
Cerbung by : Rini Diah Mardiyati
"Gi,, tunggu Gi Maafin aku, aku gak
maksud,,,"
"Diem Fi,, sekarang mending loe pergi dari hadapan gue. Gue mau istirahat," ucapnya sambil mengusap air matanya. Kami sampai di hotel, tanpa menghiraukan ku Gigi langsung turun dari mobil dan berjalan setengah berlari menjauh.
"Aahh dasar bodoh, kenapa loe lakuin hal tadi sih," ucapku sendiri. Kutinggalkan mobil ku kemudian berlari mengejar Gigi.
Apa yang aku lakukan tadi memang melampaui batas tapi aku tidak bermaksud membuatnya merasa dilecehkan. Yang aku lakukan tadi murni tulus dari hati bukan hanya nafsu sesaat, itu semua karena aku sangat menyayanginya . Di sepanjang perjalanan pulang Gigi hanya terdiam terkadang dia menghapus air matanya yang jatuh.
"Gi, maafin aku,". Hanya kata-kata itu yang sanggup keluar dari mulut ku, tapi tetap tidak ada respon dari nya. Sikapnya itu membuatku gila, lebih baik dia menampar ku bolak-balik daripada harus melihatnya dia kembali marah memalingkan muka dari ku. Baru saja kami melalui hari yang sangat indah tapi karena kebodohan ku semuanya hancur dalam sekejap.
Sampai di depan pintu kamar Gigi. Ku tarik tangannya sebelum dia masuk, tapi segera aku lepas aku tidak mau menyakitinya. Aku melihat matanya yang nampak memerah menahan tangis, hatiku sakit melihatnya seperti ini.
"Gi, harus berapa kali aku ngomong maaf ke kamu, aku nyesel atas kejadian tadi,".
Gigi menatapku dingin, di matanya terlihat kemarahan yang amat sangat terhadapku.
"Diem Fi,, sekarang mending loe pergi dari hadapan gue. Gue mau istirahat," ucapnya sambil mengusap air matanya. Kami sampai di hotel, tanpa menghiraukan ku Gigi langsung turun dari mobil dan berjalan setengah berlari menjauh.
"Aahh dasar bodoh, kenapa loe lakuin hal tadi sih," ucapku sendiri. Kutinggalkan mobil ku kemudian berlari mengejar Gigi.
Apa yang aku lakukan tadi memang melampaui batas tapi aku tidak bermaksud membuatnya merasa dilecehkan. Yang aku lakukan tadi murni tulus dari hati bukan hanya nafsu sesaat, itu semua karena aku sangat menyayanginya . Di sepanjang perjalanan pulang Gigi hanya terdiam terkadang dia menghapus air matanya yang jatuh.
"Gi, maafin aku,". Hanya kata-kata itu yang sanggup keluar dari mulut ku, tapi tetap tidak ada respon dari nya. Sikapnya itu membuatku gila, lebih baik dia menampar ku bolak-balik daripada harus melihatnya dia kembali marah memalingkan muka dari ku. Baru saja kami melalui hari yang sangat indah tapi karena kebodohan ku semuanya hancur dalam sekejap.
Sampai di depan pintu kamar Gigi. Ku tarik tangannya sebelum dia masuk, tapi segera aku lepas aku tidak mau menyakitinya. Aku melihat matanya yang nampak memerah menahan tangis, hatiku sakit melihatnya seperti ini.
"Gi, harus berapa kali aku ngomong maaf ke kamu, aku nyesel atas kejadian tadi,".
Gigi menatapku dingin, di matanya terlihat kemarahan yang amat sangat terhadapku.
"Ada yang lagi reuni tapi gak ngajak-ngajak nih
kayaknya," terdengar suara pria dari seberang sana. Kami menengok ke
sumber suara tersebut.
"Nanda,," ucapku dan Gigi bersamaan. Aku pun segera melihat ke arah Gigi yang masih terlihat menangis jangan sampai Nanda mengetahui apa yang baru saja aku perbuat kepada calon istrinya. Nanda melangkahkan kaki ke arah kami, mengangkat dagu Gigi dan melihat ke arah ku.
"Heii kenapa,kok nangis. Loe apain dia Fi,," tanya Nanda dengan nada sedikit tinggi. Aku bingung harus berkata apa. Aku tidak mungkin berkata jujur tapi aku juga tak ingin jadi pengecut yang lari dari masalah. Kulihat Gigi seperti memberi isyarat agar aku berbohong. Aku pun tak mau terjadi keributan antara aku dan Nanda tapi aku harus bertanggung jawab atas ulah ku, aku tidak bisa lari dari masalah ini.
"Aku gak papa kok, aku masuk ke kamar dulu, capek," ucap Gigi
"Fi, mending loe jelasin ke... "
"Nanda,!!! Aku gak papa,," bentak Gigi memotong perkataan Nanda.
Gigi masuk kedalam kamar meninggalkan Nanda dengan rasa penasaran sedangkan aku terbebani perasaan bersalah. Andai Nanda tahu mungkin aku sudah habis dihajar olehnya. Pintu kamar Gigi tertutup sudah tidak ada kesempatan lagi meminta maaf padanya. Nanda terus menatapku, pasti dia sangat ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi sehingga membuat calon istrinya menangis.
"Sebaiknya loe pergi Fi," ucap Nanda mengusir ku. Aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain mengikuti perintah Nanda.
Aku pun berlalu.
"Nanda,," ucapku dan Gigi bersamaan. Aku pun segera melihat ke arah Gigi yang masih terlihat menangis jangan sampai Nanda mengetahui apa yang baru saja aku perbuat kepada calon istrinya. Nanda melangkahkan kaki ke arah kami, mengangkat dagu Gigi dan melihat ke arah ku.
"Heii kenapa,kok nangis. Loe apain dia Fi,," tanya Nanda dengan nada sedikit tinggi. Aku bingung harus berkata apa. Aku tidak mungkin berkata jujur tapi aku juga tak ingin jadi pengecut yang lari dari masalah. Kulihat Gigi seperti memberi isyarat agar aku berbohong. Aku pun tak mau terjadi keributan antara aku dan Nanda tapi aku harus bertanggung jawab atas ulah ku, aku tidak bisa lari dari masalah ini.
"Aku gak papa kok, aku masuk ke kamar dulu, capek," ucap Gigi
"Fi, mending loe jelasin ke... "
"Nanda,!!! Aku gak papa,," bentak Gigi memotong perkataan Nanda.
Gigi masuk kedalam kamar meninggalkan Nanda dengan rasa penasaran sedangkan aku terbebani perasaan bersalah. Andai Nanda tahu mungkin aku sudah habis dihajar olehnya. Pintu kamar Gigi tertutup sudah tidak ada kesempatan lagi meminta maaf padanya. Nanda terus menatapku, pasti dia sangat ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi sehingga membuat calon istrinya menangis.
"Sebaiknya loe pergi Fi," ucap Nanda mengusir ku. Aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain mengikuti perintah Nanda.
Aku pun berlalu.
Di dalam kamar Nagita
"Maafin gue Fi,,"
Gue gak bermaksud membuat loe ngerasa bersalah tapi gue bingung dengan perasaan gue sendiri. Gue gak ngerti dengan apa yang terjadi tadi. Mungkin saat ini memang harus seperti ini, biarin gue sendiri dulu memahami perasaan gue sendiri.
Tok,, Tok
"Iya, ada apa,"??
"Maaf ibu Nagita ini ada kiriman bunga untuk ibu," ucap petugas hotel.
"Oo,, terima kasih,"
"Bunga dari siapa ini,, gak ada nama pengirimnya ehm entahlah mungkin dari Nanda lebih baik gue pergi mandi dan bersiap tidur."ucap Gigi.
"Maafin gue Fi,,"
Gue gak bermaksud membuat loe ngerasa bersalah tapi gue bingung dengan perasaan gue sendiri. Gue gak ngerti dengan apa yang terjadi tadi. Mungkin saat ini memang harus seperti ini, biarin gue sendiri dulu memahami perasaan gue sendiri.
Tok,, Tok
"Iya, ada apa,"??
"Maaf ibu Nagita ini ada kiriman bunga untuk ibu," ucap petugas hotel.
"Oo,, terima kasih,"
"Bunga dari siapa ini,, gak ada nama pengirimnya ehm entahlah mungkin dari Nanda lebih baik gue pergi mandi dan bersiap tidur."ucap Gigi.
°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°°
Keesokan harinya
Tak sengaja kulihat Gigi
menenteng tas ransel dan kopernya menuju receptionist hotel tak ada Nanda
disampingnya. Ku tinggalkan sarapan ku pagi ini bergegas menghampirinya.
"Gi kamu mau kemana,".
"Gi kamu mau kemana,".
Gigi
tampak terkejut melihat kehadiran ku. Wajah cantiknya terlihat begitu dingin
sama seperti pertama kali kami berjumpa minggu lalu. Hanya sekilas dia
melihatku kemudian dia memalingkan wajah melanjutkan percakapannya dengan
receptionist hotel. Apakah dia pulang hari ini dalam hati bertanya-tanya. Apa
gara-gara kejadian kemarin. Lalu setelah urusannya di receptionist selesai, dia
berjalan menjauh dari tempat dimana aku berdiri. Entah apa yang merasuki
pikiranku. Aku menarik tangannya dengan kasar sampai koper Gigi terlepas dari
genggaman nya.
"Gi, kamu gak bisa ninggalin aku kayak gini,, ini gak adil, kamu harus tetap disini kita harus selesaikan semuanya," teriak ku sampai orang-orang di lobby melihat ke arah kami.
Gigi pun hanya diam sambil mencoba melepaskan diri, aku semakin menguatkan tarikan tanganku, aku tak peduli melihatnya meringis menahan sakit karena perbuatanku.
"Lepasin gue Fi,, gak ada yang perlu kita bicarakan lagi," ucapnya dengan nada tinggi
"Gak, gak akan aku lepasin," ucapku kasar. Gigi pun mulai terpancing emosinya.
"Bagian mana yang menurut loe gak adil Fi,,hah,, coba kasih tahu gue,, Lebih gak adil mana sama apa yang pernah loe lakuin ke gue," ucapnya lagi, tanpa sadar air matanya mengalir.
"Coba bilang ke gue apa yang perlu diselesaikan dari urusan kita,,kok loe diem,, Setelah bertahun-tahun menghilang, pergi tanpa pamit ke gue. Loe tiba-tiba nongol menuntut keadilan dari gue,, sepertinya loe bener-bener kurang waras sekarang. Loe gak mikirin perasaan gue, Loe gak tau gimana usahanya gue nyari loe kesana kemari. Gimana frustrasinya gue setelah kepergian loe,hah "teriak Gigi. Emosinya begitu besar membuat air matanya tak terbendung lagi.
Hiks,,hiks,, Gigi pun jatuh terduduk di lantai sambil terus menangis, perlahan kulepaskan tangannya dan ikut duduk di lantai kuraih tubuhnya dan kepeluk erat. Ku biarkan dia menangis sepuasnya di pelukanku sekarang, mungkin ini yang dibutuhkannya saat ini. Semua penjelasan yang terucapkan dan air mata Gigi menyadarkan ku betapa kehilangannya dia atas kepergianku waktu itu, dan ku hanya bisa merutuki kesalahan ku sendiri betapa bodohnya aku.
"Dasar pengecut," ucapnya emosi sambil mendorong tubuhku hingga terjatuh ke sisi yang lain.
"Memang aku pengecut, memang aku bukan orang yang baik, bukan teman yang pantas berada di samping kamu,, sekarang kamu mau apain aku terserah, kamu mau semua orang disini mukulin aku hah,, ngomong aja,"ucapku tak kalah emosi.
"Yang loe omongin itu gak akan bisa menggantikan semuanya,"ucapnya
"Lalu apa Gi,, apaaaa?????? "
Saking frustasi nya aku pun berteriak tak tahu malu. Aku sudah tidak peduli dengan orang-orang yang terus melihat ke arah kami. Semua perhatian tertuju pada kami yang sedang beradu argumen. Nampak salah satu diantara mereka, orang yang aku kenal mencoba mendekati kami.
"Raffi,, Gigi,, kalian berdua apa-apaan sih,, gak punya malu apa,, hah,,"seru Nanda
"Nagita, ngapain bawa-bawa koper segala,,urusan kita belum selesai disini, ayo balik ke kamar, biar aku bantuin bawa koper nya,sekarang,"perintah Nanda.
"Loe juga Fi, sebenarnya ada apa antara kalian berdua hah,, malu lah dilihat orang-orang kaya gini,"ucap Nanda. Aku tidak begitu memperdulikan apa yang dikatakan Nanda aku hanya fokus ke Gigi. Seketika ekspresi wajahku berubah tak kusangka Gigi begitu saja mengiyakan perintah Nanda tadi, Gigi menuruti apa kata Nanda oh iya baru aku tersadar Nanda kan calon suaminya. Semakin marah aku melihatnya kalau bukan calon suaminya dan sekaligus teman lama sudah aku hajar. Gigi pun berlalu pergi tinggalah aku disini dengan hati gelisah penuh amarah bukan disebabkan karena orang lain melainkan karena diriku sendiri. Aku pun pergi meninggalkan mereka yang terus memandangku sedari tadi.
"Gi, kamu gak bisa ninggalin aku kayak gini,, ini gak adil, kamu harus tetap disini kita harus selesaikan semuanya," teriak ku sampai orang-orang di lobby melihat ke arah kami.
Gigi pun hanya diam sambil mencoba melepaskan diri, aku semakin menguatkan tarikan tanganku, aku tak peduli melihatnya meringis menahan sakit karena perbuatanku.
"Lepasin gue Fi,, gak ada yang perlu kita bicarakan lagi," ucapnya dengan nada tinggi
"Gak, gak akan aku lepasin," ucapku kasar. Gigi pun mulai terpancing emosinya.
"Bagian mana yang menurut loe gak adil Fi,,hah,, coba kasih tahu gue,, Lebih gak adil mana sama apa yang pernah loe lakuin ke gue," ucapnya lagi, tanpa sadar air matanya mengalir.
"Coba bilang ke gue apa yang perlu diselesaikan dari urusan kita,,kok loe diem,, Setelah bertahun-tahun menghilang, pergi tanpa pamit ke gue. Loe tiba-tiba nongol menuntut keadilan dari gue,, sepertinya loe bener-bener kurang waras sekarang. Loe gak mikirin perasaan gue, Loe gak tau gimana usahanya gue nyari loe kesana kemari. Gimana frustrasinya gue setelah kepergian loe,hah "teriak Gigi. Emosinya begitu besar membuat air matanya tak terbendung lagi.
Hiks,,hiks,, Gigi pun jatuh terduduk di lantai sambil terus menangis, perlahan kulepaskan tangannya dan ikut duduk di lantai kuraih tubuhnya dan kepeluk erat. Ku biarkan dia menangis sepuasnya di pelukanku sekarang, mungkin ini yang dibutuhkannya saat ini. Semua penjelasan yang terucapkan dan air mata Gigi menyadarkan ku betapa kehilangannya dia atas kepergianku waktu itu, dan ku hanya bisa merutuki kesalahan ku sendiri betapa bodohnya aku.
"Dasar pengecut," ucapnya emosi sambil mendorong tubuhku hingga terjatuh ke sisi yang lain.
"Memang aku pengecut, memang aku bukan orang yang baik, bukan teman yang pantas berada di samping kamu,, sekarang kamu mau apain aku terserah, kamu mau semua orang disini mukulin aku hah,, ngomong aja,"ucapku tak kalah emosi.
"Yang loe omongin itu gak akan bisa menggantikan semuanya,"ucapnya
"Lalu apa Gi,, apaaaa?????? "
Saking frustasi nya aku pun berteriak tak tahu malu. Aku sudah tidak peduli dengan orang-orang yang terus melihat ke arah kami. Semua perhatian tertuju pada kami yang sedang beradu argumen. Nampak salah satu diantara mereka, orang yang aku kenal mencoba mendekati kami.
"Raffi,, Gigi,, kalian berdua apa-apaan sih,, gak punya malu apa,, hah,,"seru Nanda
"Nagita, ngapain bawa-bawa koper segala,,urusan kita belum selesai disini, ayo balik ke kamar, biar aku bantuin bawa koper nya,sekarang,"perintah Nanda.
"Loe juga Fi, sebenarnya ada apa antara kalian berdua hah,, malu lah dilihat orang-orang kaya gini,"ucap Nanda. Aku tidak begitu memperdulikan apa yang dikatakan Nanda aku hanya fokus ke Gigi. Seketika ekspresi wajahku berubah tak kusangka Gigi begitu saja mengiyakan perintah Nanda tadi, Gigi menuruti apa kata Nanda oh iya baru aku tersadar Nanda kan calon suaminya. Semakin marah aku melihatnya kalau bukan calon suaminya dan sekaligus teman lama sudah aku hajar. Gigi pun berlalu pergi tinggalah aku disini dengan hati gelisah penuh amarah bukan disebabkan karena orang lain melainkan karena diriku sendiri. Aku pun pergi meninggalkan mereka yang terus memandangku sedari tadi.
Saat malam menjelang kucoba memejamkan mata tapi
begitu susah payah untuk melakukannya. Pikiranku masih penuh dengan berbagai
macam hal yang berhubungan dengan Gigi. Apa yang dia sedang lakukan saat ini,
apa dia baik-baik saja malam ini.
Bip. Bip. Ada pesan masuk, dari nomor yang tak kukenal.
**Temuin gue di pantai sekarang, Gigi.**
"Hah Gigi, beneran ini kamu?" ucapku terbangun dari tempat tidur
Bahagia dan terkejut, itu yang aku rasakan. Ada apakah gerangan sampai-sampai Gigi ingin bertemu malam-malam begini di pantai pula. Apa yang dia inginkan, aku merasa bingung dibuatnya. Dia seorang diri atau bersama Nanda apa dia mengatakan apa yang terjadi diantara kami pada Nanda, banyak pikiran yang terlintas di kepala ahh entahlah yang terpenting sekarang aku harus segera bergegas kesana. Kuraih jaket kesayanganku seraya menutup pintu kamar. Tak sabar hati untuk segera sampai semoga untuk kali ini merupakan bagian yang baik dalam hubungan ku dan Gigi yang sedang memburuk. Semoga Gigi bisa memaafkan aku sepenuhnya atas kesalahan-kesalahan yang aku perbuat.
Setiba di pantai kulihat Gigi sudah berada disana memainkan pasir pantai dengan kakinya, dan hanya seorang diri.
"Gi,, "sapa ku dari kejauhan. Gigi pun berbalik.
"Akhirnya datang juga loe," ucapnya.
Bip. Bip. Ada pesan masuk, dari nomor yang tak kukenal.
**Temuin gue di pantai sekarang, Gigi.**
"Hah Gigi, beneran ini kamu?" ucapku terbangun dari tempat tidur
Bahagia dan terkejut, itu yang aku rasakan. Ada apakah gerangan sampai-sampai Gigi ingin bertemu malam-malam begini di pantai pula. Apa yang dia inginkan, aku merasa bingung dibuatnya. Dia seorang diri atau bersama Nanda apa dia mengatakan apa yang terjadi diantara kami pada Nanda, banyak pikiran yang terlintas di kepala ahh entahlah yang terpenting sekarang aku harus segera bergegas kesana. Kuraih jaket kesayanganku seraya menutup pintu kamar. Tak sabar hati untuk segera sampai semoga untuk kali ini merupakan bagian yang baik dalam hubungan ku dan Gigi yang sedang memburuk. Semoga Gigi bisa memaafkan aku sepenuhnya atas kesalahan-kesalahan yang aku perbuat.
Setiba di pantai kulihat Gigi sudah berada disana memainkan pasir pantai dengan kakinya, dan hanya seorang diri.
"Gi,, "sapa ku dari kejauhan. Gigi pun berbalik.
"Akhirnya datang juga loe," ucapnya.
Bersambung...
0 Response to "Cerbung Raffi Nagita "Kembalilah Cinta" Part 11"
Post a Comment