku begitu sakit. Tidak seharusnya dia memperlakukanku seperti itu,
aku ini laki-laki yang dia cintai tidak sepantasnya dia berkata seperti tadi,
dia sangat keterlaluan, dia tidak mau mendengar perkataan orang lain termasuk
ibunya sendiri. Seakan-akan aku ini tidak ada artinya lagi di matanya, memang
benar aku melakukan kesalahan tapi bukan berarti dia boleh menghakimi
perbuatanku. Seharusnya Gigi bisa lebih mengerti aku di keadaan yang seperti
ini, bukan malah sebaliknya. Dan aku sudah mengambil keputusan bahwa aku tak
akan menjelaskan apapun padanya, biarkan pengertian yang ada didalam pikirannya
tetap menjadi miliknya. Aku tidak ingin berusaha untuk dianggap benar. Dia yang
ingin pergi bukan aku. Dia yang ingin aku tidak berada disampingnya lagi. Dia,
dia, dia dan dia. Hanya dia yang ada didalam benakku sekarang.
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Di kediaman Gigi,
"Bik, tolong suruh Pak Bambang bawa koper-koper saya ke mobil ya,"
"Iya Non, eh Nyonya pulang, mau saya siapkan air anget??"
"Gak usah bik, terimakasih. Gi ini maksudnya apa, kenapa kamu packing barang-barang kamu, mau kemana,?? "
"Gigi mau balik ke Aussie Ma, mau ngembangin usaha Gigi disana,"
"Gak boleh, kamu jangan kayak gini. Mama tahu ini pasti ada hubungannya dengan Raffi, kamu benar-benar jahat kalo sampe pergi."
Kata-kata yang keluar dari mulut ibunya yang setengah marah itu membuat suasana menjadi hening,Gigi mencoba menahan air matanya. Tapi sudah terlambat, karena semua yang dikatakan oleh ibunya adalah benar dan membuat sungai mengalir lagi di pelupuk matanya.
"Gigi memang jahat Ma sama Raffi, hiks hiks hiks, Gigi gak pantes buat Raffi hiks hiks, Gigi gak percaya sama orang yang Gigi sayang malah sebaliknya, Gigi gak bisa buat Raffi bahagia, Gigi malah percaya sama pikiran negatif yang ada di pikiran Gigi, lebih baik Gigi pergi biarkan Raffi bertemu dengan wanita lain yang pantas mendampinginya, Gigi terlalu jahat Ma,, hiks hiks,"ucapnya. Tubuhnya terasa lemas kemudian dia terduduk di lantai.
"Apa sih maksudnya, Mama gak ngerti."
"Memang ini sulit dimengerti Ma, terlebih untuk Gigi."
"Kalian kan bisa ketemu, bicarakan baik-baik masalahnya. Raffi itu laki-laki yang baik Gi,"
"Itu juga yang jadi alasan Gigi pergi Ma, Raffi terlalu baik buat Gigi, pasti Raffi sangat kecewa dengan sikap Gigi tadi, hiks hiks, Raffi selalu ada buat Gigi, Raffi selalu berusaha buat Gigi tersenyum bahagia tapi apa balasan Gigi, baru diuji masalah kaya kemarin aja Gigi udah kalah, Gigi gak bisa berjuang buat Raffi, Gigi egois banget. Sikap Gigi dirumah sakit tadi sudah keterlaluan, Mama lihat sendiri gimana ekspresi wajah Raffi kan, pasti dia sangat terluka."
"Aduh Gi, kenapa jadi begini sih,, sini sayang,peluk Mama,"
"Hiks, hiks,, Gigi gak sanggup Ma,, hiks,,"
Sebagai ibu, sangat tidak tega melihat anak satu-satunya menangis tersedu seperti ini, anaknya begitu terluka, ling-lung atas semua keadaan. Sebenarnya dia tahu kalau anaknya ini tidak begitu mengerti dengan keputusan yang dia ambil, yang terlintas di pikirannya hanya ingin menjauhi masalah, dia takut menghadapi akibat dari perbuatan yang baru saja dia lakukan. Dia sangat takut seandainya dia akan benar-benar kehilangan orang yang sangat dicintainya. Sebagai ibu, tugasnya hanya memberikan masukan karena anak perempuannya bukan lagi seorang anak kecil yang apa-apa harus didikte. Anak kecil itu kini sudah beranjak menjadi wanita dewasa yang sudah mengerti baik dan buruk kehidupan. Namun di sisi lain dia begitu iba. Coba saja perhatikan penampilan Gigi sekarang, tampak begitu kacau akhir-akhir ini tidak seperti biasanya. Tak ada riasan sedikitpun yang menempel di wajahnya, rambutnya yang panjang hanya terurai tanpa disisir. Lalu berpelukanlah ibu dan anak ini, mencoba menguatkan.
"Apa kamu udah mikirin semuanya Gi,?? "ucapnya sambil mengusap-usap kepala putrinya itu.
"Hiks, hiks,, Gigi gak tau Ma,, Gigi gak tau hiks hiks,,"
"Ya Tuhan sayang, kamu bikin Mama jadi sedih. Baru kali ini Mama liat kamu kayak gini."
"Ini keputusan sulit Ma, tapi Gigi memang harus tetap pergi."
"Ya udah, Mama dukung apa yang jadi keputusan Gi, semoga memang ini yang terbaik."
"Terimakasih ya Ma,,"
"Iya sayang, ya udah kamu istirahat gih."
Gigi beranjak ke kamarnya. Dia memutuskan untuk mandi membersihkan sisa-sisa tenaga yang sudah dihabiskannya untuk menangis. Gigi bersimpuh di dekat bathtub dan menangis kembali. Selesai mandi dan berganti pakaian kemudian Gigi berbaring di ranjangnya mencoba untuk memejamkan mata.
************************
"Yank, aku tuh gak bisa ngerti ya sama sikap Gigi tadi. Aku aja yang denger sakit hati banget, apalagi Raffi coba,"ucap Zaskia.
"Aku juga Yank, tapi mungkin Gigi punya alasan sendiri ngelakuin itu yang kita gak tahu."ucap Irwan.
"Yank, menurut kamu keadaan Raffi sekarang kaya apa,??"
"Pasti hancur sehancur-hancurnya."
"Kamu yakin Yank?? "
"Aku kenal Raffi Yank, semakin dia bersikap biasa semakin dalam luka yang dia rasakan."
"Yank, yuk kita lakuin apa gitu buat mereka. Yah setidaknya kita coba dulu kalo hasilnya nol gapapa. Kamu punya ide gak,?? "
"Ehm, gimana kalo kita ketemu sama mereka. Pengen tau aja apa yang sebenarnya sedang mereka rasakan."
"Kan mereka gak mau ketemuan Yank."
"Bukan begitu, kamu ke rumah Gigi dan aku ke tempat Raffi. Gimana?? "
"Boleh, yuk,"
Dan rencana pun mulai dijalankan.
Tok, Tok,,
"Iya sebentar, eh nak Irwan. Mau ketemu Raffi ya?? "
"Malam Tante, iya. Raffi belum tidur kan Tante??"
"Belum, langsung ke kamarnya aja,,"
"Baik Tante, terimakasih banyak."
Sementara itu,
"Halo, Assalamualaikum Tante, Gigi dirumah atau nginep di rumah sakit Tante??,, Oo gitu ya udah aku langsung ke rumah aja kalo gitu. Nanti Kia usahain Tante, dah Tante,"
"Gigi, Gigi,, loe aja kesiksa apalagi Raffi. Gue harus turun tangan nih."ucap Zaskia sambil mengeleng-gelengkan kepalanya.
Zaskia pun melaju kencang ke rumah Gigi. Sesampainya disana Zaskia langsung bertemu dengan bik Surti, terlihat kekhawatiran di wajah bik Surti.
"Non, bibi takut kalau Non Gigi sakit. Udah beberapa hari ini Non Gigi gak mau makan. Cuma diem di kamarnya."
"Gitu ya bik,kalo gitu sekarang bibi siapkan makanan biar saya yang bawa ke kamarnya."
"Baik Non, sebentar bibi siapkan."
"Makasih bik,"
Sembari menunggu bik Surti menyiapkan makanan, tidak sengaja Zaskia melihat beberapa koper yang tersusun rapi di dekat tangga. Sepertinya ada yang ingin bepergian. Tapi itu tidak begitu dihiraukannya karena saat ini yang terpenting adalah menemui Gigi dan memperbaiki suasana yang sedang runyam. Bik Surti sudah selesai menyiapkan makanan dan menyerahkan kepada Zaskia, lalu Zaskia pun berjalan ke kamar Gigi. Pintu Gigi terlihat sedikit terbuka. Zaskia pun mengetuk pintunya tapi tak ada jawaban dari empunya kamar. Zaskia pun terpaksa langsung masuk.
"Gigi,, Gi,, ini gue Zaskia. Gue masuk yaa. Ya Tuhan Gigi."
Zaskia terkejut melihat penampilan Gigi yang berantakan. Rambutnya tidak disisir, Gigi duduk di bawah bersandar di ranjangnya. Dia terus menangis.
"Sayang, yuk bangun dulu. Duduk di atas ya."ucap Zaskia sambil memapah Gigi ke sofa.
"Bentar, gue ambil sisir dulu."
Setelah mengambil sisir dan menyisir rambut Gigi, kemudian Zaskia menyendok nasi yang ada di piring, dan mendekatkan makanan itu ke mulut Gigi. Tapi Gigi enggan membuka mulutnya. Dicoba lagi tapi tetap tidak mau.
"Oke kalo loe gak mau makan. Tapi please ngomong dong, gue gak bisa liat loe kaya gini."
"Gue jahat sama Raffi."
Akhirnya, setelah dibujuk Gigi pun membuka suara.
"Maksudnya,,?? "
"Gue udah bikin Raffi sakit hati. Gue jahat Ki,,hiks."
"Jangan nangis lagi, udah dong, jangan kayak gini, hiks, "
Zaskia pun malah ikut menangis. Dia tidak tega melihat keadaan sahabatnya yang hancur seperti ini. Zaskia memeluk erat tubuh sahabatnya itu.
Di kamar Raffi,
"Bro,, gue boleh masuk??"
"Eh loe Wan, kapan dateng. Masuk aja,"
"Baru aja kok, loe lagi ngapain nih,"
"Ga ngapa-ngapain, ada apaan malem-malem kesini,??"tanyaku.
"Ehm, ya maen aja. Emang gak boleh."
"Gak mungkin, pasti ada yang loe mau omongin. Udah langsung aja, apaan?? "
"Soal loe sama Gigi,"
Satu nama yang membuatku menghentikan kegiatan untuk sementara waktu. Aku melihat ke arah Irwan.
"Kenapa emangnya,"
"Loe gak mau ketemu sama dia. Ngomongin semua kesalahpahaman ini, cuma itu yang bisa buat keadaan ini membaik. Gigi juga pasti,,,"
"Gigi yang mau kayak gini Wan, bukan gue."ucapku memotong pembicaraan Irwan.
"Mungkin dia lagi kalut bro, loe coba deh pergi ke rumahnya."
"Gigi udah nyuruh gue pergi, dan gue harus pergi Wan."
"Bukan itu maksud Gigi bro,"
"Bro, udah lah. Gak usah dipaksain. Memang harus kayak gini keadaannya, Gigi bukan buat gue."ucapku lirih.
Sebenarnya sangat sulit untuk mengucapkan kalimat itu, aku tidak ingin apa yang aku ucapkan tadi menjadi kenyataan. Itu aku ucapkan hanya untuk menenangkan diri sendiri agar lebih mudah menerima kenyataan.
Bip, bip,, ada pesan masuk di ponsel Irwan. Rupanya dari Zaskia, dia mengirim foto Gigi.
"Bro, bini gue lagi di rumah Gigi dan ini dia ngirim foto Gigi. Loe mau liat gak,?? "
Sejujurnya aku sangat merindukannya, setiap nama itu terdengar di telingaku rasa ingin bertemu semakin besar melanda hatiku. Aku sangat tertarik melihat foto itu. Tapi aku tepis saja keinginan itu. Aku pun menggelengkan kepala pertanda aku tidak ingin melihat foto Gigi.
"Kalo loe liat, pasti loe gak akan tega. Biar gue jelasin ke loe tentang keadaan Gigi di foto ini."
"Gak usah Wan,"
Kembali ke kamar Gigi,,
"Gi, makan yuk, satu dua suap aja. Yuk, demi Mama loe demi gue, demi orang yang sayang sama loe."
Gigi menoleh ke arah Zaskia, dia baru tersadar seharian ini perutnya belum terisi apa-apa. Kesedihan yang melanda membuatnya hilang selera makan. Gigi pun mulai mengikuti perintah Zaskia. Dia membuka mulutnya dan Zaskia nampak dengan telaten menyuapi Gigi.
"Minum dulu Gi, nah udah habis nasinya. Anak pinter hehehe."
"Terimakasih Ki,,"
"Benar apa yang loe bilang, gue gak mau bikin orang-orang disekitar gue susah lagi."
"Sama-sama sayang, gak ada yang susah kok. Jangan ngomong gitu ya. Oh iya Gi ehm Irwan sekarang lagi sama Raffi. Loe mau ngobrol gak biar gue bilang ke Irwan."
Nama itu membuat Gigi kembali menjadi sedih.
"Ya udah sayang kalo kamu gak mau. Jangan dipaksain."
"Apa Raffi mau bicara sama gue?? "
"Kalo loe mau, kita coba dulu. Gimana??"
Gigi tampak berpikir keras, di pikirannya bagaimana kalau Raffi menolak berbicara dengannya. Oh Tuhan sepertinya dia tidak akan sanggup menerima itu.
"Gak usah Ki,," ucap Gigi seraya memalingkan tubuhnya ke arah berlawanan dari Zaskia agar Zaskia tidak bisa melihat kesedihannya.
Tapi sebenarnya, Zaskia sudah mengirim pesan kepada Irwan agar meletakkan ponselnya di dekat Raffi secara diam-diam merekam apa yang dia katakan. Agar masing-masing baik Raffi dan Gigi mendengar apa yang dikatakan, apa yang menjadi curahan hati mereka. Zaskia menyuruh Irwan untuk memancing Raffi mengatakan isi hatinya begitu pula sebaliknya nanti. Ini secara rahasia Gigi dan Raffi tidak mengetahuinya.
"Bro, sebenarnya apa yang loe rasain sekarang??
"Hancur Wan,"
"Sehancur apa??"
"Fiuhh, gak tau gue Wan,, gak tau." Aku menghela nafas sejenak. Aku berbaring dan menatap langit-langit kamarku.
"Bukan gue yang menyerah, bukan gue yang berhenti, bukan gue yang menjauh dan satu lagi bukan gue yang ingin pergi Wan."
Irwan sangat mengerti, dia tidak sanggup melanjutkan percakapan ini. Irwan tidak ingin memaksakan kehendaknya kepada sobat karibnya. Terlalu jahat jika ia terus menerus menekan Raffi. Lalu dia mengutak-atik ponselnya untuk mengirim rekaman itu ke Zaskia.
Kini giliran Zaskia.
"Gigi, loe bener-bener gak mau ketemu Raffi lagi?? "
"Entahlah Ki,, gue kecewa sama diri gue sendiri."
"Loe beneran pengen Raffi menjauh dari loe?? "
"Mungkin ini yang terbaik Ki,,"
Sebenarnya jawaban Gigi tidak begitu memuaskan. Tapi ya sudahlah. Zaskia pun mengirimkan rekaman suara itu kepada Irwan. Lalu Irwan dan Zaskia meminta kedua sahabatnya itu sejenak untuk diam dan meminta mereka berdua mendengarkan isi rekaman masing-masing. Nampak satu ekspresi wajah yang sama dari keduanya. Ekspresi kerinduan yang sangat amat dalam. Tidak dapat dipungkiri, itu semua terlihat saat pertama mulai terdengar suara masing-masing. Raffi mencari dimana suara itu berasal begitu pula dengan Gigi. Namanya juga jodoh makanya sikap mereka pun hampir sama.
"Itu suara Raffi, dikirim Irwan baru saja. Sekarang loe tau kan apa yang dirasain Raffi."
Gigi hanya diam saja.
Di tempat lain,
"Fi, itu suara Gigi. Loe kangen kan denger suara itu. Minimal ini buat obat rindu loe. Gue sama Zaskia udah berusaha buat nyatuin loe sama Gigi. Dan gue rasa tugas gue dan Zaskia udah selesai, tinggal sekarang keputusan ada di kalian. Kalian berdua udah dewasa."
"Ambil keputusan yang benar-benar terbaik buat semuanya. Jangan hanya buat loe doang."
Raffi menarik nafas panjang. Menyilangkan tangan didadanya mencoba mengerti apa yang dikatakan Irwan.
"Ya udah gue balik dulu. Pikirin baik-baik. Gue pamit bro."
"Wan,,"
"Iya bro kenapa,"
"Thanks bro,"
"Sama-sama,"
Hari berikutnya,
Zaskia yang baru saja menerima berita tentang rencana kepergian Gigi ke Aussie dari Tante Rieta, datang ke kamarku dan memberitahu perihal berita itu kepadaku.
"Ya udah biarin aja, itu kan pekerjaan dia, cita-cita dia. Kita sebagai teman cukup support aja, bantu doa biar dia sukses disana,"ucapku santai.
"Kok temen sih,??"ucap Zaskia
"Iya dong, terus apaan kalo gak temen."
"Itu gak penting. Loe gak mau cegah Gigi pergi Fi,??
"Apaan sih Ki,, lari-lari di bandara sambil teriak-teriak gitu, udah kayak sinetron aja hehehe, gak ahh, kayak anak kecil aja."
"Raffi Ahmad, gue serius,,!!! " teriak Zaskia padaku, aku menajamkan tatapanku ke arah Zaskia.
"Gue jauh lebih serius daripada loe Zaskia." ucapku dengan penuh penekanan.
Seketika orang yang berada di ruangan yang sama denganku hanya membisu, diam, tak ada lagi kata yang terucap. Mereka terkejut dengan sikapku barusan, karena memang aku tidak pernah seperti itu sebelumnya. Merasa jadi pusat perhatian aku pun ingin kembali masuk ke kamar.
"Oh ya Ki, kalo nanti loe ketemu Nagita, bilangin good luck dari gue gitu,"ucapku sambil menuju kembali ke kamarku.
"Tante, tolong bujuk Raffi dong, Nanas juga. Ini kesempatan terakhir lho ketemu Gigi,"
"Nak Kia, bukan Tante tidak mau, tapi kalo Affi udah kayak gitu, udah gak bisa diganggu gugat lagi. Ini keputusan yang sudah diambil. Mereka berdua sudah sama-sama gede, mereka tahu mana yang baik mana yang buruk untuk hubungan mereka, maaf sekali nak Kia. Oh ya kalo nanti nak Kia ketemu dengan Gigi tolong kasih ini ya, sampaikan salam dan maaf Tante sama Gigi ya."
"Iya Tante,"ucap Zaskia pasrah.
"Nas,,. "
"Maaf kak, Nanas juga gak bisa bantuin, maaf banget beneran deh. Memang kak Gigi kapan berangkat??"
"Kata Tante Rieta mungkin lusa Nas,"
"Oo gitu,,. "
"Ya, sudahlah, mau gimana lagi, kalo gitu saya pamit Tante, Nanas, Assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam,,"
Aku yang masih berdiri di balik pintu saat mendengar Zaskia berpamitan, aku hanya bisa mengigit ujung bantal, agar suara isak tangisku tidak terdengar. Aku tidak mengira Gigi akan memutuskan untuk benar-benar pergi dari sisiku, dari kehidupanku, begini ternyata rasanya menjadi orang yang ditinggalkan tanpa berpamitan. Kenapa Gigi setega itu kepadaku. Sebenarnya aku ingin mengejarmu tapi mungkin kita perlu waktu untuk berjauhan untuk lebih mengerti arti sebuah cinta sejati. Yang jelas aku tetap mencintaimu sampai nanti, sampai akhir nafasku. Kembalilah cintaku, cepatlah kembali, aku disini selalu menunggumu sampai kapanpun.
Bersambung...
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Di kediaman Gigi,
"Bik, tolong suruh Pak Bambang bawa koper-koper saya ke mobil ya,"
"Iya Non, eh Nyonya pulang, mau saya siapkan air anget??"
"Gak usah bik, terimakasih. Gi ini maksudnya apa, kenapa kamu packing barang-barang kamu, mau kemana,?? "
"Gigi mau balik ke Aussie Ma, mau ngembangin usaha Gigi disana,"
"Gak boleh, kamu jangan kayak gini. Mama tahu ini pasti ada hubungannya dengan Raffi, kamu benar-benar jahat kalo sampe pergi."
Kata-kata yang keluar dari mulut ibunya yang setengah marah itu membuat suasana menjadi hening,Gigi mencoba menahan air matanya. Tapi sudah terlambat, karena semua yang dikatakan oleh ibunya adalah benar dan membuat sungai mengalir lagi di pelupuk matanya.
"Gigi memang jahat Ma sama Raffi, hiks hiks hiks, Gigi gak pantes buat Raffi hiks hiks, Gigi gak percaya sama orang yang Gigi sayang malah sebaliknya, Gigi gak bisa buat Raffi bahagia, Gigi malah percaya sama pikiran negatif yang ada di pikiran Gigi, lebih baik Gigi pergi biarkan Raffi bertemu dengan wanita lain yang pantas mendampinginya, Gigi terlalu jahat Ma,, hiks hiks,"ucapnya. Tubuhnya terasa lemas kemudian dia terduduk di lantai.
"Apa sih maksudnya, Mama gak ngerti."
"Memang ini sulit dimengerti Ma, terlebih untuk Gigi."
"Kalian kan bisa ketemu, bicarakan baik-baik masalahnya. Raffi itu laki-laki yang baik Gi,"
"Itu juga yang jadi alasan Gigi pergi Ma, Raffi terlalu baik buat Gigi, pasti Raffi sangat kecewa dengan sikap Gigi tadi, hiks hiks, Raffi selalu ada buat Gigi, Raffi selalu berusaha buat Gigi tersenyum bahagia tapi apa balasan Gigi, baru diuji masalah kaya kemarin aja Gigi udah kalah, Gigi gak bisa berjuang buat Raffi, Gigi egois banget. Sikap Gigi dirumah sakit tadi sudah keterlaluan, Mama lihat sendiri gimana ekspresi wajah Raffi kan, pasti dia sangat terluka."
"Aduh Gi, kenapa jadi begini sih,, sini sayang,peluk Mama,"
"Hiks, hiks,, Gigi gak sanggup Ma,, hiks,,"
Sebagai ibu, sangat tidak tega melihat anak satu-satunya menangis tersedu seperti ini, anaknya begitu terluka, ling-lung atas semua keadaan. Sebenarnya dia tahu kalau anaknya ini tidak begitu mengerti dengan keputusan yang dia ambil, yang terlintas di pikirannya hanya ingin menjauhi masalah, dia takut menghadapi akibat dari perbuatan yang baru saja dia lakukan. Dia sangat takut seandainya dia akan benar-benar kehilangan orang yang sangat dicintainya. Sebagai ibu, tugasnya hanya memberikan masukan karena anak perempuannya bukan lagi seorang anak kecil yang apa-apa harus didikte. Anak kecil itu kini sudah beranjak menjadi wanita dewasa yang sudah mengerti baik dan buruk kehidupan. Namun di sisi lain dia begitu iba. Coba saja perhatikan penampilan Gigi sekarang, tampak begitu kacau akhir-akhir ini tidak seperti biasanya. Tak ada riasan sedikitpun yang menempel di wajahnya, rambutnya yang panjang hanya terurai tanpa disisir. Lalu berpelukanlah ibu dan anak ini, mencoba menguatkan.
"Apa kamu udah mikirin semuanya Gi,?? "ucapnya sambil mengusap-usap kepala putrinya itu.
"Hiks, hiks,, Gigi gak tau Ma,, Gigi gak tau hiks hiks,,"
"Ya Tuhan sayang, kamu bikin Mama jadi sedih. Baru kali ini Mama liat kamu kayak gini."
"Ini keputusan sulit Ma, tapi Gigi memang harus tetap pergi."
"Ya udah, Mama dukung apa yang jadi keputusan Gi, semoga memang ini yang terbaik."
"Terimakasih ya Ma,,"
"Iya sayang, ya udah kamu istirahat gih."
Gigi beranjak ke kamarnya. Dia memutuskan untuk mandi membersihkan sisa-sisa tenaga yang sudah dihabiskannya untuk menangis. Gigi bersimpuh di dekat bathtub dan menangis kembali. Selesai mandi dan berganti pakaian kemudian Gigi berbaring di ranjangnya mencoba untuk memejamkan mata.
************************
"Yank, aku tuh gak bisa ngerti ya sama sikap Gigi tadi. Aku aja yang denger sakit hati banget, apalagi Raffi coba,"ucap Zaskia.
"Aku juga Yank, tapi mungkin Gigi punya alasan sendiri ngelakuin itu yang kita gak tahu."ucap Irwan.
"Yank, menurut kamu keadaan Raffi sekarang kaya apa,??"
"Pasti hancur sehancur-hancurnya."
"Kamu yakin Yank?? "
"Aku kenal Raffi Yank, semakin dia bersikap biasa semakin dalam luka yang dia rasakan."
"Yank, yuk kita lakuin apa gitu buat mereka. Yah setidaknya kita coba dulu kalo hasilnya nol gapapa. Kamu punya ide gak,?? "
"Ehm, gimana kalo kita ketemu sama mereka. Pengen tau aja apa yang sebenarnya sedang mereka rasakan."
"Kan mereka gak mau ketemuan Yank."
"Bukan begitu, kamu ke rumah Gigi dan aku ke tempat Raffi. Gimana?? "
"Boleh, yuk,"
Dan rencana pun mulai dijalankan.
Tok, Tok,,
"Iya sebentar, eh nak Irwan. Mau ketemu Raffi ya?? "
"Malam Tante, iya. Raffi belum tidur kan Tante??"
"Belum, langsung ke kamarnya aja,,"
"Baik Tante, terimakasih banyak."
Sementara itu,
"Halo, Assalamualaikum Tante, Gigi dirumah atau nginep di rumah sakit Tante??,, Oo gitu ya udah aku langsung ke rumah aja kalo gitu. Nanti Kia usahain Tante, dah Tante,"
"Gigi, Gigi,, loe aja kesiksa apalagi Raffi. Gue harus turun tangan nih."ucap Zaskia sambil mengeleng-gelengkan kepalanya.
Zaskia pun melaju kencang ke rumah Gigi. Sesampainya disana Zaskia langsung bertemu dengan bik Surti, terlihat kekhawatiran di wajah bik Surti.
"Non, bibi takut kalau Non Gigi sakit. Udah beberapa hari ini Non Gigi gak mau makan. Cuma diem di kamarnya."
"Gitu ya bik,kalo gitu sekarang bibi siapkan makanan biar saya yang bawa ke kamarnya."
"Baik Non, sebentar bibi siapkan."
"Makasih bik,"
Sembari menunggu bik Surti menyiapkan makanan, tidak sengaja Zaskia melihat beberapa koper yang tersusun rapi di dekat tangga. Sepertinya ada yang ingin bepergian. Tapi itu tidak begitu dihiraukannya karena saat ini yang terpenting adalah menemui Gigi dan memperbaiki suasana yang sedang runyam. Bik Surti sudah selesai menyiapkan makanan dan menyerahkan kepada Zaskia, lalu Zaskia pun berjalan ke kamar Gigi. Pintu Gigi terlihat sedikit terbuka. Zaskia pun mengetuk pintunya tapi tak ada jawaban dari empunya kamar. Zaskia pun terpaksa langsung masuk.
"Gigi,, Gi,, ini gue Zaskia. Gue masuk yaa. Ya Tuhan Gigi."
Zaskia terkejut melihat penampilan Gigi yang berantakan. Rambutnya tidak disisir, Gigi duduk di bawah bersandar di ranjangnya. Dia terus menangis.
"Sayang, yuk bangun dulu. Duduk di atas ya."ucap Zaskia sambil memapah Gigi ke sofa.
"Bentar, gue ambil sisir dulu."
Setelah mengambil sisir dan menyisir rambut Gigi, kemudian Zaskia menyendok nasi yang ada di piring, dan mendekatkan makanan itu ke mulut Gigi. Tapi Gigi enggan membuka mulutnya. Dicoba lagi tapi tetap tidak mau.
"Oke kalo loe gak mau makan. Tapi please ngomong dong, gue gak bisa liat loe kaya gini."
"Gue jahat sama Raffi."
Akhirnya, setelah dibujuk Gigi pun membuka suara.
"Maksudnya,,?? "
"Gue udah bikin Raffi sakit hati. Gue jahat Ki,,hiks."
"Jangan nangis lagi, udah dong, jangan kayak gini, hiks, "
Zaskia pun malah ikut menangis. Dia tidak tega melihat keadaan sahabatnya yang hancur seperti ini. Zaskia memeluk erat tubuh sahabatnya itu.
Di kamar Raffi,
"Bro,, gue boleh masuk??"
"Eh loe Wan, kapan dateng. Masuk aja,"
"Baru aja kok, loe lagi ngapain nih,"
"Ga ngapa-ngapain, ada apaan malem-malem kesini,??"tanyaku.
"Ehm, ya maen aja. Emang gak boleh."
"Gak mungkin, pasti ada yang loe mau omongin. Udah langsung aja, apaan?? "
"Soal loe sama Gigi,"
Satu nama yang membuatku menghentikan kegiatan untuk sementara waktu. Aku melihat ke arah Irwan.
"Kenapa emangnya,"
"Loe gak mau ketemu sama dia. Ngomongin semua kesalahpahaman ini, cuma itu yang bisa buat keadaan ini membaik. Gigi juga pasti,,,"
"Gigi yang mau kayak gini Wan, bukan gue."ucapku memotong pembicaraan Irwan.
"Mungkin dia lagi kalut bro, loe coba deh pergi ke rumahnya."
"Gigi udah nyuruh gue pergi, dan gue harus pergi Wan."
"Bukan itu maksud Gigi bro,"
"Bro, udah lah. Gak usah dipaksain. Memang harus kayak gini keadaannya, Gigi bukan buat gue."ucapku lirih.
Sebenarnya sangat sulit untuk mengucapkan kalimat itu, aku tidak ingin apa yang aku ucapkan tadi menjadi kenyataan. Itu aku ucapkan hanya untuk menenangkan diri sendiri agar lebih mudah menerima kenyataan.
Bip, bip,, ada pesan masuk di ponsel Irwan. Rupanya dari Zaskia, dia mengirim foto Gigi.
"Bro, bini gue lagi di rumah Gigi dan ini dia ngirim foto Gigi. Loe mau liat gak,?? "
Sejujurnya aku sangat merindukannya, setiap nama itu terdengar di telingaku rasa ingin bertemu semakin besar melanda hatiku. Aku sangat tertarik melihat foto itu. Tapi aku tepis saja keinginan itu. Aku pun menggelengkan kepala pertanda aku tidak ingin melihat foto Gigi.
"Kalo loe liat, pasti loe gak akan tega. Biar gue jelasin ke loe tentang keadaan Gigi di foto ini."
"Gak usah Wan,"
Kembali ke kamar Gigi,,
"Gi, makan yuk, satu dua suap aja. Yuk, demi Mama loe demi gue, demi orang yang sayang sama loe."
Gigi menoleh ke arah Zaskia, dia baru tersadar seharian ini perutnya belum terisi apa-apa. Kesedihan yang melanda membuatnya hilang selera makan. Gigi pun mulai mengikuti perintah Zaskia. Dia membuka mulutnya dan Zaskia nampak dengan telaten menyuapi Gigi.
"Minum dulu Gi, nah udah habis nasinya. Anak pinter hehehe."
"Terimakasih Ki,,"
"Benar apa yang loe bilang, gue gak mau bikin orang-orang disekitar gue susah lagi."
"Sama-sama sayang, gak ada yang susah kok. Jangan ngomong gitu ya. Oh iya Gi ehm Irwan sekarang lagi sama Raffi. Loe mau ngobrol gak biar gue bilang ke Irwan."
Nama itu membuat Gigi kembali menjadi sedih.
"Ya udah sayang kalo kamu gak mau. Jangan dipaksain."
"Apa Raffi mau bicara sama gue?? "
"Kalo loe mau, kita coba dulu. Gimana??"
Gigi tampak berpikir keras, di pikirannya bagaimana kalau Raffi menolak berbicara dengannya. Oh Tuhan sepertinya dia tidak akan sanggup menerima itu.
"Gak usah Ki,," ucap Gigi seraya memalingkan tubuhnya ke arah berlawanan dari Zaskia agar Zaskia tidak bisa melihat kesedihannya.
Tapi sebenarnya, Zaskia sudah mengirim pesan kepada Irwan agar meletakkan ponselnya di dekat Raffi secara diam-diam merekam apa yang dia katakan. Agar masing-masing baik Raffi dan Gigi mendengar apa yang dikatakan, apa yang menjadi curahan hati mereka. Zaskia menyuruh Irwan untuk memancing Raffi mengatakan isi hatinya begitu pula sebaliknya nanti. Ini secara rahasia Gigi dan Raffi tidak mengetahuinya.
"Bro, sebenarnya apa yang loe rasain sekarang??
"Hancur Wan,"
"Sehancur apa??"
"Fiuhh, gak tau gue Wan,, gak tau." Aku menghela nafas sejenak. Aku berbaring dan menatap langit-langit kamarku.
"Bukan gue yang menyerah, bukan gue yang berhenti, bukan gue yang menjauh dan satu lagi bukan gue yang ingin pergi Wan."
Irwan sangat mengerti, dia tidak sanggup melanjutkan percakapan ini. Irwan tidak ingin memaksakan kehendaknya kepada sobat karibnya. Terlalu jahat jika ia terus menerus menekan Raffi. Lalu dia mengutak-atik ponselnya untuk mengirim rekaman itu ke Zaskia.
Kini giliran Zaskia.
"Gigi, loe bener-bener gak mau ketemu Raffi lagi?? "
"Entahlah Ki,, gue kecewa sama diri gue sendiri."
"Loe beneran pengen Raffi menjauh dari loe?? "
"Mungkin ini yang terbaik Ki,,"
Sebenarnya jawaban Gigi tidak begitu memuaskan. Tapi ya sudahlah. Zaskia pun mengirimkan rekaman suara itu kepada Irwan. Lalu Irwan dan Zaskia meminta kedua sahabatnya itu sejenak untuk diam dan meminta mereka berdua mendengarkan isi rekaman masing-masing. Nampak satu ekspresi wajah yang sama dari keduanya. Ekspresi kerinduan yang sangat amat dalam. Tidak dapat dipungkiri, itu semua terlihat saat pertama mulai terdengar suara masing-masing. Raffi mencari dimana suara itu berasal begitu pula dengan Gigi. Namanya juga jodoh makanya sikap mereka pun hampir sama.
"Itu suara Raffi, dikirim Irwan baru saja. Sekarang loe tau kan apa yang dirasain Raffi."
Gigi hanya diam saja.
Di tempat lain,
"Fi, itu suara Gigi. Loe kangen kan denger suara itu. Minimal ini buat obat rindu loe. Gue sama Zaskia udah berusaha buat nyatuin loe sama Gigi. Dan gue rasa tugas gue dan Zaskia udah selesai, tinggal sekarang keputusan ada di kalian. Kalian berdua udah dewasa."
"Ambil keputusan yang benar-benar terbaik buat semuanya. Jangan hanya buat loe doang."
Raffi menarik nafas panjang. Menyilangkan tangan didadanya mencoba mengerti apa yang dikatakan Irwan.
"Ya udah gue balik dulu. Pikirin baik-baik. Gue pamit bro."
"Wan,,"
"Iya bro kenapa,"
"Thanks bro,"
"Sama-sama,"
Hari berikutnya,
Zaskia yang baru saja menerima berita tentang rencana kepergian Gigi ke Aussie dari Tante Rieta, datang ke kamarku dan memberitahu perihal berita itu kepadaku.
"Ya udah biarin aja, itu kan pekerjaan dia, cita-cita dia. Kita sebagai teman cukup support aja, bantu doa biar dia sukses disana,"ucapku santai.
"Kok temen sih,??"ucap Zaskia
"Iya dong, terus apaan kalo gak temen."
"Itu gak penting. Loe gak mau cegah Gigi pergi Fi,??
"Apaan sih Ki,, lari-lari di bandara sambil teriak-teriak gitu, udah kayak sinetron aja hehehe, gak ahh, kayak anak kecil aja."
"Raffi Ahmad, gue serius,,!!! " teriak Zaskia padaku, aku menajamkan tatapanku ke arah Zaskia.
"Gue jauh lebih serius daripada loe Zaskia." ucapku dengan penuh penekanan.
Seketika orang yang berada di ruangan yang sama denganku hanya membisu, diam, tak ada lagi kata yang terucap. Mereka terkejut dengan sikapku barusan, karena memang aku tidak pernah seperti itu sebelumnya. Merasa jadi pusat perhatian aku pun ingin kembali masuk ke kamar.
"Oh ya Ki, kalo nanti loe ketemu Nagita, bilangin good luck dari gue gitu,"ucapku sambil menuju kembali ke kamarku.
"Tante, tolong bujuk Raffi dong, Nanas juga. Ini kesempatan terakhir lho ketemu Gigi,"
"Nak Kia, bukan Tante tidak mau, tapi kalo Affi udah kayak gitu, udah gak bisa diganggu gugat lagi. Ini keputusan yang sudah diambil. Mereka berdua sudah sama-sama gede, mereka tahu mana yang baik mana yang buruk untuk hubungan mereka, maaf sekali nak Kia. Oh ya kalo nanti nak Kia ketemu dengan Gigi tolong kasih ini ya, sampaikan salam dan maaf Tante sama Gigi ya."
"Iya Tante,"ucap Zaskia pasrah.
"Nas,,. "
"Maaf kak, Nanas juga gak bisa bantuin, maaf banget beneran deh. Memang kak Gigi kapan berangkat??"
"Kata Tante Rieta mungkin lusa Nas,"
"Oo gitu,,. "
"Ya, sudahlah, mau gimana lagi, kalo gitu saya pamit Tante, Nanas, Assalamualaikum,"
"Waalaikumsalam,,"
Aku yang masih berdiri di balik pintu saat mendengar Zaskia berpamitan, aku hanya bisa mengigit ujung bantal, agar suara isak tangisku tidak terdengar. Aku tidak mengira Gigi akan memutuskan untuk benar-benar pergi dari sisiku, dari kehidupanku, begini ternyata rasanya menjadi orang yang ditinggalkan tanpa berpamitan. Kenapa Gigi setega itu kepadaku. Sebenarnya aku ingin mengejarmu tapi mungkin kita perlu waktu untuk berjauhan untuk lebih mengerti arti sebuah cinta sejati. Yang jelas aku tetap mencintaimu sampai nanti, sampai akhir nafasku. Kembalilah cintaku, cepatlah kembali, aku disini selalu menunggumu sampai kapanpun.
Bersambung...
0 Response to "Cerbung Raffi Nagita "Kembalilah Cinta" Part 22"
Post a Comment